BERAMAL LEWAT TULISAN

Thursday 15 March 2018

FROM MALANG TO MALDIVES, ORANG DESA BERASA ORANG KAYA



Negara imut ini terdiri dari kumpulan pulau karang di Samudra Hindia. Letak geografisnya jauh di bawah India, lantas jauh di bawah Sri Lanka. Negara itu bernama Maldives (Baca : moldifs).

Maladewa adalah sebutan lain dari Maldives dengan ibukota Male (Baca : mali). Populasinya cuma 400 ribu orang yang mayoritas Muslim. Para perempuannya berhijab, masjidnya banyak, ada larangan berpakaian minim di tempat umum, ada larangan konsumsi miras di sembarang tempat. Lantas pada setiap Jumat, aktivitas publik-nya sangat terbatas. Boleh dikatakan banyak yang libur untuk menghormati hari besar tersebut.


Perawakan dan wajah warga Maldives mirip dengan India atau Srilanka. Kulitnya berwarna gelap baik perempuan atau pun lelakinya.

Maldives berhasil menyabet gelar World's Leading Beach Destination 2015 & 2016 dalam ajang World Travel Award. Bisa dibilang negara yang besarnya hanya separuh luas Jakarta ini mampu menyajikan wisata kelas dunia. Wisatawan mancanegara terus berdatangan ke sini karena ingin menikmati pemandangan laut terbaik di dunia. Lautnya berwarna hijau kebiruan, pasir pantai yang putih bersih plus biotanya yang nyaris sempurna.

Rufiyaa (bukan Rupiah) atau MVR sebagai mata uangnya. 1 MVR setara 850 Rupiah. Satu Dolar Amerika dapat 15 Rufiyaa. Hoho... Meski negaranya kecil tapi kurs nya jauh lebih besar dibanding Rupiah. Soal listrik sama dengan Indonesia, pakai 220 V/50 hz. Jadi colokannya juga sama.

Bahasa resmi yang digunakan adalah Dhivehi. Bahasanya mirip-mirip dengan Bahasa Sri Lanka, Sinhala. Pelayanan umum untuk turis pakai Bahasa Inggris. Sedangkan penduduk lokalnya juga mampu berbahasa Inggris secara terbatas.

Mengunjungi negeri atol (kumpulan pulau karang) yang satu ini, menjadi pelengkap jelajahan kami ke beberapa negara di Asia Selatan sebelumnya. India, Sri Lanka, Bangladesh dan Nepal.

Yuk nikmati ciptaan Allah di negeri ini, walau katanya semua serba mahal. Ga pa pa dicoba aja ... Don't think about that. Lets go  !


WOW !  PESAWATKU MENDARAT DI LAUT

Kami bersama istri tercinta (05/03) menumpang maskapai budget dari Surabaya - Kualalumpur - Male pada hari yang sama. Kenapa pilih Maldives ? Karena penasaran aja dan mungkin ini destinasi yang cocok sebagai hadiah pada istri yang ultah 'milad' beberapa hari lalu.

Walaupun sudah disiapkan berangkat, tapi dengan berat hati harus meninggalkan cucu lucuku yang usianya belum cukup dua bulan.

Tiket kami bukan flight thru (penerbangan lanjutan). Di KLIA2, yakni Bandara Kualalumpur masih perlu masuk ke lmigrasi. Meski dari waktu ketibaan masih ada waktu 4 jam untuk lanjut ke Male. Andai bisa web check-in, sangat memungkinkan langsung ambil jalur transit menuju gate ke Maldives tanpa harus masuk imigrasi.

Itu semua adalah rencana. Kenyataannya, pesawat kami dari Surabaya telat berangkat satu jam. Lantas, ketika terbang sekitar 40 menit pesawat mengalami gangguan teknis. Dan diputuskan pesawat harus kembali ke Surabaya. Beruntung kami sudah menikmati makan ketika terbang. Dan dapat makan lagi dengan pesawat berikutnya.

Andai pesawat dari Surabayanya on time, penerbangan lanjutan kami dari Kualalumpur ke Male sangat bisa aku ikuti.

Karena tiketku bukan flight thru dan kuatir tiketku bakal hangus. Maka aku cukup lapor pada petugas ticketing. Alhamdulillah, segalanya jadi beres. Berangkat ke KL dilayani dengan pesawat berikutnya. Dan tiket KL - Male dibuatkan untuk besok pagi sesuai permintaanku. Kami puas dengan pelayanan maskapai Si Merah dari negeri jiran ini.


Tapi sayang, bookingan hotel di Maldives di-charge meski aku sudah email agar tidak di charge, batal menginap karena gangguan pesawat. Over all, rencana perjalanan masih on the track walau harus kehilangan menginap semalam di Hulhumale.

Kami mendarat di laut.
Oh bukan bukan begitu...  sepertinya pesawat kami bakal nyemplung ke laut. Karena bandaranya berada di atas atol kecil yang dikelilingi laut.

Dari KLIA2 diperlukan 4 jam untuk mencapai Ibrahim Nasir International Airport (INIA atau Velana Nasir Internasional Airport) di atas Pulau Hulhule yang sangat kecil. Perbedaan waktu dengan Indonesia Bagian Barat yakni 2 jam.




Menggembirakan sekali bagi pemegang paspor Indonesia. Untuk masuk ke negeri ini tidak diperlukan visa. Masuk keluarnya cukup bawa paspor yang akan distempel oleh petugas imigrasi. Perlakuannya persis seperti masuk negara-negara ASEAN. Memang Maldives menerima hampir semua negara tanpa visa.

Banyak artikel yang mengulas tentang pemakaian uang di Maldives. Mereka bilang jangan banyak-banyak beli Rufiyaa. Beli secukupnya aja. Siapkan Dollar nominal 100, 50 dan nominal yang lebih kecil. Sebagai cadangan, perlu juga bawa kartu kredit.


BLUSUKAN DI MALDIVES

Untuk keluar dari Bandara, ke mana-mana harus pakai publik ferry, speadboat atau seaplane (pengoperasian terbesar di dunia). Pesawat yang bisa take off/landing di air ini dilakukan oleh Maldivian Air Taxi dan Trans Maldivian Airways. Kalau pakai moda seperti itu biayanya lumayan mahal. Yang paling murah jika pakai ferry umum, karena yang satu ini adalah angkutan lokal bukan private atau charter.

Dari Bandara Ibrahim Nasir di atas Pulau Hulhule kita dapat langsung ke pulau-pulau lainnya dengan speadboat atau seaplane. Kalau ga mau langsung bisa singgah dulu di Kota Male dengan ferry umum bertarip 10 MVR. Dengan speedboat taripnya 35 MVR. Rata-rata waktu tempuhnya cuma 10 menit.

Saat ini Bandara Velana sedang diperluas. Terminalnya sedang di-upgrade lebih baik. Begitu juga pembuatan jembatan dari Pulau Hulhule ke Male. Kalau malam tiba, lampu Led berwarna merah di sepanjang konstruksi jembatan, menyala. Tulisannya "China Maldives Everlasting Friendship". Nantinya dari Bandara ke Male tidak lagi tergantung ferry dan boat seperti sekarang ini.


Awalnya, kami memilih stay semalam di Hulhumale, sebuah pulau buatan yang mungil. Pulau buatan ini dihubungkan oleh jembatan panjang dengan Pulau Hulhule (Nasir Airport).

Menuju ke sana cukup naik bus yang terparkir di sebelah kiri pintu EXIT. Dari bandara ke Hulhumale ongkosnya 1.3 USD (20 MVR).

Menginap di situ, aku dapat rate di bawah sejuta rupiah, melalui booking dot com. Penginapan di Maldives bervariasi mahal, mulai dari yang budget sampai hotel kelas atas. Tarip sejutaan hingga di atas sepuluh juta rupiah.

Tapi semuanya jadi batal karena gangguan teknis pesawat ketika ke KL.

Pesawat tiba di Male pukul 10.40 pagi. Turun dari pesawat ke terminal cukup jalan kaki. Terminalnya kecil dan jadul. Untuk terminal keberangkatan jauh lebih baik daripada terminal kedatangan. Duty Free Shop-nya cukup lengkap. Tapi pesawat-pesawat berbadan lebar banyak yang singgah kemari.

Yang harus kulakukan pertama kali ketika menjejakkan kaki di bumi Maldives adalah ke toilet dan tukar duit. Aku bertemu seorang gadis 'Mbak Haninah' bersama ibunya asal Pandaan. Ternyata kami bukan satu-satunya traveler asal Indonesia yang datang kemari. Rupanya mereka berdua sejak dulu mempunyai passion yang sama yaitu traveling. Teman dadakan ini akhirnya sepakat urunan taksi dari MTCC ke Villingili Ferry Terminal. Ongkos taksinya 40 MVR dibagi empat jadi masing-masing bayar 10 MVR



Selanjutnya dengan ferry lokal, kami bertolak menuju Maafushi Island dari Villingili Ferry Terminal di Kota Male. Tiketnya 2 USD atau 22 MVR (Maafushi - Male, tiketnya 30 MVR). Perjalanan ditempuh dalam waktu 1,5 jam. Rutenya dari Male-Gulhi-Maafushi-Guraidhoo. Tiketnya jauh dekat sama aja.

Jangan takut bakal salah turun dari ferry. Sebab petugas ferry akan membentangkan tulisan seukuran kertas folio sambil berteriak, "Gulhi..... Maafushi......" Atau pulau lainnya.

Di Maafushi kami stay di Hotel Water Breeze dan Maafushi Village yang kami pesan lewat booking dot com. Lumayan stay disini sudah include sarapan dan diberi kebebasan untuk minum teh atau kopi sesukanya.

Wisata ke Maldives cukup 4 atau 5 hari saja. Kecuali memang sengaja ingin berlama-lama di sana. Dan ingat jangan ke sini pas akhir tahun. Itu waktunya peak season. Semua hotel dan penginapan berlomba-lomba menaikkan harga.


R E S O R T S

Ya, inilah tempat yang menjadi masalah bagi para backpacker yang sengaja ato tidak sengaja hanya memiliki budget terbatas.

Kalau mau stay di resort mewah pasti mahal. Sebab biasanya pelayanannya all in (makan sehari 3 kali, view yang istimewa, fasilitas tour laut (ekskursi) dan biaya transfer private boat atau seaplane).

Meski begitu, ada yang mahal batas bawah, menengah dan yang mahal batas atas. Selain stay di resort mewah bisa juga stay di hotel-hotel biasa. Untuk tour laut (ekskursi) dan lain-lain bisa lepas cari sendiri. Tapi hidup di Maldives memang tergolong mahal. Oleh sebab itu khusus untuk backpackers harus bisa menyiasati agar setiap komponen diusahakan sendiri supaya lebih murah.


M A A F U S H I

Pulau ini adalah terfavorit di antara sekian banyak pulau di Maldives. Untuk mengeksplornya tidak bisa sembarangan berpakaian minim. Di wilayah ini tersedia 'bikini area' untuk para turis yang sengaja ingin berjemur, snorkeling, berenang atau jalan-jalan dengan pakaian seadanya.

Puluhan hotel dengan berbagai kelas tersedia di sini. Mereka menyediakan bermacam paket eksplor lautan, seperti diving, snorkeling, fishing, lihat dolphin, lihat penangkaran penyu, lihat hiu, sewa kayak atau ke resort. Agak sulit membedakan mana rumah biasa dan yang mana hotel. Sebab semuanya tampak menjadi satu.



Puluhan restoran juga tersedia, baik yang ada di hotel maupun yang terpisah. Untuk sekali makan di sekitaran sini berbeda-beda harganya. Pada umumnya untuk sekali makan, aku harus merogoh kocek minimal 100 (ribu) rupiah.

Santai-santai di pinggiran Pantai Maafushi pada sore hari sangat mengasyikan. Sambil menunggu sunset, aku berenang di bikini zone bareng para bule. Tidak lupa bekerja sama dengan istri untuk mengabadikan setiap momen yang indah.

Bila malam tiba, suasana tambah ramai karena resto dan café pinggir pantai berlomba-lomba menyajikan andalannya. Lampu warna-warni berkelap kelip menambah suasana sekitar pantai lebih hidup.

MALE PADA SAAT KEADAAN DARURAT

Kami tidak lupa menjelajahi Kota Male. Meski kecil, tapi menyimpan beberapa spot yang patut dikunjungi, seperti Museum Nasional, Golden Friday Mosque, Monumen Tsunami, Perkampungan Penduduk dan Pasar Ikan. Cukup menyusuri sepanjang bibir pantai sebelah timur, maka akan dapat semuanya.

Kota Male yang mungil dapat dijelajahi dengan berjalan kaki. Kalau mau pake taksi taripnya flat untuk ke segala arah, yakni 30 Rufiyaa. Kalau ada bagasi tambah 5 MVR.



Lalu lintasnya rada semrawut. Orang menyebrang sembarangan, pengendara sepeda motor semua tanpa helm. Dan kendaraan roda empat stirnya sebelah kanan, sama seperti di tanah air.

Bepergian pada Hari Jumat di Maldives rada terbatas. Di antaranya tidak beroperasinya angkutan publik di laut. Tapi ada alternatif lain, bisa sewa speed boat yang taripnya jauh lebih mahal.


Hari libur Jumat, semua kantor pemerintahan tutup. Dan semua jenis perdagangan usaha menjelang sampai selesai Jum'atan tutup. Di Hari Jum'at lalu lintas terasa lebih longgar.

Kota Male berada dalam sebuah pulau kecil. Jalan rayanya kecil. Hampir semua sepeda motor diparkir berjejer di jalanan yang memakan setengah lebar jalan. Tidak ada lagi ruang kosong yang tersisa di Male. Seluruh bangunannya bertingkat untuk menghemat tanah yang sangat terbatas.

Kalau lihat di internet, hotel dan sejenisnya tergolong mahal. Karena semuanya dikuasai situs penginapan seperti booking dot com, agoda atau hostelworld. Padahal di lapangan masih banyak yang bertarip jauh lebih murah berupa guesthouse atau inn. Begitu juga untuk makan, berdua bisa hanya 60 ribu. Dua piring nasi putih, dua lauk ikan dan kari ayam plus air mineral. Pokoknya dijamin kenyang.


Gonjang ganjing politik negeri Muslim ini kerap terjadi. Walaupun demikian, sektor pariwisatanya dijaga tetap berjalan. Sebab, sektor wisata menjadi tumpuan utama masuknya devisa negeri ini.


Kunjungan kami ke Maladewa kala itu, negara sedang dalam keadaan darurat. Para demonstran banyak yang ditangkapi aparat keamanan.

Salah satu isunya adalah hutang negara yang mencekik pada Tiongkok. Karena kesulitan melunasi hutang-hutangnya, maka sangat berisiko negeri ini diambil alih oleh Tiongkok. Hik hik hik. Pada saat yang sama, Tiongkok unjuk kekuatan di laut Hindia dengan mengerahkan beberapa armada perangnya. India pun kuatir atas realita ini. Dan siap mengimbangi China untuk membantu oposisi Maladewa.

Ini sebagai pembelajaran bagi kita semua, negara jangan hobi berhutang. Akibatnya di kemudian hari kalau nggak bisa bayar bakal menyusahkan hidup anak cucu kita.

Pas di Male, kami stay di sebuah apartement yang kupesan online lewat AirBnB (apartemennya 300 meter dari counter ticket Male - Airport). Kalau tinggal di sini bisa rada bebas untuk memasak, mencuci dll. Pemilik apartment berada pada lantai yang sama dengan kami.



Hussain sangat ramah melayani tamunya. Apapun keperluan kami, dia siap membantu dengan senang hati.

Berakhir sudah penjelajahanku di Maladewa yang lebih populer disebut Maldives ini selama 6 hari.

Kusarankan sebelum ke Maldives usahakan eksplor Karimun Jawa, Sabang atau Bintan dulu. Sebab Karimun Jawa dll tidak kalah spektakulernya dengan Maldives. Karimun Jawa yang kecamatan aja sudah begitu tertata dibanding Maldives yang sebuah negara.

Kalau ga mau repot, dari rumah cukup bawa sandal jepit. Sebab benda yang satu ini termasuk salah satu benda yang paling bermanfaat ketika berada di Maldives.

Tempat tinggal yang cukup murah dan memadai untuk backpackers di Maldives,

Male (Hussein)  : WA +9609992661
Maafushi (Usman)  : WA +9609808088

Jangan lupa bawa drone. Traveling anda akan lebih berarti.

Menjelang kembali ke tanah air, perlu 'Semalam di Malaysia' untuk melepas rindu kulinerannya. Dan menyisipkan beberapa oleh-oleh buat keluarga di rumah.



Copyright©  by RUSDI ZULKARNAIN


No comments: