BERAMAL LEWAT TULISAN

Wednesday, 24 September 2025

MELIHAT JAWA DARI NATUNA, DUA DUNIA DALAM SATU INDONESIA

SURABAYA - NATUNA

Dalam penjelajahan ke Natuna aku pakai Kapal Pelni KM Bukit Raya, aku sama sekali belum pernah naik kapal ini dan juga belum pernah ke Natuna. Penjelajahan ini dimaksudkan hanya untuk melihat Jawa dari Natuna. Menggambarkan kontras dan hubungan antara kehidupan di kedua pulau.

Berawal dari Surabaya aku bersama istri menuju Pulau Serasan yakni sebuah pulau terpencil di Kepulauan Natuna. Ke Serasan KM Bukit Raya transit sekali di Pontianak selama 2 jam. Sedangkan lama perjalanan dari Surabaya ke Serasan selama 2 hari 15 jam.

KM Bukit Raya melayani pelayaran dari Tanjung Perak (Surabaya) ato Tanjung Priok (Jakarta) ke Natuna secara bergantian dua minggu sekali. Untuk detailnya harus rajin melihat jadwal resmi yang dikeluarkan Pelni. Dari Surabaya kapal ini akan menyinggahi Pontianak, Serasan, Midai, Natuna, Letung Anambas, Kijang Pulau Bintan, Tarempa Pulau Siantan Anambas, Belinyu Pulau Bangka dan Tanjung Priok (pp).

Setiap pulau yang disinggahi KM Bukit Raya ini memiliki panorama dan keunggulan keindahan alam masing². Panorama alamnya masih original, kulinernya lezat² dan keramahan masyarakatnya merupakan salah satu budaya yang terjaga sampai saat ini.


SIAP-SIAP DULU

Aku beli tiket online sehari sebelum berangkat. Biasanya tiket kapal Pelni apa pun kalau belinya seminggu sebelum berangkat biasanya sudah habis. Tapi tumben, kali ini tiket masih ada. Benar saja, pas masuk ke atas kapal penumpangnya sedikit sekali, semua tampak lengang. Kondisi seperti ini bikin hati merasa senang karena suasananya ga sesak krowdit seperti biasa. Hanya di deck 4 & 5 saja yang full bed, sedangkan di deck 3 benar² longgar. Tidak ada satupun penumpang yang non seat, semua dapat tempat tidur.

Meski KM Bukit Raya ukurannya tidak begitu besar seperti KM Tidar, Labobar, Dorolonda atau KM Gunung Dempo namun kapal yang sudah berusia 31 tahun ini kondisinya masih baik dan bersih. Inilah satu²nya kapal "besar" yang melayani dari/ke wilayah Natuna dari wilayah Jawa.

Hampir semua kapal Pelni pernah kunaiki, hanya beberapa aja yang belum. Aku sangat senang berkelana dengan kapal laut karena bisa leluasa ngobrol tentang pengalaman hidup, tukar pikiran, saling bercanda, saling dapat inspirasi baru ato bahkan saling menasehati dengan penumpang lain. Aku sempat berkenalan dengan Pak Mangun yang sudah beberapa puluh tahun menetap di Batubi Natuna. Dia memiliki beberapa hektar lahan yang ditanami sayuran, durian dan alpokat. Dia tinggal di daerah trans "SP-1". Alhamdulillah aku banyak dapat informasi darinya tentang daerah Natuna dan sekitarnya. Sedangkan istriku dapat kenalan baru bertemu ketika sholat di mushola kapal. Namanya Ibu Ijah yang juga tinggal di Natuna. Beliau sangat baik, memberi tau banyak tentang Kepulauan Natuna karena beliau orang lapangan. Bahkan beliau menawarkan untuk tinggal di rumahnya dan siap mengantar ke mana². "Pokoknya kalau perlu apa² selama di Natuna harap hubungi saya", begitu pintanya. Masih banyak kebaikan² lain yang kami dapat selama perjalanan ini.

Ga kerasa KM Bukit Raya sudah mau tiba di Pelabuhan Pontianak Kalimantan Barat. Pelabuhannya masuk dari muara Sungai Kapuas. Merapat ke/dari dermaga pelabuhan tergantung pada ketinggian air laut. Kalau airnya pasang sih oke² aja, tapi kalau lagi surut itu yang jadi masalah. Kedatangan dan Keberangkatan kapal bisa tertunda. Kondisi ini hampir sama seperti Pelabuhan Merauke dan Banjarmasin.


​JELAJAH SURGA TERSEMBUNYI DI UJUNG NATUNA, PESONA PULAU SERASAN

Setelah transit dua jam di Pontianak, KM Bukit Raya melanjutkan pelayarannya menuju Pulau Serasan, salah satu destinasi tersembunyi di Kepulauan Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. Meskipun letaknya terpencil, pulau ini menawarkan kekayaan alam dan budaya yang memukau.

Dari pelabuhan aku ambil ojek motor (20K) yang dibawa oleh Pak Moh. Istriku menjadi orang pertama yang diantar ke penginapan. Menunggu Pak Moh balik, kini giliranku yang diantar. Aku menginap di hotel sederhana bertarip 120K (AC, kamar mandi luar). Karena sudah istirahat sangat cukup di Bukit Raya, aku cuma mandi di penginapan. Lantas istri ke masjid ikut acara maulidan yang diadakan sangat meriah plus menikmati kulineran tradisional buatan masyarakat desa. Sedangkan aku cari sewaan motor milik warga setempat, sehari 75K. "Nanti kembalikannya taruh di pelabuhan aja, biar bapak besok ga usah naik ojek lagi kesana", pemilik motor bilang gitu.

Aku bersama istri ​menuju salah satu destinasi yang memiliki daya tarik utama yakni Pantai Sisi, yang dikenal sebagai salah satu pantai terindah di Natuna. Pantai ini memiliki garis pantai yang panjang dengan hamparan pasir putih yang berkilauan dan air laut jernih yang bergradasi warna. Sambil menikmati pemandangan ombak dan matahari terbenam yang memukau, kami bersantai sambil menyantap kelapa muda dan pisang goreng. Pantai ini juga sangat cocok untuk berenang atau snorkeling karena keindahan bawah lautnya yang menakjubkan.


Tak jauh dari situ, kita bisa menyeberang ke Pulau Karang Aji menggunakan kapal pompong selama 30 menit. Pulau ini juga menawarkan pasir putih yang bersih dan air laut yang bening, sangat ideal untuk kegiatan snorkeling.

Selanjutnya, ada Goa Lubang Hidung yang unik karena bentuknya memang menyerupai lubang hidung. Terletak di tepi laut dan diapit tebing batu yang tinggi, gua ini menawarkan pemandangan langsung ke lautan lepas. Saat air laut surut, kita bisa menjelajahi gua ini lebih dalam dan mengagumi formasi bebatuan yang beragam.

​Di dekat pelabuhan, berdiri megah Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Serasan. Sebagai pulau perbatasan, bangunan ini tidak hanya berfungsi sebagai gerbang perbatasan tetapi juga simbol kedaulatan Indonesia. Dengan arsitektur yang unik dan patung Presiden Soekarno, PLBN ini menjadi spot foto yang menarik, meskipun fungsinya saat ini belum sepenuhnya optimal.

​Terakhir, kunjungi Pantai Mentebung yang menawarkan pemandangan berbeda. Pantai ini dipenuhi batu² besar yang dikelilingi oleh pohon kelapa dan aliran sungai kecil yang bermuara ke laut. Suasananya teduh menjadikannya tempat nyaman untuk bersantai.

Selain keindahan alamnya, Pulau Serasan juga kaya akan tradisi budaya Melayu yang kental dan kerajinan tangan khas, seperti tikar pandan dengan motif bunga cengkeh. Namun, perlu diingat, transportasi ke/dari pulau ini sangat terbatas tidak setiap hari kapal ada. Jangan lupa beli makanan produk coklat dan susu asal Malaysia. Barang² ini banyak di Serasan karena lautnya tidak jauh ke wilayah Serawak. Itulah mungkin yang menyebabkan barang² tsb ada di Serasan.

Ada yang bikin ketawa selama di Serasan. Hampir semua orang bilang "Aw..." apalagi yang bilang orang perempuan, jadi gimana gitu. Padahal belum diapa²in sudah teriak "Aw..." Ga taunya "Aw..." itu artinya iya.


PAKAI FERI DARI SERASAN KE NATUNA

Baru sehari semalam di Serasan, esoknya ada kapal roro KM Bahtera Nusantara 01 menuju Pulau Subi dan Penagi Pulau Natuna. Alhamdulillah seperti sudah direncanakan padahal ga sama sekali. Allah beri kami kemudahan dan tidak menyangka kalau esok ada kapal roro menuju Natuna.

Di awal pagi setelah Shubuhan aku ke kedai kopi yang namanya sangat populer di Serasan yaitu "Pagi Sore" yang buka tepat pukul lima pagi dan tutupnya pukul dua belas siang. Sambil ngopi² dan mencicipi lemper isi ikan tuna kami menunggu Pak Moh datang yang kemarin janjian menjemput pukul 05.30 ke pelabuhan. Pak Moh aku ajak ngopi dulu, setelah itu cus berangkat. Kapal Roro berangkat pas pukul 07.00 sedangkan kami sudah ada di pelabuhan satu jam sebelumnya. Sisa waktu sebelum berangkat aku gunakan jeprat jepret di sekitar PBLN dan dermaga pelabuhan.

Tiket feri belinya di informasi atas kapal yang dijual 30 menit sebelum berangkat (tdk online ferizy). Karena tujuan kami ke Penagi Natuna, kami dapat tiket dua, yakni selembar untuk Serasan - Subi (68K) dan selembar lagi untuk Subi - Penagi (90K). Semua tiket dibebaskan dari Ppn. Akhirnya kami tiba juga di Pelabuhan Penagi Pulau Natuna setelah berlayar 5 jam dari Pulau Subi atau 9 jam dari Serasan. Dari Penagi ke pusat Kota Ranai Ibukota Natuna, aku pakai taksi sejenis avanza kapasitas 7 orang. Per penumpang bayarnya 30K.


Pulau Natuna di bagian utaranya berbatasan dengan Vietnam dan Kamboja, di selatannya berbatasan dengan Kabupaten Bintan, di bagian barat dengan Kabupaten Kepulauan Anambas dan di bagian timurnya dengan Kalimantan Barat dan Sarawak Malaysia. Natuna berada pada jalur pelayaran internasional Asia Timur. Kabupaten ini terkenal sebagai penghasil minyak bumi dan gas.

Sambil ngobrol dengan driver taksi asal Blitar, ga terasa aku sampai di depan Hotel De Best dapat dari browsing Google Maps. Alhamdulillah hotelnya rekomendit sesuai harganya. Strategis, dekat kemana² seperti ke masjid, ATM, minimarket, laundry, pasar, pantai ato kulineran. Aku sewa motor milik staf hotel, seharinya 75K. Lumayan buat keliling² melihat spot wisata di sekitaran Natuna.

Inilah perbedaan kontras kehidupan yang kurasakan antara Jawa dan Natuna. Misalnya aja fasilitas berbelanja di Jawa didominasi oleh Alf*mart atau Ind*mart sedangkan di sini sama sekali ga ada. Begitu juga ojek online baik motor ato mobil ga ada, yang ada cuma ojek tradisional. Angkot juga ga ada, kecuali antar daerah. Bank BC* ga ada, yang ada BRI, BNI, Mandiri dan Bank Riau. Plat kendaraan di sini adalah "BP".


SPOT WISATA NATUNA

Bersujud di beberapa masjid di Pulau Natuna menjadi prioritas kami, setelah itu ke spot wisata yang tersebar di pulau ini. Karena ada motor sewaan kemana² jadi dekat seperti ke Masjid Agung Baitul Izzah cuma sebentar saja. Sehari² aku sering ke Masjid Ath Thoriq karena ada di seberang hotel.

Hari² berikutnya aku datangi spot wisata satu persatu meskipun belum semuanya habis. Misalnya saja pagi² sudah ke Pantai Piwang dan Geosite Natuna yang ada di sebelahnya. Lanjut ke Batu Sindu yakni destinasi wisata alam yang terletak di Tanjung Senubing sedikit keluar dari Ranai. Daya tarik utama tempat ini adalah formasi bebatuan granit raksasa yang tersusun secara alami dari atas bukit sampai ke tepi pantai menghadap laut lepas.



Selain menawarkan pemandangan yang spektakuler, Batu Sindu juga memiliki nilai sejarah dan legenda lokal. Terdapat gua kuno di sela² bebatuan yang konon pernah menjadi tempat tinggal manusia purba, selain itu ada cerita legenda rakyat yang dipercaya turun-temurun.  Aku bersama istri treking menyusuri jalan sempit menuruni bukit bebatuan raksasa masuk goa batu sampai bertemu air laut di bawah sana.

​Di Batu Sindu kalau pagi bisa menikmati view matahari terbit atau sorenya matahari terbenam. Mendapatkan spot foto terbaik di antara bebatuan raksasa dan menikmati keindahan laut dari pelataran parkir sambil menyeruput air kelapa muda, sangat pas setelah bersusah payah berjuang menuruni dan menaiki lorong bebatuan. Dari Ranai ke Batu Sindu cuma butuh waktu 10-15 menit saja pakai motor ato mobil. Oh ya, spot wisata ini bukanya mulai pukul 11 sampai malam.


Setelah pagi ke Batu Sindu, balik istirahat di hotel lalu sorenya sehabis Ashar aku meluncur ke Alif Stone Park. Jalannya searah dengan Batu Sindu. Spot ini menjadi salah satu spot wisata unggulan di Kabupaten Natuna. Jaraknya hanya beberapa kilometer setelah Batu Sindu. ​Daya tarik utama tempat ini adalah gugusan batu granit raksasa yang tersebar di sepanjang pantai. Keunikan namanya, "Alif Stone" berasal dari salah satu batu yang menjulang tinggi ke atas menyerupai huruf Alif dalam aksara Arab. Kami jeprat jepret di antara bebatuan ini, menikmati pemandangan laut yang jernih, melewati jembatan kayu yang masih ada menghubungkan beberapa batu besar. Tapi sayang jembatan kayunya banyak yang ambruk. Pas masuk ke sini, ga ada retribusi parkir atau tiket masuk. Tempat ini cocok untuk sekali untuk menikmati sunrise atau sunset sambil menyeruput kopi dan camilan buatan Cafe Omeno. Pulangnya mampir beli ikan asap yang rasanya lezat dan fresh.


Esoknya pukul 06.30 kami bersiap motoran ke Pelabuhan Binjai yang berjarak 30 km di luar Kota Ranai. Pelabuhan ini merupakan salah satu pintu gerbang utama dan menjadi jalur penghubung penting menyeberang ke Pulau Sedanau. Aku lewat jalan yang salah melalui Cemaga, lewat situ lebih jauh dan sebagian jalannya rusak dibanding lewat Sungai Hulu. Sudah buru² takut ketinggalan feri, ehh malah mesin motor tersendat mau mati. Beruntung matinya pas di pom bensin. Ternyata bensinnya habis. Ga kebayang kalau matinya di tempat yang ga ada orang jualan bensin. Alhamdulillah Allah masih melindungi dan memudahkan perjalanan kami.

Akhirnya kami sampai juga di Pelabuhan Binjai. Tapi apa mau dikata, feri hari ini ternyata ga ada ke Pulau Sedanau. Padahal yang kutau informasinya ada feri setiap hari, baik hari genap maupun ganjil. Badanku jadi lemes tapi masih bisa tersenyum. Sedangkan istriku tampak kecewa karena capek menempuh perjalanan jauh. Warga setempat bilang kalau besok dipastikan ada feri pergi pulang ke Sedanau. Semula aku ingin pp, berangkat pagi pulang sore. Tapi aku mikir lagi dan me-skip ke Sedanau karena hampir setiap hari hujan. Sebagai gantinya aku memutar arah ke Batu Kasah lewat jalur yang mulus lewat Sungai Hulu.

Batu Kasah adalah salah satu spot wisata pantai di Natuna yang terkenal pantainya dengan pemandangan bebatuan granit raksasa di sepanjang pesisir. Pemandangan ini memberikan lanskap yang unik dan indah. Suasananya tenang dan masih alami, cocok untuk bersantai dan menikmati keindahan alam. Tapi sayang, hanya aku berdua yang ada di pantai ini. Jadi bebaslah berdua menikmati sekeliling Batu Kasah. Selanjutnya ke Pulau Akar, dari Batu Kasah menyusuri jalan pinggir pantai sampai ke situ.

Pulau Akar adalah spot wisata unik yang terkenal karena formasi batuan granitnya menyerupai akar pohon raksasa. ​Lokasinya berdekatan dengan Batu Kasah di perairan Teluk Selahang. ​Daya Tarik dan keunikannya adalah batu granit raksasa yang seolah² ditopang oleh "akar" kokoh di bawahnya. Perairan di sekitarnya sangat jernih, menjadikannya tempat yang sempurna untuk berenang atau snorkeling. Di kejauhan tampak berjejer pohon kelapa sepanjang bibir pantai dan keindahan laut lepas yang masih sangat alami. Pulau akar dari daratan dihubungkan oleh jembatan kayu menyerupai dermaga.

Dua spot sudah kujelajahi, saatnya balik lewat jalan yang sama dengan pas berangkat. Di Ranai, habis Maghrib kami makan ikan bakar di rumah local people lalu di tempat lain minum kopi dan ngobrol asik hingga malam. Dan besok siap eksekusi rencana sesuai dengan obrolan malam itu.

Pagi² hujan sudah turun membasahi Natuna. Otomatis aku ga bisa kemana². Pas sedikit reda aku cus sarapan ke pasar beli pecel dan sate ayam asal Madura. Habis itu ngemas barang move ke penginapan lain dekat Alif Stone. Harapannya di situ bisa berenang karena homestay berada di pinggir pantai. Di situ kami menginap cuma sehari aja. Esoknya pindah lagi ke hotel semula. Karena besok itu hari Jumat kami harus balik sebelum Jumatan. Esok itu sebagai hari terakhir kami di Ranai Natuna. Dan berharap lusa pagi ga telat berangkat dari penginapan naik Damri dari Pasar Baru Ranai.


Kemarin itu kami menginap di homestay milik teman yang baru kukenal. Meski baru kenal tapi sudah seperti sahabat lama. Itulah karakter warga lokal Natuna, ramah dan baik². Beliau punya cafe di Ranai dan lainnya ada di dekat Alif Stone. Letak cafenya di pinggir pantai sedangkan homestay nya ada di seberang jalan. Istriku buka "Cooking Class" mengajari Kak Lia (owner cafe) diantaranya bikin lasagna, roti Mariam, klape tart dan kroket. Mulai dari penyiapan bahan, mengolah dan memasaknya semua diajarkan tuntas oleh istriku. Alhamdulillah semua selesai pada waktunya dan siap disajikan.

Di awal pagi bada shubuh kami berenang di pantai dengan background Pulau Senoa yang mirip Sang Putri sedang Mengandung. Setelah itu ke air terjun Gunung Hiu di kampung penghasil durian. Urusan menginap selesai, Cooking Class selesai, berenang dan ke air terjun juga selesai, menjelang waktu jumatan kami balik ke Ranai dan stay lagi di hotel semula.


Padahal kami ini bukan pejabat atau orang penting, tapi seolah² punya acara padat. Sebut saja misalnya nanti malam setelah sholat Maghrib sudah ada yang menunggu untuk makan bareng menu tradisional Natuna. Menunya ikan bakar dan kernas yang bentuknya bulat mirip perkedel terbuat dari olahan ikan dan sagu lalu digoreng. Setelah itu di lain tempat kami ngopi bareng sambil ngobrol ngalor ngidul. Esoknya, mulai pagi sudah ketemu kawan yang bawain oleh². Kemudian dianter pake sepeda motor ke bus Damri yang akan membawa kami menuju Selat Lampa pada pukul 06.30.



"Tunggu sebentar ya, saya mau ambil istriku", pintaku pada driver Damri. Buru² aku jemput istriku yang sedang pamitan ke temannya dekat penginapan. Ga sampai 10 menit aku sudah ada kembali di parkiran Damri. Penumpang bus tidak penuh. Di sepanjang perjalanan aku ngobrol ngalor ngidul dengan Mas Raka driver Damri ga taunya beliau itu asalnya dari Lamongan Jawa Timur. Bus melewati jalanan yang mulus berliku melewati beberapa kecamatan. Wilayah yang viewnya sangat indah ketika melewati Depeh yakni jalan baru yang belum lama dibangun, di kanannya bukit dan di kirinya laut. Jalan baru ini diapit oleh laut dan bukit. Di ujung sana tampak Pulau Tiga. Ongkos Damri dari Ranai ke Selat Lampa cuma 25K sedangkan kalau taksi sekitar 50-60K.




Ga sampai dua jam, bus Damri tiba di Pelabuhan Selat Lampa yang sangat sederhana. Aku ngopi dan titip tas di warung sambil menunggu Kapal Bukit Raya tiba malam nanti. Tiket KM Bukit Raya kubeli online tiga hari sebelum berangkat dan bayarnya pakai Kios BRILink yang biayanya 10K. Karena kapalnya masih lama, kami nyebrang ke Pulau Tiga dengan pompong. Nyebrangnya cuma 20 menitan dengan ongkos 15K per kepala.


PULAU TIGA

Tiba di Balai Pulau Tiga terbilang masih pagi sehingga aku berdua bisa agak lama eksplor pulau ini. Setelah turun dari pompong aku menuju RM Pecel Lele yang lumayan gede dan menunya lengkap. Rumah makan ini terapung di tepi laut yang terbuat dari kayu memanjang menjorok ke laut. Aku pesan semangkuk soto dan menyeruput kopi panas sambil memandang view laut Selat Lampa yang sangat indah.

Setelah itu kami mampir ke salah satu rumah warga yang mengajakku mampir ke rumahnya. Mampirlah sebentar, dia bercerita kalau punya dua anak di Jawa Timur. Kami disuguhi camilan khas Pulau Tiga diantaranya keripik sukun dan pisang. Pertemuan ini tidak lupa kuabadikan tepat di belakang pintu rumahnya dengan view Selat Lampa.



Akhirnya kami bertemu dengan Kak Dina kemenakan teman istriku yang bertugas dan tinggal di Balai Pulau Tiga. Beliau ditugaskan sebagai bidan senior di pulau ini. Kak Ijah sebagai tante Kak Dina sebelumnya sudah memberi tau kalau kami mau datang ke rumahnya. Siangnya, kami dibakarkan ikan hasil tangkapannya. Sebagai sandingannya dibuatkan sayur, daun kemangi yang fresh dan sambal yang sedap buatan Sang suami, Bang Wan. Sebagai makanan penutup tersedia puding pisang hijau. Semuanya lezat dan bikin perut kenyang sehingga mata jadi ngantuk.

Kami dipersilahkan istirahat, karena kecapean mata pun terlelap sampai sore. Hujan terus turun belum berhenti. Pas bangun, di atas meja sudah ada pisang goreng plus segelas kopi panas dan secangkir teh. Pisang goreng belum habis, datang lagi pempek kapal selam. Semua Bang Wan yang bikin. Waktu terus berjalan hingga Maghrib. Alhamdulillah hujan mulai reda cuma rintik². Kapal pompong sudah standby di dermaga siap mengantar kami ke Selat Lampa bersama buruh kapal dan para pedagang asal Balai Pulau Tiga berjualan menjelang kapal Bukit Raya tiba.


Selat Lampa mulai gelap, diiringi hujan rintik kami berpisah dengan Kak Dina dan Bang Wan. Mesin pompong berderu siap berangkat menuju dermaga Selat Lampa. Kami terharu, mata kami basah menerima perpisahan ini. Tak habisnya tangan melambai sampai pompong jauh ke tengah laut. Pompong mulai bergoyang karena gelombang laut agak besar. Alhamdulillah, kami tiba di dermaga dengan selamat. Bayarnya tetap 15K per orang. Aku bergegas berlari kecil menuju warung tempat menitipkan tas ransel. Di situ aku pesan kopi panas dan teh buat istriku. Hujan dan gelombang laut semakin besar byur byur menerpa dermaga, airnya tumpah sampai ke jalan.


KEMBALI KE SURABAYA

Setelah menunggu beberapa jam di warung, di kejauhan tampak kapal Bukit Raya muncul. Bersama calon penumpang lain kami berjalan ke arah dermaga dalam kegelapan malam dan jalanan yang basah. Alhamdulillah kami sudah print tiket lantas menuju dermaga menunggu kapal di ruang terbuka tanpa atap. Lapak kulineran dari UMKM Pulau Tiga sudah digelar di pinggiran jalan menuju dermaga yang becek, gelap dan berlubang. Kami beli pilus ikan, ikan bakar, otak² dan melihat kulineran tradisional yang unik lainnya. Memang, untuk masalah kulineran di Natuna harganya lebih terjangkau dibandingkan dengan wilayah timur Indonesia. Sebut saja seporsi pecel cuma 15K, sate ayam 15K, makan di warung normal 20K. Begitu juga segelas kopi apalagi segelas kopi sachet harganya hampir sama dengan di Jawa. Yang bikin mencengangkan adalah jengkol, di Natuna sekilo jengkol termurah cuma 5 ribuan dan harga rata-rata hanya 8K - 10K.

Alhamdulillah kami sudah berada di kapal yang berangkatnya on time. Saatnya merebahkan badan yang capek karena sedari shubuh sudah bersiap dari Ranai menuju Selat Lampa, eksplor Pulau Tiga dan menunggu KM Bukit Raya sampai berangkat.

Bangun dari tidur, tanpa terasa Bukit Raya sudah tiba di Pulau Midai. Karena cuaca hujan, anginnya kuat dan gelombang besar, kapal ga bisa merapat ke dermaga seperti biasa. Bukit Raya berlabuh jangkar jauh dari dermaga. Penumpang naik dan turun pakai pompong yang mondar mandir membawa penumpang. Pompong menempel dan diikat di tangga kapal. Dari situ para penumpang dipegangi satu persatu turun dan naik ke kapal. Barang bawaan, bayi, anak², tua muda mau ga mau harus melewati tangga miring menyeberang ke/dari pompong padahal goyangannya lumayan kuat. Aku miris melihat kondisi ini. Setiap kali warga di kawasan ini harus berjuang keras menerima situasi ini. Sangat kontras perbedaannya dengan tanah Jawa yang fasiltasnya cukup bagus.



Setelah Midai, kapal singgah di Serasan dan setelah transit satu jam kami lanjut lagi ke Pontianak. Bukit Raya berlabuh jangkar sebelum masuk ke Pelabuhan Pontianak menunggu air pasang. Beberapa jam kemudian kapal diberangkatkan lagi. Transit di Pelabuhan Pontianak lumayan lama sekitar empat jam. Waktu yang cukup ini aku gunakan buat makan siang di sekitar Pasar Dahlia. Lantas istriku balik ke pelabuhan dengan ojol, sementara aku lanjut minum kopi legendaris di Warung Kopi Asiang.


Bukit Raya menjalani rutenya dari Natuna sampai ke Surabaya dan transit sama seperti rute berangkat dari Surabaya ke Natuna. Perjalanan selama 3 hari 10 jam sudah kutempuh dengan segala pernak pernik di dalam perjalanan. Akhirnya kami tiba di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dan melanjutkan perjalanan sampai ke Malang. Dari Pelabuhan Tanjung Perak aku pake bus merah Suroboyo ke Terminal Bus Bungurasih. Istriku bayar non tunai 5K, sedangkan aku free karena lansia. Cukup tunjukkan KTP pada kondektur. Ke Malangnya pake bus ekonomi AC 20K. Sudah rindu sama anak cucu karena dua mingguan berpisah dengan mereka.


Terimakasih Ya Allah Engkau telah memberikan kenikmatan tiada tara sampai sekarang. Meski dalam perjalanan ini kami baru bisa sholat berjamaah di 5 masjid.


I ❤️ Beautiful Indonesia 


Copyright@by RUSDI ZULKARNAIN
email : alsatopass@gmail.com

No comments: