ini
TO MAKASSAR by DLU FERRY
Baru aja pulang dari Pulau Sumba Mei lalu, sekarang badan udah mulai gelisah pingin buru² ngebolang lagi. Ya udah ke Ternate aja lah pada awal bulan depan. Dengar rencanaku, istri serta merta minta ikut. Gpp ikut biar tambah heboh selama di perjalanan nanti. Ternate & sekitarnya masuk ke dalam provinsi terakhir yang belum pernah kujelajahi. Kalau ini berhasil, maka tuntaslah penjelajahanku ke seantero Nusantara.
Provinsi Maluku Utara (Malut) wajib dieksplor untuk melengkapi penjelajahanku ke semua provinsi di Indonesia. Kalau sudah tuntas ke semua provinsi, sisanya tinggal menutupi ke beberapa kabupaten yang masih bolong². Pelan² aja asal kelakon. Slowly but sure, semoga tuntas semuanya. Aamiin.
Biar rencana ke Ternate terealisasi, harus ada eksyen awal yaitu membeli tiket kapal Pelni jurusan Makassar ke Banggai Laut (Balut). Yang penting dapat dulu. Sedangkan tiket dari Surabaya ke Makassar harus nunggu terbitnya jadwal kapal Dharma Lautan Utama (DLU). Nanti kalau udah ada jadwalnya, aku pilih tanggal empat harian sebelum waktunya berangkat dari Makassar ke Banggai.
Tiga harian cukuplah untuk bernostagia di Makassar bersama istri, karena aku pernah tinggal 10 tahunan di sana yang dulunya bernama Ujung Pandang. Semua provinsi se Sulawesi pernah kujelajahi. Jadi udah familiar dengan bumi yang mirip huruf "K" ini. Ke Sulsel hanya transit aja termasuk nanti ke Sulteng, Gorontalo & Sulut. Target utamanya ke Maluku Utara. Ini kesempatan baik, ke Provinsi Malut sambil melengkapi kabupaten² di Sulawesi yang belum pernah kusinggahi.
Akhirnya perjalanan jadi connect setelah aku dapat tiket DLU 5 hari sebelum ke Banggai dari Makassar. Aku sudah beberapa kali nyobain kapal milik DLU. Sekarang pakai DLU lagi dengan jurusan yang berbeda. Kapal DLU yang rute Surabaya - Makassar namanya KM. Dharma Kencana VII tergolong cukup besar & fasilitasnya bagus. Kapal ini memiliki beberapa kamar Klas VIP (kapasitas 2 orang), Klas I (kapasitas 2 orang), Klas II (kapasitas 4 orang) dan Klas Ekonomi. Jangan lupa bawa colokan listrik yang pipih biar sesuai dengan yang ada di kamar. Kapalnya rekomendit banget baik pelayanan juga kebersihannya tapi kamar mandinya perlu di-improve lebih baik lagi. Naik kapal ini kita benar² dianggap sebagai penumpang yang semestinya dilayani dengan baik. Misalnya saja, makanan diantar petugas ke setiap kamar jika waktu makan tiba. Semoga kapal² penumpang lain bisa mengikutinya. Padahal DLU berdiri belakangan daripada lainnya, jadi masih tergolong baru.
MAKASSAR
KM. Dharma Kencana VII berangkatnya delay 4 jam sehingga tibanya pun ikut molor 4 jam. Semula tibanya pukul 21.00 menjadi pukul 01.00. Sebelumnya aku udah browsing hotel dekat Pelabuhan Makassar. Akhirnya memang hotel tersebut yang kupilih setelah kapal merapat di pelabuhan. Cukup jalan kaki dari pelabuhan ke HOTEL 'D HOLIDAY yang jaraknya hanya beberapa ratus meter saja. Meski check in pada dini hari, alhamdulillah kami dilayani dengan baik oleh petugas hotel. Keuntungannya stay di sini karena dekat pelabuhan, harga budget, bersih & banyak pilihan kulineran di sekitarnya.
Stay beberapa hari di Kota Makassar sambil menunggu jadwal keberangkatan KM Sinabung menuju Banggai. Kapal ini pada Bulan Mei 2023 pernah dipakai sebagai hotel terapung saat penyelenggaraan ASEAN SUMMIT di Labuan Bajo Nusa Tenggara Timur. Kirain kapalnya ada renovasi besar²an, ternyata tetap aja hampir tidak ada perubahan sama sekali.
Bernostalgia di Kota Makassar setelah meninggalkannya selama 25 tahun, ternyata banyak yang berubah terutama di pusat² ekonomi bisnis seperti Panakukkang, Pantai Losari & beberapa tempat lainnya. Kawasan Pantai Losari setiap hari selalu ramai pengunjungnya karena sudah ditata lebih baik & lebih memikat. View di sekelilingnya sangat indah, ada Masjid Terapung AMIRUL MUKMININ & di seberangnya dibangun MASJID 99 KUBAH ASMAUL HUSNA di atas pulau yang direklamasi. Kedua masjid ini arsitekturnya sangat indah terutama Masjid 99 Kubah.
Kulinerannya banyak, di sepanjang pantai hampir semua berjualan yang sama yakni PISANG EPEK. Pisang Epek merupakan salah satu kudapan khas Makassar yang populer sejak dulu di situ. Sedangkan di sepanjang jalan masuk ke Masjid 99 Kubah tersedia berbagai kulineran lokal & kekinian. Baik dari sisi Pantai Losari maupun di seberangnya merupakan spot terbaik yang pantas untuk diabadikan terutama pas sunset.
Kemajuan Kota Makassar lainnya, kini tersedia publik bus umum mirip Trans Jakarta namanya TEMAN BUS MAMMINASATA yang memiliki beberapa koridor. Bayarnya non tunai 4600 Rupiah pakai e-money seperti OVO, Flash atau Brizzy. Sedangkan transportasi umum lainnya ada online & bemo/angkot (pete²) yang masih bertahan hingga sekarang. Taripnya rata² 8 ribu Rupiah. Kereta Api Sulsel adalah moda transportasi baru yang pembangunannya hampir rampung semuanya. Ini merupakan kereta api penumpang pertama di Sulawesi. Kawasan Tanjung Bunga juga semakin berkembang & semakin ramai, akses jalannya tembus hingga ke Galesong Takalar.
TO LUWUK LAUT by KM SINABUNG
Kapal yang ditunggu² akhirnya datang juga. KM SINABUNG delay hampir seharian. Armada ini membawa kami lanjut ke Banggai Sulawesi Tengah. Sinabung berlayar selama 15 jam menuju Pelabuhan Murhum Bau Bau Sulawesi Tenggara. Trus ke Banggai Laut Sulawesi Tengah dengan waktu yang hampir sama 15 jam juga. Bosen & terasa jenuh dapat makan di kapal yang menunya hampir sama setiap hari. Beruntung kami dari Surabaya tidak pilih long trip sampai Banggai tapi stop over beberapa hari di Makassar.
Setelah transit di Bau Bau, akhirnya kami tiba di Pelabuhan Banggai Laut. Dari situ pakai BENTOR 'Becak Motor' 25 ribu sampai WISMA ROEN yang letaknya agak jauh ke pusat kota. Wismanya ada 5 kamar dengan harga yang berbeda². Memang hotel² di Banggai Laut rate-nya tergolong mahal.
Banggai Laut adalah hasil pemekaran, sekarang ada Kabupaten Luwuk Banggai, Kabupaten Banggai Kepulauan (Bangkep) & Kabupaten Banggai Laut (Balut). Masing² kabupaten saling berlomba meningkatkan pembangunan. Faktor geografis yang terdiri dari laut & banyak pulau ikut mempengaruhi kecepatan pembangunan di daerah ini. Selain itu perlu anggaran yang sangat besar.
Mengelilingi Kota Banggai Laut yang paling kusukai adalah pasar²nya seperti Pasar Banggai & Pasar Tua dekat Pelabuhan. Pasar ini buka dari pagi hingga sore. Disitulah kesempatan untuk berburu durian, biar ga lagi musim biasanya ada aja di pasar. Ukurannya sih kecil tapi rasanya dijamin pasti enak ga ada yang rusak. Belinya ikatan mulai isi tiga hingga sepuluh biji. Harganya tetap murah, apalagi pada saat musimnya jangan ditanya lagi murahnya.
Untuk sarapan aku coba Bubur Ayam Pasundan yang lokasinya di seberang SPBU Lompio. Buburnya mantap, seporsi cuma 12 ribu. Habis itu ke TAMAN KOTA BANGGAI. Ke situ ramainya sore hingga malam. Banyak pilihan kuliner di taman ini. Becak Motor serta ojek adalah transportasi yang pas untuk kami.
Pada sore hari yang cerah kami meluncur ke AIR TERJUN MATUBE yang jaraknya hanya beberapa kilometer dari pusat kota. Lagi² pakai Bentor (pp). Air terjun yang cantik dengan arus yang deras dapat dinikmati dari dekat dan bisa berenang berendam pada kolam di bawahnya. Tiket masuknya cuma 5 ribuan. Sayangnya fasilitas pendukung untuk menikmati makanan dan minuman di dalam sini belum beroperasi lagi sejak adanya covid.
Bentor menunggu kami & membawa kembali ke kota, lantas mampir Pasar Banggai untuk membeli seikat durian disana. Makannya di Taman Kota sambil menunggu Adzan Maghrib & shalat di Masjid Agung Kota Banggai Laut. Sebagai penutup hari ini kami santap malam di Warung 'Pemadam Kelaparan', menu sate ayam menjadi pilihannya.
TO SALAKAN BANGGAI KEPULAUAN
Esok paginya setelah ambil laundry langsung menuju ke Pelabuhan Rakyat tidak jauh dari lokasi yang biasa kapal Pelni merapat. Tujuanku adalah ke DERMAGA TOBING di Pulau Peleng. Speed boat kapasitas 6 orang melesat menuju Tobing selama 30 menit. Ongkosnya 70 ribu per orang. Namanya aja speed boat badan terasa terpontang panting jedak jeduk selama perjalanan karena sesekali kena hantaman gelombang.
Di Dermaga Tobing kami dijemput oleh driver mobil sewaan menuju Salakan Banggai Kepulauan (Bangkep). Mobil hanya terisi 3 penumpang termasuk Pak Polisi yang sedang bertugas membawa laporan ke Polres di Salakan. Dari Tobing ke Salakan jalannya lumayan bagus, ada yang mulus & ada juga bagian yang rusak. Perjalanan ditempuh sekitar 1 jam. Ongkosnya 75 ribu per orang.
Kami menginap di PENGINAPAN LESTARI dekat Pelabuhan Salakan. Menginap di sini sangat strategis untuk memenuhi segala kebutuhan sehari². Tidak jauh dari penginapan terdapat penjual buah²an, beruntung hari itu aku dapat 10 durian. Meski ukurannya kecil² tapi dijamin kualitas & rasanya oke. Harganya pun sangat murah. Bukan durian aja yang kusantap, buah bacang atau kweni yang warga lokal menyebutnya BUAH BUSUK pun kubeli. Untuk makan siangnya kucoba menu paket ikan bakar di RM Bandung.
Malam² aku ke rumah Pak Adi driver mobil yang tadi kutumpangi dari Tobing ke Salakan. Aku pesan pada istrinya kalau besok pagi mau sewa (pp) trip ke spot wisata PAISU POK. Tak lama Pak Adi menghubungiku & deal untuk berangkat ke Paisu Pok setelah shubuh.
Menuju Paisu Pok pakai mobil Pak Adi perlu dua jam lebih melewati jalan yang baik/rusak, melewati medan yang lurus & berbelok naik turun. Yang agak lambat ada di PUNCAK BEBEK disebut begitu karena ada tanjakan & belokan yang cukup tajam sehingga setiap kendaraan hanya bisa berjalan pelan. Akhirnya kami sampai juga di tujuan. Berharap berangkat selepas shubuh kirain Paisu Pok masih sepi, ternyata sepagi itu sudah ada pengunjungnya yang sedang menikmati keindahan Paisu Pok. Ada yang mendayung perahu, foto bersama, selfi atau ada juga yang berenang.
Danau Paisu Pok menyimpan keindahannya puluhan tahun, tapi baru kali ini viral & mulai banyak orang yang tau. Kami berdua mengeksplor danau amazing ini pelan² termasuk mengelilinginya dengan perahu dayung. Sesekali kami makan camilan yang kubeli dari Pasar Salakan.
Danau Paisu Pok perlu dijaga kelestariannya & ditambah fasilitasnya seperti parkiran, kamar ganti & kedai² kulineran. Perlu juga membatasi jumlah pengunjung agar danau ini tetap terjaga keasliannya. Aku tuh eman banget lihat ibu² mencuci piring & pakaian di sebelah Danau Paisu Pok. Ga berpengaruh apa² sih mereka jumlahnya cuma sedikit & sejak dulu sudah mencuci di situ. Mencucinya bukan di danaunya tapi di bagian lain yang terpisah. Eman bener air kehijauan sebening kaca dipakai untuk mencuci.
Sudah puas menikmati segala keindahan Paisu Pok, aku harus meninggalkannya kembali ke Salakan. Melewati jalan yang sama kami sempat mampir ke gubuk penjual durian warga setempat. Kubeli seikat durian isi 8 yang harganya cuma 40 ribu. Semua kuhabiskan bertiga di pinggir pantai dekat situ. Perut kenyang diisi durian sampai puas menikmatinya.
Aku sudah check out dari penginapan sejak berangkat ke Paisu Pok. Tas barang bawaan sudah ada di mobil, sehingga pas tiba di Salakan aku langsung ke Pelabuhan membeli tiket kapal tujuan Luwuk Banggai yang berangkatnya pukul 3 petang.
TO LUWUK BANGGAI
Nama kapalnya TERRA SANCTA. Harga tiketnya 70 ribu & waktu tempuhnya 3,5 jam. Pas maghrib kapal merapat di Pelabuhan Rakyat. Dari situ langsung cari penginapan. Dapatnya HOTEL DINASTY di pusat kota. Lumayanlah hotelnya sekedar untuk beristirahat sehari dua hari di Luwuk.
Di kota ini aku cuma eksplor dalam kota dan sekitarnya secara acak. Untuk kulinerannya tidak begitu banyak pilihan. Makanan didominasi menu Coto Makassar, Masakan Gorontalo, Nasi Kuning, Nasi Padang & Lalapan. Satu dua aku coba menu tersebut. Sedangkan menu yang paling menggoda adalah KALEDO 'Kaki Lembu Donggala' yakni sop tulang kaki sapi khas Sulawesi Tengah khususnya di Palu Area. Disamping makanan, aku sering beli pisang sebagai buah wajib setiap hari.
Hari pertama dan kedua aku bersama istri selalu sarapan bubur ayam khas Jawa Barat, setelah itu nyobain bubur kacang ijo yang harganya dipatok 13 ribu & 5 ribu. Kedua jenis bubur tersebut enak rasanya pas dilidah. Lokasinya di sudut dekat perempatan tugu jam. Di dekat situ ada pasar yang banyak tukang jahit & bordir melayani jahit satuan atau jumlah banyak.
Di hari kedua aku ke AIR TERJUN PIALA, letaknya sekitar 8 kilometer dari Kota Luwuk. Aku bersama istri pakai dua ojek yang masing² kubayar 50 ribu (pp). Aku didrop dekat PLTD Hanga Hanga, lantas treking sejauh satu kilometer menuju air terjun. Pulangnya kutelepon ojek yang sama untuk menjemput kami. Menuju air terjun cuma ada aku berdua tidak ada pengunjung lain. Air Terjun Piala memang indah bertingkat tingkat & airnya deras. Meski indah kami tetap waspada hati² karena ada juga bagian jalan yang licin. Kuatir kalau ada apa² tidak ada yang menolong.
TO GORONTALO
Siangnya aku berencana ke GORONTALO dari Pelabuhan Ferry Pagimana. Ke Gorontalo tidak bisa langsung dari Luwuk tapi harus naik dari Pagimana yang jaraknya sekitar 70 Km. Aku ambil mobil seperti travel di halaman MASJID AGUNG LUWUK. Berangkat habis Shalat Ashar melalui jalan berliku & naik turun selama 2 jam. Sampai pelabuhan penyebrangan, FERRY MOINIT sudah stand bye menunggu penumpangnya. Harga tiket ke Gorontalo 70 ribu, berangkat pukul 20:00 & tiba di Gorontalo pukul 06:00. Ferry berangkat dari Pagimana setiap tanggal genap & sebaliknya dari Gorontalo setiap tanggal ganjil. Dari Luwuk libur setiap hari selasa.
Kami ambil BENTOR 'Becak Motor' kendaraan penumpang asli dari daerah Gorontalo menuju R7 Homestay (30 K). Sampai di homestay, gantian kali ini istriku yang drop karena mabuk di ferry & sedikit salah makan yang mengakibatkan diare. Mau ga mau harus istirahat di kamar ga bisa kemana². Sekitar 3 hari full diam di kamar sambil kusiapkan makanan, suplemen dan obat diare.
Masuk hari keempat di Gorontalo, alhamdulillah istri sudah sehat. Kami berdua mulai lagi eksplor Kota Gorontalo seperti ke Mall & makan sop kikil Bu Yumi yang luar biasa nikmatnya. Setelah itu geser ke cottage dekat DANAU LIMBOTO. Disitu ada cottage rumah kayu sangat sederhana tempat tidurnya berkelambu. Bener² sederhana seperti rumah² di pedesaan. Tapi lumayan juga harga kamarnya 200 K per malam plus dapat breakfast sederhana.
Ada kesempatan di sore hari menjelang maghrib, kami berjalan ke pinggiran Danau Limboto, masukan ke laundry kiloan lantas cari makan malam di sekitar situ. Esok paginya ke spot IKAN HIU PAUS di Botubarani dekat Pelabuhan Ferry Gorontalo. Ke lokasi aku sewa mobil (200 K pp) plus driver. Tiket masuknya cuma 5 ribu & sewa perahu 80 ribu kapasitas 5 orang. Kalau mau sewa ini itu masing² ada taripnya. Ketika berangkat ombak tepi pantai lumayan gede tapi akhirnya aku berdua sampai juga di titik pemunculan ikan paus. Dia muncul di sebelahku lalu ke dekat istriku. Mulutnya terbuka lebar, pada saat yang sama serta merta kutaburi udang² kecil ke mulutnya.
Beberapa ekor paus di sini ada namanya. Karena sudah dilatih bersahabat makanya bisa dikendalikan sedekat itu oleh Pak Perahu. Bahkan kita bisa snorkeling/diving di bawah permukaan laut berenang bersama paus. Tapi tetap saja dia itu hewan buas, kita harus tetap waspada. Pemandu bilang kalau badan lagi kurang fit jangan menyentuhnya kuatir dia membawa bakteri yang dapat menulari kita. Perlu waspada juga, jangan buru² pakai HP sebab pemunculan paus bisa tiba². Kalau kaget bukan tidak mungkin HP terlepas dari genggaman anda.
Begitulah sensasinya bermain² dengan paus di perairan Pantai Botubarani. Habis itu terpaksa ga lagi meneruskan pakai mobil sewaan dan meminta driver kembali ke cottage. Sebab rekan SMA ku mau menjemput di sini & mengajakku kemana aja yang kumau. Iya, dia itu sahabat lamaku pernah satu sekolah di Jakarta & bertemu di sini (Gorontalo) setelah beberapa puluh tahun tidak bertemu.
Senda gurau saling canda mengingat masa lalu di SMA bikin rindu ingin bertemu dengan teman & sahabat lainnya. Aku bersama istri hanya minta diantar ke
BENTENG OTAHANA yang menghadap ke Danau Limboto. Kami sama² membaca sejarahnya & kagum karena benteng ini masih berdiri kokoh di atas bukit. Pengunjung yang datang ke Benteng ini terbilang sangat sedikit. Apalagi warga Gorontalo, mungkin sudah bosan ke sini. Sesekali ada pengunjung kesitu tapi malah datang dari luar daerah seperti aku.
Tidak sampai disitu, sahabatku mentraktir makan siang di salah satu resto dekat Kota Limboto. Aku jadi sungkan juga malu² dijamu seperti itu. Setelah makan siang dia menawari untuk mengunjungi spot² wisata yang lain, diantaranya penutupan Festival Danau Limboto yang akan digelar nanti malam. Bahkan dia meminta kami agar mau menginap di rumahnya. Kami sama² mengerti walau hanya berjumpa beberapa jam saja tapi pertemuan ini memiliki kualitas yang sangat berarti. Akhirnya kami pamit dan minta ijin besok pagi mau lanjutkan perjalanan ke Manado dengan Bus Damri.
TO MANADO
Aku sudah booking tiketnya di Agen Bus Damri di Terminal Dungingi lewat HP. Kami minta naik dekat cottage-ku di Kota Limboto yang dilewati Bus Damri jalan poros Gorontalo - Manado. Ongkosnya 130 ribu dengan lama waktu perjalanan 10 jam. Bus Damri ini berangkatnya agak siang (07:00) dibandingkan bus² lainnya (05:00). Bus Damri ber-AC sedangkan yang lain tidak. Lumayan capek juga perjalanan ke Manado karena bus berjalan tidak terlalu kencang.
Masuk Terminal Malalayang Kota Manado sekitar maghrib. Dari situ langsung ambil angkot ke arah Pasar 45 (7 K). Angkotnya keren², kursinya satu² semua menghadap ke depan, full musik & bersih. Sedangkan hotelnya aku ambil HOTEL KAWANUA (185 K) letaknya tidak jauh dari Center point Km 0 dan dekat sekali dengan Kampung Kodo. Lumayan stay di sini karena setiap pagi ada kopi teh & kue².
Karena dekat Kampung Kodo, otomatis aku cari makannya di situ. Kampung ini mayoritas dihuni warga Muslim & di sini terkenal nasi kuningnya yang sering dibawa/dikirim kemana² dibungkus daun woka yang mirip daun kelapa muda. Nasi kuningnya memang top ditambah sambal & olahan ikan tuna. Untuk shalatnya, di kampung ini ada dua masjid besar yakni Masjid Raya Ahmad Yani & Masjid Al Awwabiyn, laundry, kulineran, mini market dan dilalui banyak angkutan umum.
Esok paginya kubuka GMaps cari "nasi kuning", diantaranya yang keluar adalah Nasi Kuning Om Bakri. Lumayan juga nyarinya masuk² gang di perkampungan yang padat di Kampung Kodo. Sekali dua kali kami makan di situ, merasa cocok akhirnya kami pesan menu lainnya untuk makan siang dan malam. Sebut saja misalnya ikan bakar baubara plus sambal rica rica & cah kangkung Manado. Sedangkan malamnya menu pallu mara & pepes ikan teri (nike). Meski baru beberapa hari makan di Om Bakri tapi kami merasa sudah seperti keluarga. Apalagi yang masak Bu Johra kakaknya Om Bakri, disamping pinter masak berbagai menu dia juga tau segalanya tentang Kota Manado dan sekitarnya. Jadi ga usah susah² kalau mau eksplor Manado aku selalu tanya padanya. Menjelang malam aku biasa beli apem yang dikasih gula aren cair & bubur kacang ijo untuk dibawa ke hotel.
Pagi hari berikutnya kami sudah bangun. Setelah ngopi kami buru² pakai angkot ke pangkalan taksi gelap di Wanea Plasa tujuan Tomohon. Begitu turun angkot trus ke taksi gelap, pas kami berdua naik, alhamdulillah taksi langsung berangkat. Ongkos sampai ke pusat Kota Tomohon 25 K dan waktu tempuhnya cuma 40 menit. Dari pusat kota pakai ojek lagi ke PASAR EKSTRIM TOMOHON (7 K).
Sekitar pukul 9 pagi pasar tradisional dan pasar ekstrem sudah dipenuhi orang berbelanja. Sayur mayur aneka buah²an berlimpah di pasar ini. Aku sempat membeli sebungkus plastik buah nanas yang sudah dikupas tinggal makan (10 K). Nah ini gong nya yakni ke Pasar Ekstrem. Sebelum masuk sudah ada kandang anjing, silakan pilih dan siap potong lalu dibakar. Pas masuk ke dalam tampak lebih ekstrim lagi ada ular sanca kembang besar tergantung dari atas sampai bawah. Berikutnya ada kalelawar (paniki), tikus, babi bahkan biasanya ada kucing juga. Semuanya dijajakan di atas meja. Ada yang sudah dibakar tinggal dibawa pulang atau mau dari awal dipotong, dibakarkan, dibersihkan bulu²nya & siap dibawa pulang juga bisa. Di sini, semua dilayani one stop service.
Di blok lain pasar ini ada khusus yang menjual sembako, sayur, ikan basah & ikan asap. Pasar ini tergolong besar sehingga semua kebutuhan tersedia di sini. Harga²nya juga lebih murah dibandingkan di kota² lain seperti Manado.
Mumpung lagi di Tomohon, trus lanjut dengan 2 ojek ke Danau Linau yang jaraknya sekitar 7 km dari Pasar Tomohon (50 K pp). Pengemudi ojek menunggu di depan pintu gerbang utama karena kami di danau tidak lebih dari satu jam. Tiket masuk per orang (30 K) & tiketnya bisa ditukar dengan secangkir teh atau kopi. Masuk ke lokasi dilarang membawa makanan & minuman.
Memang panorama Danau Linau sungguh menakjubkan. Warna airnya kehijauan. Bahkan katanya kalau pagi airnya ada tiga warna. Airnya tenang, panoramanya indah, semua tampak hijau menyegarkan. Ini seperti gambar² yang ada di kalender, indah² semuanya. Sudah cukup melihat panorama Danau Linau, cangkir kopi panas sudah kosong & cekrek... cekrek... trus balik ke Kota Tomohon. Aku minta diantar sampai pangkalan taksi gelap untuk kembali ke Manado.
Pesanan untuk makan siang sudah disiapkan oleh Om Bakri. Aku kabari dia kalau sebentar lagi akan sampai di rumahnya. Makan siang yang disajikan Om Bakri cocok betul di lidah sehingga ludes semuanya. Kami buru² balik ke hotel, berjalan kaki sambil memegangi perut yang kekenyangan.
Taruh laundry-an sudah, makan sudah, selanjutnya perlu istirahat untuk mengeksekusi rencana berikutnya yakni ke Bunaken. Meski hampir ga mungkin ke Bunaken karena Open Trip (OT) adanya hari sabtu. OT sudah jalan tadi pagi jadi kalau booking sekarang ya terlambat. Aku ga putus asa terus mencari info untuk OT di hari minggu. Syukurlah berhasil, besok pagi harus siap² stand bye di Marina sebelah Pirates Cafe. Di situ ada dermaga kecil untuk speed boat & kapal kayu bermotor kapasitas maksimum 15 orang. Aku dapat harga 200 K untuk OT ini, destinasinya ke Pulau Siladen & Bunaken. Seingatku ada 8 peserta yang ikut OT ini dari Bengkulu, Sorong, Jakarta & aku bersama istri.
Meski baru kenal di atas boat, kami semua sudah akrab menjalani trip ini bersama². Perahu meluncur di atas permukaan laut yang tenang. Dari kejauhan tampak GUNUNG MANADO TUA yang khas bentuknya. Kami sampai di Pulau Siladen menikmati pasir putihnya, bersantai sambil main ayunan dan berfoto pada spot yang bagus. Perahu beralih ke Dermaga Bunaken Baru yang lebih modern & unik bentuknya. Lantas ke warung² yang menjual kopi, pisang goreng plus sambal dan kelapa muda. Peserta yang lain siap ganti baju buat snorkeling/diving di lepas pantai Bunaken. Semua peserta ikut terjun ke laut sesukanya. Tampak ikannya banyak yang datang berkelompok berwarna warni memakan biskuit yang kutaburkan. Jeprat jepret pun sudah ditunaikan baik di dalam & di atas air. Sekitar pukul 3 an petang perahu tiba kembali di Manado & see U goodbye untuk semuanya sampai berjumpa lagi.
Dari dermaga kami berjalan kaki ke hotel melewati Center Point 0 Km. Alhamdulillah badan masih tetap fit, setelah istirahat sejenak menjelang maghrib kami naik angkot ke Malalayang. Dari situ jalan kaki ke Malalayang Beach Walk menyusuri trotoarnya yang lebar untuk melihat sunset & Gunung Manado Tua di waktu senja.
TO BITUNG
Hari ini adalah hari terakhir kami di Manado. Habis Dhuhur aku naik angkot dari depan hotel ke Terminal Paal2. Kami mau ke Bitung dengan bus mini dari terminal tersebut. Setengah jam menunggu penumpang penuh, bus pun berangkat menuju Bitung lewat jalan biasa bukan tol (20 K).
Aku terheran² melihat mewahnya Terminal Bus Bitung, benar² seperti bandara. Di bagian depan terminal tertulis "SI TOU TIMOU TUMOU TOU" yang artinya manusia hidup untuk memanusiakan orang lain. Dari terminal lanjut dengan angkot ke pusat Kota Bitung yang jaraknya sekitar 10 km (7 K). Aku minta turun di RedDoorz Plus @Bitung City Center Jl. 46 Lingkungan 2 Maesa. Aku stay di sini semalam saja. Alhamdulillah, meski lokasinya sedikit jauh di perbukitan tapi hotel ini rekomendit baik pelayanannya, kamarnya dan bersihnya ok. Di situ juga ada laundrynya dengan berbagai item service nya. Apalagi view nya sip benar, lihat dari jendela kamar atau dari lobby hotel. Kalau dari jendela kamar view nya Kota Bitung dengan pelabuhannya. Sedangkan dari lobby view nya adalah Gunung Klabat dan Gunung Dua Saodara.
Petang menjelang maghrib aku ke Dermaga Pertokoan Pateten. Tujuannya menyebrang ke Pulau Lembeh untuk melihat Monumen Trikora. Menyebrang ke Lembeh cuma 10 menitan, ongkosnya 5 ribu doang. Dari monumen ini panorama sunset-nya amazing banget. Apalagi kalau kawasan monumen ini dipoles lebih baik, semuanya bakal tambah apik, kinclong & hijau. Otomatis view sunset-nya akan berubah jadi super amazing. Sayang kalau kondisinya dibiarkan seperti itu, karena biar gimana juga ini adalah monumen untuk mengingatkan kalau pernah ada perjuangan Bangsa Indonesia melawan penjajah. Jika melihat monumen ini diharapkan jiwa tetap berkobar berjuang sesuai jamannya.
Kami tidak bisa berlama² di situ karena suasananya memang sepi lagian langit mulai gelap. Kami maghrib-an di salah satu masjid di perkampungan dekat Monumen Trikora. Setelah itu balik ke Bitung. Aku berdua sengaja jalan kaki mencari menu makan malam. Di GMaps tampak ada resto ikan bakar. Kelihatannya sih dekat, tapi kenyataannya jauh bener. Mau balik udah nanggung, akhirnya kuputuskan tetap lanjut ke TKP. Alhamdulillah akhirnya ketemu juga. Rasa lelah sudah lunas terbayar setelah menyantap hidangan ikan kakap, rica rica komplit dengan minumannya. Semuanya diolah pas di lidah sampai² semua ludes tanpa sisa.
Kembali ke hotel pakai dua ojek, karena malam² begini sudah ga ada angkot lagi. Angkot atau ojek ongkosnya rata² 7 K. Kenyang, ngantuk akhirnya tertidur pulas sampai Shubuh. Sejak di Gorontalo aku sudah beli tiket Kapal Pelni by online. Kami bakal naik KM Sinabung lagi sama seperti yang kami tumpangi dari Makassar ke Banggai. Keberangkatannya memang diundur sehari sehingga di Manado kami tambah stay sehari lagi.
TO TERNATE
Yah begitulah Kapal Pelni berangkatnya suka molor bisa sampai 1 hari. Tapi mau bilang apalagi adanya cuma itu. Sesuai jadwal rencana kapal akan berangkat pukul 12 siang. Dari jendela hotel tampak KM Sinabung sedang masuk mendekati pelabuhan, jadi aku santai aja. Mendekati waktu check out hotel, aku serahkan kunci kamar lalu bergegas ke pelabuhan dengan 2 ojek. Ternyata kapal berangkatnya pukul 3 petang karena kapten beserta keluarganya baru datang melewati tangga terakhir. Walah walah kita nunggu lama nih, ternyata nunggu Kapten toh. Otomatis tiba di Ternate jadi molor, semula diperkirakan pukul 22:00 jadi pukul 01:00.
Benar saja, Sinabung masuk Ternate Pukul 01:00. Kami buru² turun keluar dari kapal & cari makan sahur karena besok mau puasa Arafah. Beruntung, di luar pelabuhan ada penjual nasi kuning. Habis itu cari penginapan yang dekat aja karena ini sudah dini hari. Alhamdulillah ada penginapan yang masih buka, tapi kamarnya kurang ok juga rate nya kemahalan. Apa boleh buat kuambil aja sebab mata sudah ngantuk. Besoknya bisa cari yang lebih bagus dengan harga yang ekonomis.
Esok paginya blusukan ke Pasar Kota Baru. Pasar ini tampak ramai mungkin besok Idul Adha. Iya benar, tampak selongsongan ketupat ada dimana². Senang bisa ke pasar ini semua yang dijual fresh, lengkap dan murah. Sebagai contoh buah salak di sini sekilo cuma 5 ribu. Ikan² segar juga begitu murahnya. Habis itu lanjut ke TAMAN KOTA TERNATE di tepi pantai yang pemandangannya indah. Akhirnya dengan angkot kami menuju Bastiong dapat penginapan baru Sixtyfour64 (200 K) bersih & ekonomis pokoknya worth it lah meski berada di tengah² perkampungan.
Stay di sini ini dekat Pasar Bastiong yang lengkap, kulineran, masjid, pangkalan ojek, terminal angkot & dermaga speed boat ke Tidore. Rata² harga ojek untuk dalam kota mulai dari 7 K sedangkan angkot 10 K.
Kota Ternate tentu punya riwayat sejarahnya sendiri tentang kesultanan, penjajahan, tradisi/budaya, sumber alam & kehidupan warganya setelah kemerdekaan hingga kini. Kalau diperhatikan Ternate itu mirip tumpeng di atas tampah. Gunung Gamalama sebagai tumpengnya & jalanan yang mengelilinginya adalah tampahnya. Kalau berangkat dari titik A jalan mengelilingi pulau maka bakal kembali lagi ke A. Itulah Pulau Ternate yang biasa orang menyebutnya 'Ternate' saja.
Kami shalat Idul Adha di MASJID NURUL FATTAH masih di sekitaran Bastiong. Suasana Idul Adha sangat terasa, semaraknya berbeda dengan di Jawa. Di Ternate Idul Adha ramainya seperti Idul Fitri. Orang jualan hampir tutup semuanya dua sampai tiga hari. Ada tradisi saling mengunjungi tetangga dan saudara sambil membawa masakan sendiri. Hal ini dilakukan pada semua usia anak², tua & muda. Saling bermaafan juga menjadi tradisi pada saat 'Lebaran Haji' ini.
Makanan yang dijual sepanjang hari adalah nasi kuning, kalau ada lalapan pasti orang Jawa yang jual. Kemudian ikan bakar, pisang mulut bebek & singkong rebus santan atau kasbi. Sebagai bagian dari orang Maluku tentu popeda & kuah ikan seperti pallu mara menjadi makanan favorit sehari². Kalo soal makan nasi kuning dalam perjalanan ini kami sudah 'blenger' yang berarti puas mendekati bosan. Begitu juga dengan Coto Makassar ketika di Sulawesi. Minumannya ketika di Manado & Ternate ini kami sering minum ES BRENEBON yakni es kacang merah ditaburi kacang tanah kupas. Harganya bervariasi mulai 7 K - 15 K.
Menelusuri Kota Ternate sangat mengasyikan, pantainya apik² dengan panorama yang masih asli berada di sepanjang jalan pinggiran kota antara lain Taman Kota Ternate, Pantai Falujawa, Taman I Love Ternate atau Taman Nukila & spot di luar kotanya masih banyak lagi yang indah².
Masjidnya yang menjorok ke laut juga bagus, MASJID AL MUNAWARR namanya. Masjid ini memiliki beberapa payung raksasa mirip di Masjid Nabawi Kota Madinah. Di pusat kota terdapat Keraton/Kedaton Kesultanan Ternate, Benteng Kalamata, Benteng Oranye, Benteng Tolukko & beberapa jenis pelabuhan yang unik.
Karena lahannya sempit & pembangunannya jomplang menghadap ke Tidore dan Maitara saja. Sehingga yang ramai & padat hanya di sisi timur saja. Sedangkan sisi yang lain masih longgar karena kuatir kalau Gunung Gamalama erupsi sering mengarah ke sana. Di kota sudah krowdit, bangunan banyak yang bertingkat karena tidak ada lahan lagi untuk membangun ke samping. Bahkan bangunan² baru mengarah ke kaki Gunung Gamalama bagian timur. Pada saat cuaca cerah tidak berawan atau di malam hari tampak cahaya lampu² dari perkampungan baru di kaki Gunung Gamalama. Bukan itu saja, Ternate sering macet karena banyaknya kendaraan. Sepeda motor & ojek ada dimana², kita tidak bisa membedakan pengendara biasa atau driver ojek karena saking banyaknya mirip seperti di Kota Ho Chi Minh Vietnam sana. Di Ternate tidak ada bentor karena lahannya sempit & kontur jalannya naik turun.
TO TIDORE
Kami harus bergeser ke Tidore dengan speed boat dari Dermaga Speed Bastiong. Kapasitas speed sekitar 8 penumpang, per orang ongkosnya 15 K. Menyebrang ke Tidore cuma sekejap saja sekitar 15 menitan. Tibanya di DERMAGA RUM. Kami stay di HOMESTAY BALIBUNGA tidak jauh dari dermaga. Semula owner memberi harga 250 K tapi aku nego jadi 200 K. "Tapi check outnya jangan sampai siang ya Pak". Siap jawabku.
Sebenarnya mau menginap di tidore atau di Ternate ga jadi masalah, karena dekat bisa (pp) kok. Kami menginap di Tidore hanya ingin tau suasana sepanjang hari & malamnya seperti apa. Memang sangat banyak warga yang (pp) Ke Ternate/Tidore, ada yang tanpa kendaraan dan ada yang pakai sepeda motor bahkan mobil. Mereka ke sana untuk bekerja/berbelanja untuk kebutuhan sehari² atau berjualan. Kalau penumpang biasa bisa langsung pakai speed. Sedangkan kalau pake Sepeda motor ada perahunya tersendiri & kalau pakai mobil dengan ferry yang lokasinya bersebelahan dengan speed/perahu kayu untuk sepeda motor. Ada juga sepeda motornya dititipkan di penitipan dekat pelabuhan.
Cari makanan di sekitar Dermaga Rum yang sesuai selera agak sulit ditemukan. Mau ga mau malam itu yang tersisa cuma bakso. Penjualnya asal Solo yang merantau di Tidore sudah beberapa puluh tahun. Aku mengoptimalkan waktu untuk menjelajahi PULAU MAITARA. Menyebrang dari Rum cuma 5 K, perahu kayu bermotor hanya berjalan sekitar 5 menitan. Sepeda motor bisa naik di atas atap perahu kayu bermotor ini, karena atapnya sejajar rata dengan lantai dermaga. Pulau Maitara yang berpenghuni amat indah panoramanya, bisa untuk berenang & snorkeling di pantainya. Di situ ada beberapa cottage yang menjorok ke pantai. Di dermaga selalu ada bentor yang akan mengantar kita sampai ke spot wisata. Dari sini tampak jelas Kota Ternate, Tidore & sunset menjelang maghrib. Meski tergolong sepi, tapi keberadaan bentor ikut meramaikan suasana desa karena bentuk & warnanya apik² plus musiknya yang selalu menggelegar.
Aku sempatkan ngopi & menikmati kelapa muda sambil duduk² bercengkerama bersama istri di pinggir pantai. Membicarakan anak cucu, mengingat masa lalu & keluarga. Cuma sebentar saja kami di Maitara, menjelang maghrib kami balik ke Tidore yang jaraknya cuma setegukan minum kopi aja.
Esok paginya buru² ke terminal di depan Dermaga Rum cari sarapan. Lagi² ketemu Wong Solo yang berjualan di situ & satu²nya kedai yang baru buka. Lantas bersantai sejenak di
TAMAN PANTAI BALIBUNGA trus pakai angkot ke
SOASIU pusat Kota Tidore (20 K). Di sini ada Keraton Kesultanan Tidore yang berarsitektur indah & masih berdiri kokoh dengan background gunung & dihadapannya view hamparan laut biru.
Makan siangnya di pinggiran pantai dekat dermaga speed boat. Semula aku ingin ke Sofifi lewat ternate pakai speed atau ferry. Tapi daripada bolak balik Soasiu Tidore Ternate, maka kuputuskan ke Sofifi lewat Soasiu saja karena lebih simpel, lebih dekat dan lebih murah. Tapi sayang backpack kami masih kutitip di Rum. Agar lebih ekonomis, aku sendiri yang ke Rum ambil backpack, sedangkan istriku menunggu di masjid Soasiu sambil sholat di situ.
TO SOFIFI
Perjalanan ke Rum (pp) berjalan lancar & berjumpa lagi dengan istriku yang sudah menanti kedatanganku dari Rum. Selanjutnya geser ke Dermaga Speed untuk reservasi dan menunggu satu jam an sampai penumpangnya cukup menuju SOFIFI. Satu persatu calon penumpang berdatangan, menunggu sampai jumlah penumpang 16 orang. Cus, speed boat meluncur ke Sofifi dengan aman, ombak pun biasa² aja selama 35 menit di laut (50 K). Akhirnya sampai juga di pulau yang baru aku injak, HALMAHERA.
Dengan bentor kami meluncur ke PENGINAPAN YUSMAR (20 K) yang jaraknya tidak terlalu jauh dari Pelabuhan Speed Boat Sofifi. Penginapannya sangat biasa aja tapi per malam 250 K. Tidak ada pelayanan yang istimewa untuk harga segitu. Yah, cuma 'numpang merebahkan kepala' semalam di situ.
Menjelang maghrib kami ke taman kuliner dekat bundaran Sofifi yang ada bola dunianya bertuliskan Maluku Utara. Sederetan kedai² bertenda jualannya hampir sama, pisang goreng mulut bebek, mie & aneka es termasuk kelapa muda. Karena dekat dengan MASJID RAYA SHAFUL KHAIRAAT, tentu harus kesana dong untuk sujud pada Allah SWT. Bangunan² di sekitar sini semuanya baru termasuk jalan kembarnya, karena Sofifi adalah Ibukota Provinsi Maluku Utara yang terus dikembangkan.
Jalannya lebar² tapi semua masih sepi belum mencerminkan sebuah Ibukota Provinsi. Kelihatan ramai hanya pada titik² tertentu saja. Makanan sehari² yang dijual ya itu nasi kuning lagi nasi kuning lagi. Harga seporsi nasi kuning rata² harganya 10-15 K. Sedangkan lalapan, Coto Makassar, ikan bakar rata² harganya 35-50 K. Hampir semua 'makanan jadi' mulai dari Manado, Bitung, Ternate & Halmahera harganya 2X sampai 3X lipat dari harga di Jawa. Dalam perjalanan ini kami harus pinter² menyiasati agar harganya sedikit miring, misalnya kalau sarapan pagi sudah pakai telur ya makan siang & malamnya ga usah pakai telur. Dan minumnya biasa aja, karena hampir semua di tempat makan sudah tersedia air putih, tinggal tuang aja dari ceret ke dalam gelas itu FREE.
TO TOBELO
Esok paginya kami check out, dengan bentor menuju terminal di depan Dermaga Sofifi. Aku ga masuk sampai ke dekat dermaga, sebab di situ tempat ngumpulnya driver dan 'calo' mobil ke Tobelo & Weda. Yang kutau, ongkos ke Tobelo rata² mereka minta 200 K. Aku sengaja hanya berjalan sampai di parkiran luar & kebetulan ada Om driver yang sedang menurunkan barang. Kuhampiri dia & bertanya, Om ini mau ke Tobelo. "Iya, berapa orang ?" tanyanya. Dua Om, kasih murah ya Om. "Ya sudah kita kasih 150 K per orang". Sambil keheranan ga percaya, biasa 200 K ini malah dapat 150 K. "Tunggu sebentar ya ! Om mau antar barang ini ke speed" Ok Om kami tunggu di dalam mobil aja (supaya ga terlihat driver² lain yang lagi ngumpul).
Om driver sudah kembali & bilang, "Ayo kita berangkat". Aku tambah kaget cuma aku dan istri penumpangnya. Mobil Innova yang masih baru meluncur meninggalkan Sofifi menuju Tobelo. Ternyata Om Driver tadi shubuh mengantar 5 orang penumpang dari Galela (dekat Tobelo) ke Pelabuhan Speed Boat Sofifi. Jadi Om driver mau segera balik ke Galela, beruntung baliknya ada 2 penumpang ya kami ini sehingga ongkos dikasih murah. Alhamdulillah rezeki.
Tiga setengah jam ban mobil menggelinding di jalanan Halmahera melewati pinggiran pantai & ribuan pohon kelapa di kiri kanan jalan sampai ke Tobelo. Kami hanya istirahat sebentar di rumah makan tempat driver² mobil travel biasa makan ngopi. Tiba di pusat Kota Tobelo aku stay di penginapan kecil yang lokasinya tidak jauh dari Pelabuhan Tobelo. Ada kejadian yang menggelitik hati ketika aku mau menginap di situ. Ibu, kamar ini berapa taripnya, tanyaku. "Yang ini cuma 100 ribu, tapi pakai kipas angin & kamar mandi di dalam. Kalau yang pakai AC 200 ribu." Kamarnya yang mana Bu, saya mau lihat ? tanyaku lagi. "Ya ini kamarnya, nanti saya kasih remote AC nya (yang dipegangnya). Aku mau ketawa tapi takut beliau tersinggung. Hampir aja aku gagal paham, loading... tapi keburu normal lagi. Ok Bu Siap saya ambil yang 100 aja pakai kipas.
Pada saat malam mau tidur, aku nyalakan kipas angin. Wah kok gini, kamar tetap panas & ga karuan suasananya. Aku periksa kondisi kamar, ternyata ventilasinya tertutup rapat semua. Pantes aja ga ada udara yang bersirkulasi. Aku sempat berpikiran jelek, mungkin aja sengaja dibikin begitu supaya setiap tamunya minta pakai AC, otomatis tambah 100 ribu lagi. Tapi aku putuskan tetap pakai kipas angin aja.
Aku tidak bermaksud jahat tapi semata mata hanya mengikuti kemajuan teknologi. Aku cari aplikasi remote AC universal di HP. Aku download, setelah itu aku klik tapi selalu gagal meski pakai aplikasi yang berbeda. Tak pantang menyerah, aku matikan lampu kamar dan perhatikan ke arah AC. Ternyata ada lampu led menyala berwarna merah. Akhirnya kucoba sekali lagi sambil mengarahkan hp ke lampu led, & cling AC menyala. Lantas kuatur suhu & lainnya trus tidur pulas sampai shubuh. Terimakasih teknologi... jadi hemat 100 ribu. Maafkan kami Bu yang nakal ini, kirain kamar ber AC bukan yang ini.
Tadi siang coba browsing di GMaps cari Coto Makassar. Ternyata ga jauh dari penginapan. Habis dari situ cukur rambut pas di depan warung coto. Kalau di Malang cukur seperti itu hanya 10 ribuan atau paling mahal 15 ribu. Tapi di sini minimal 30 ribu bahkan sampai 50 ribu.
Tadi sore menjelang maghrib kami ke Pelabuhan Tobelo. Di dekat situ ada perahu yang lagi mangkal, mereka biasanya ke pulau² kecil di seberangnya. Aku minta ke adik perahu untuk mengantarkan ke PULAU TULANG & PULAU KUMO. Aku kasih dia 50 K (pp). Di Pulau Kumo cuma sebentar aja melihat warga yang sedang berenang di pinggir pantai. Setelah itu pindah ke Pulau Tulang yang ukurannya hanya sebesar lapangan voli. Di situ spot nya bagus untuk view laut & sunset. Banyak warga lokal yang berenang di sini. Sedangkan kami & adik perahu kuajak ngopi & makan pisang mulut bebek khas Maluku Utara. Di pulau ini ada tulisan besar berwarna merah 'TOBELO CITY'. Menjelang adzan maghrib kami balik ke dermaga & dengan bentor ke masjid terdekat buat maghrib-an. Naik bentor di Ternate, Sofifi, Tobelo atau Morotai ongkosnya dihitung per orang. Kalau setiap hari naik bentor lumayan juga duit jadi banyak keluar.
TO MOROTAI
Pagi itu kami harus buru² ke Pelabuhan Ferry Gorua. Ke sana sepagi ini adanya cuma bentor. Ongkosnya 40 K berdua. Perlu waktu 25 menit ke Gorua. Semua calon penumpang ferry tujuan Morotai harus beli tiket dulu di loket dan mengisi manifes penumpang nama, alamat & umur. Harga tiket Tobelo-Morotai 44 K + 2.5 K, total jadi 46.5 K.
Pagi itu ferry penumpangnya padat kursi full & banyak yang duduk/tidur di lantai. Ferry mengarungi laut selama 3.5 jam & merapat di Dermaga Pelabuhan Faruba. Dari situ kami dengan bentor (30 K) menuju Losmen Marina Putri yang tidak jauh dari Taman Morotai Daloha. Meski sederhana aku senang stay di sini karena bersih, kamarnya luas begitu juga kamar mandinya gede amat, AC, dapat teh kopi & owner nya ramah (200 K).
Sampai di Morotai aku mulai berusaha mengenalinya. Ke Army Dock, Pelabuhan ferry, pelabuhan kapal, pelabuhan speed boat, dermaga kecil antar pulau, Taman Morotai Daloha, Monumen Trikora, Monumen Morotai Study & Sport Center, Pulau Zum Zum, Pulau Dodola Kecil/Besar & mencicipi kulinerannya.
Morotai memiliki jalanan yang lebar² namun sepi. Begitu juga bangunan² barunya cukup besar tapi belum optimal dimanfaatkan. Tentang jalanan kondisinya hampir sama seperti di Ternate, Tidore & Halmahera semuanya mulus. Tentang cuaca panasnya, Morotai juaranya. Tobelo aja udah panas apalagi Morotai, bener bener juara.
Sebelum ke Pulau Dodola, aku survey tipis² ke dermaga perahu antar pulau di Morotai. Tanya² sewa perahu berapa kisaran harganya. Ada yang minta (pp) hoping 3 islands harganya satu juta dll. Tapi alhamdulillah esok paginya aku dapat harga 350 K (pp) ke 2 pulau, Dodola Kecil/Besar & Pulau Zum Zum. Ini murah banget karena rata² termurah yang kubaca dari beberapa tulisan di internet adalah 500 K. Sebetulnya ada kapal ferry kecil milik Dephub taripnya 50 K, transit di Kolorai lalu ke Dodola (pp). Namun sayang beroperasinya hanya hari Sabtu & Minggu karena di hari² kerja sepi penumpang. Usut punya usut dikasih harga murah karena Abang Perahu sedang mendaftarkan anaknya di Morotai bersama ibunya. Mereka rumahnya di pulau sebelah yakni Pulau Kolorai. Kalau nanti urusan pendaftaran selesai, mereka akan segera kembali ke Kolorai. Pas dia sedang menunggu kebetulan kami datang mau ke Dodola. Ya Win Win jadinya.
Pertama ke Dodola dengan membawa bekal roti², tumbler thermos berisi teh panas & air mineral. Aku berbagi dengan Abang perahu. Sekitar 30 menitan kami sudah tiba di Dodola. Alhamdulillah cuaca bagus dengan gelombang kecil. Di situ belum ada pengunjung satu pun kecuali aku bersama istri. Ya sudah gpp aku mulai lanjutkan menelusuri Dodola Besar setelah itu ke Dodola Kecil.
Deburan ombak sepagi ini belum juga memisahkan dua pulau, Dodola Kecil & Dodola Besar karena belum waktunya. Kalau waktunya telah tiba semua tidak kuasa mampu menghalanginya, keduanya akan menyatu disatukan oleh hamparan pasir putih yang menakjubkan. Begitu juga sebaliknya, kalau waktunya tiba keduanya akan terpisah kembali oleh air laut yang mulai meninggi & menenggelamkan hamparan pasir putih. Tenggelam sampai waktunya tiba kedua pulau akan bersatu lagi.
Itulah hikmah perjalanan kami ke Pulau Dodola Kecil & Dodola Besar di Morotai - Provinsi Maluku Utara. Kehidupan ada pasang surutnya yang harus diterima & tetap disyukuri. Perjalanan ini dilakukan hanya oleh sepasang suami istri. Keduanya tidak mungkin terbebas dari masalah kehidupan pasang, surut dan riak gelombang laut silih berganti. Tanpa ikut campur orang lain kita jalani bersama di awal pagi yang penuh taburan rizky mengeksplor keindahan Dodola.
Morotai, pulau kecil paling utara Indonesia is the hidden paradise the east Indonesia. Saat itu antara Dodola Besar dengan Dodola Kecil airnya baru surut setengahnya tapi bagian lain sudah ada yang tampak pasirnya. Kami tetap melewatinya karena yang paling dalam cuma sedengkul saja. Pelan² berjalan di atas pasir putih bersih, hanya suara desiran ombak yang terdengar. Kami disitu cuma berdua seakan akan pulau itu milik pribadi. Aku sangat terkesan bersantai² di pulau kecil ini duduk² di kursi, menyantap bekal sambil menyeruput teh panas, memandang jauh luasnya laut biru di depan. Lalu sesekali main ayunan & mengabadikan spot² indah Dodola.
Aku pikir sudah cukup menikmati keindahan dua pulau kecil berpasir putih ini. Aku mendorong perahu dari pasir ke laut bersama Si Abang trus lanjut ke Pulau Zum Zum Mac Arthur Island yang penuh sejarah tentang Perang Dunia II. Arah perahu ke arah pulang. Di pulau ini sama seperti di pulau Dodola, di situ cuma ada aku berdua.
Sejarahnya begini, sekitar tahun 1945 seribuan tentara sekutu tiba di Pulau Morotai. Pemimpinnya adalah Jenderal Douglas MacArthur yang berhasil merebut pulau Morotai dari tangan pasukan Jepang. MacArthur membangun Morotai sebagai pangkalan militer lengkap dengan landasan pesawat & rumah sakit besar. Tujuannya untuk membebaskan wilayah Filipina dan Kalimantan Timur dari invasi tentara Jepang selama Perang Dunia II. Beliau diam² menghabiskan masa hidupnya di sebuah pulau di dekat Daruba, yakni Pulau Zum-zum. Oleh sebab itu Pulau Zum-zum ini juga disebut MacArthur Island.
Di Pulau ini dibangun patung Douglas MacArthur dan di bawahnya tertulis slogannya “I Shall Return”. Patung Douglas MacArthur saat ini menjadi saksi bisu di Pulau Zum Zum dalam menyusun strategi menaklukan daerah yang diduduki tentara Jepang selama perang di Kawasan Pasifik. Kini pulau ini benar² sepi karena pengunjungnya sedikit sekali. Namun begitu, menurut penuturan Abang Perahu di sekitar Patung Douglas MacArthur selalu dibersihkan secara bergiliran oleh warga pulau² sekitarnya.
Pada saat kembali pulang ke dermaga, aku lihat dari kejauhan ada kapal tujuan Ternate merapat di Pelabuhan. Setelah aku konfirm pada Abang Perahu, "Iya benar itu kapal Queen Mary yang sebentar malam ke Ternate." Semula kami akan ke Ternate lusa, menginap di Marina Putri dua malam. Tapi karena ada kapal, rencana jadi berubah. Ingin pulang malam nanti dengan kapal itu yang berangkat pukul 8 malam.
Setelah tiba di penginapan aku bilang pada owner Marina Putri jika stay hanya sampai pukul 6 sore kami harus bayar berapa ? Dia bilang, "Seratus aja Pak." Ok siap langsung kubayar. Habis eksplor Dodola & Zum Zum perlu istirahat sejenak agar sebentar sore bisa fresh untuk keliling Morotai dengan bentornya Abang Iki. Menjelang berangkat ke Ternate kami sempatkan cicipi beberapa kulineran warga lokal.
BACK TO TERNATE
Tak terasa waktu terus berjalan sehingga perjalanan kami di Morotai berakhir juga. Abang Iki mengantar kami sampai di loket pembelian tiket Kapal Queen Mary yang ada di dalam pelabuhan. Harga tiket ke Ternate 215 K plus sewa kamar mungil 350 K berdua. Kami langsung naik kapal menunggu sampai kapal berangkat pukul 9 malam. KM Queen Mary akan mampir di Pelabuhan Dama Pulau Doi Halmahera sebelum melanjutkan perjalanannya ke Ternate.
Kadang² aku lupa kalau traveling ke sini itu ada perbedaan waktunya +2 jam dengan Jawa (WIB). Sehingga misalnya di sini pukul 6 pagi, berarti di Jawa masih shubuh. Kalau aku telepon pukul 2 siang Hari Jumat berarti di Jawa orang² masih Jumatan. Makanya perlu lihat² waktu agar sama² enak dalam berkomunikasi.
Cuma semaleman aja kami di atas KM Queen Mary, lewat shubuh sedikit sudah tiba di Pelabuhan Dufa Dufa Ternate. Aku berdua keluar gerbang pelabuhan menuju arah pasar, Benteng Tolukko, Ake Ga'ale & Masjid Al Awwabin akhirnya ketemu juga RISWAN HOMESTAY yang baru aja ku-browsing di GMaps. Alhamdulillah homestay nya rekomendit semuanya (225 K). Kami balik ke Ternate lagi karena penjelajahan belum selesai, kami masih perlu dua hari lagi sebelum kembali ke Surabaya lewat Bandara Sultan Baabullah.
Aku dipinjami sepeda motor jadoel oleh Abang Riswan owner homestay. Itu aku yang minta sendiri karena hanya sepeda motor manual yang kubisa bukan matic. Kesempatan ini kugunakan untuk mengelilingi Pulau Ternate. Kalau mengelilingi pulau ini tanpa henti perlu 40 menitan aja. Tapi aku kelilingnya sambil mampir² ke spot wisata yang ada di sepanjang jalan. Mulai dari Benteng Tolukku, Bandara Sultan Baabullah, Batu Angus, Danau Tolire, Danau Ngade melihat view dari atasnya seperti gambar yang ada di uang kertas seribuan & berakhir menikmati ikan bakar di dekat Pelabuhan Bastiong.
Hari terakhir di Ternate aku bersama istri beli gula aren yang dibungkus daun kering & sagu di Pasar Dufa Dufa. Trus beli oleh² di PAKESANG yang menjual kopi rempah, kenari & Aer Guraka (minuman khas Ternate racikan gula aren+jahe merah+kayu manis & daun pandan). Siangnya, Jumatan di Masjid Agung Al Munawarr bareng Abang Riswan. Lalu Abang Riswan mengantarkan kami ke Bandara Sultan Baabullah untuk terbang ke Surabaya (transit di Makassar), akhirnya bertemu kembali dengan anak & cucuku di Malang.
Alhamdulillah Ya Allah atas nikmatmu yang Engkau berikan pada kami sekeluarga.
Kalau harus mengulangi lagi trip ini mungkin aku ga sanggup & belum tentu mau. Membayangkan perjalanan dari awal sampai akhir memang berat² sedap. Wkwkwk
Perjalanan : 34 hari
Provinsi : 5 (Sulawesi Selatan/Tengah/Utara, Gorontalo & Malut)
Masjid 24 Unit; Hotel/Homestay/Guest House 16 Unit; Laundry 10X
I ❤️ Beautiful Indonesia
Copyright@by RUSDI ZULKARNAIN
email : alsatopass@gmail.com