![]() |
SURABAYA - NATUNA |
Dalam penjelajahan ke Natuna aku pakai Kapal Pelni KM Bukit Raya, aku sama sekali belum pernah naik kapal ini dan juga belum pernah ke Natuna. Penjelajahan ini dimaksudkan hanya untuk melihat Jawa dari Natuna. Menggambarkan kontras dan hubungan antara kehidupan di kedua pulau.
Berawal dari Surabaya aku bersama istri menuju Pulau Serasan yakni sebuah pulau terpencil di Kepulauan Natuna. Ke Serasan KM Bukit Raya transit sekali di Pontianak selama 2 jam. Sedangkan lama perjalanan dari Surabaya ke Serasan selama 2 hari 15 jam.
KM Bukit Raya melayani pelayaran dari Tanjung Perak (Surabaya) ato Tanjung Priok (Jakarta) ke Natuna secara bergantian dua minggu sekali. Untuk detailnya harus rajin melihat jadwal resmi yang dikeluarkan Pelni. Dari Surabaya kapal ini akan menyinggahi Pontianak, Serasan, Midai, Natuna, Letung Anambas, Kijang Pulau Bintan, Tarempa Pulau Siantan Anambas, Belinyu Pulau Bangka dan Tanjung Priok (pp).
Setiap pulau yang disinggahi KM Bukit Raya ini memiliki panorama dan keunggulan keindahan alam masing². Panorama alamnya masih original, kulinernya lezat² dan keramahan masyarakatnya merupakan salah satu budaya yang terjaga sampai saat ini.
SIAP-SIAP DULU
Aku beli tiket online sehari sebelum berangkat. Biasanya tiket kapal Pelni apa pun kalau belinya seminggu sebelum berangkat biasanya sudah habis. Tapi tumben, kali ini tiket masih ada. Benar saja, pas masuk ke atas kapal penumpangnya sedikit sekali, semua tampak lengang. Kondisi seperti ini bikin hati merasa senang karena suasananya ga sesak krowdit seperti biasa. Hanya di deck 4 & 5 saja yang full bed, sedangkan di deck 3 benar² longgar. Tidak ada satupun penumpang yang non seat, semua dapat tempat tidur.
Meski KM Bukit Raya ukurannya tidak begitu besar seperti KM Tidar, Labobar, Dorolonda atau KM Gunung Dempo namun kapal yang sudah berusia 31 tahun ini kondisinya masih baik dan bersih. Inilah satu²nya kapal "besar" yang melayani dari/ke wilayah Natuna dari wilayah Jawa.
Hampir semua kapal Pelni pernah kunaiki, hanya beberapa aja yang belum. Aku sangat senang berkelana dengan kapal laut karena bisa leluasa ngobrol tentang pengalaman hidup, tukar pikiran, saling bercanda, saling dapat inspirasi baru ato bahkan saling menasehati dengan penumpang lain. Aku sempat berkenalan dengan Pak Mangun yang sudah beberapa puluh tahun menetap di Batubi Natuna. Dia memiliki beberapa hektar lahan yang ditanami sayuran, durian dan alpokat. Dia tinggal di daerah trans "SP-1". Alhamdulillah aku banyak dapat informasi darinya tentang daerah Natuna dan sekitarnya. Sedangkan istriku dapat kenalan baru bertemu ketika sholat di mushola kapal. Namanya Ibu Ijah yang juga tinggal di Natuna. Beliau sangat baik, memberi tau banyak tentang Kepulauan Natuna karena beliau orang lapangan. Bahkan beliau menawarkan untuk tinggal di rumahnya dan siap mengantar ke mana². "Pokoknya kalau perlu apa² selama di Natuna harap hubungi saya", begitu pintanya. Masih banyak kebaikan² lain yang kami dapat selama perjalanan ini.
Ga kerasa KM Bukit Raya sudah mau tiba di Pelabuhan Pontianak Kalimantan Barat. Pelabuhannya masuk dari muara Sungai Kapuas. Merapat ke/dari dermaga pelabuhan tergantung pada ketinggian air laut. Kalau airnya pasang sih oke² aja, tapi kalau lagi surut itu yang jadi masalah. Kedatangan dan Keberangkatan kapal bisa tertunda. Kondisi ini hampir sama seperti Pelabuhan Merauke dan Banjarmasin.
JELAJAH SURGA TERSEMBUNYI DI UJUNG NATUNA, PESONA PULAU SERASAN
Setelah transit dua jam di Pontianak, KM Bukit Raya melanjutkan pelayarannya menuju Pulau Serasan, salah satu destinasi tersembunyi di Kepulauan Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. Meskipun letaknya terpencil, pulau ini menawarkan kekayaan alam dan budaya yang memukau.
Dari pelabuhan aku ambil ojek motor (20K) yang dibawa oleh Pak Moh. Istriku menjadi orang pertama yang diantar ke penginapan. Menunggu Pak Moh balik, kini giliranku yang diantar. Aku menginap di hotel sederhana bertarip 120K (AC, kamar mandi luar). Karena sudah istirahat sangat cukup di Bukit Raya, aku cuma mandi di penginapan. Lantas istri ke masjid ikut acara maulidan yang diadakan sangat meriah plus menikmati kulineran tradisional buatan masyarakat desa. Sedangkan aku cari sewaan motor milik warga setempat, sehari 75K. "Nanti kembalikannya taruh di pelabuhan aja, biar bapak besok ga usah naik ojek lagi kesana", pemilik motor bilang gitu.
Aku bersama istri menuju salah satu destinasi yang memiliki daya tarik utama yakni Pantai Sisi, yang dikenal sebagai salah satu pantai terindah di Natuna. Pantai ini memiliki garis pantai yang panjang dengan hamparan pasir putih yang berkilauan dan air laut jernih yang bergradasi warna. Sambil menikmati pemandangan ombak dan matahari terbenam yang memukau, kami bersantai sambil menyantap kelapa muda dan pisang goreng. Pantai ini juga sangat cocok untuk berenang atau snorkeling karena keindahan bawah lautnya yang menakjubkan.
Selanjutnya, ada Goa Lubang Hidung yang unik karena bentuknya memang menyerupai lubang hidung. Terletak di tepi laut dan diapit tebing batu yang tinggi, gua ini menawarkan pemandangan langsung ke lautan lepas. Saat air laut surut, kita bisa menjelajahi gua ini lebih dalam dan mengagumi formasi bebatuan yang beragam.
Di dekat pelabuhan, berdiri megah Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Serasan. Sebagai pulau perbatasan, bangunan ini tidak hanya berfungsi sebagai gerbang perbatasan tetapi juga simbol kedaulatan Indonesia. Dengan arsitektur yang unik dan patung Presiden Soekarno, PLBN ini menjadi spot foto yang menarik, meskipun fungsinya saat ini belum sepenuhnya optimal.
Terakhir, kunjungi Pantai Mentebung yang menawarkan pemandangan berbeda. Pantai ini dipenuhi batu² besar yang dikelilingi oleh pohon kelapa dan aliran sungai kecil yang bermuara ke laut. Suasananya teduh menjadikannya tempat nyaman untuk bersantai.
Selain keindahan alamnya, Pulau Serasan juga kaya akan tradisi budaya Melayu yang kental dan kerajinan tangan khas, seperti tikar pandan dengan motif bunga cengkeh. Namun, perlu diingat, transportasi ke/dari pulau ini sangat terbatas tidak setiap hari kapal ada. Jangan lupa beli makanan produk coklat dan susu asal Malaysia. Barang² ini banyak di Serasan karena lautnya tidak jauh ke wilayah Serawak. Itulah mungkin yang menyebabkan barang² tsb ada di Serasan.
Ada yang bikin ketawa selama di Serasan. Hampir semua orang bilang "Aw..." apalagi yang bilang orang perempuan, jadi gimana gitu. Padahal belum diapa²in sudah teriak "Aw..." Ga taunya "Aw..." itu artinya iya.
PAKAI FERI DARI SERASAN KE NATUNA
Baru sehari semalam di Serasan, esoknya ada kapal roro KM Bahtera Nusantara 01 menuju Pulau Subi dan Penagi Pulau Natuna. Alhamdulillah seperti sudah direncanakan padahal ga sama sekali. Allah beri kami kemudahan dan tidak menyangka kalau esok ada kapal roro menuju Natuna.
Di awal pagi setelah Shubuhan aku ke kedai kopi yang namanya sangat populer di Serasan yaitu "Pagi Sore" yang buka tepat pukul lima pagi dan tutupnya pukul dua belas siang. Sambil ngopi² dan mencicipi lemper isi ikan tuna kami menunggu Pak Moh datang yang kemarin janjian menjemput pukul 05.30 ke pelabuhan. Pak Moh aku ajak ngopi dulu, setelah itu cus berangkat. Kapal Roro berangkat pas pukul 07.00 sedangkan kami sudah ada di pelabuhan satu jam sebelumnya. Sisa waktu sebelum berangkat aku gunakan jeprat jepret di sekitar PBLN dan dermaga pelabuhan.
Tiket feri belinya di informasi atas kapal yang dijual 30 menit sebelum berangkat (tdk online ferizy). Karena tujuan kami ke Penagi Natuna, kami dapat tiket dua, yakni selembar untuk Serasan - Subi (68K) dan selembar lagi untuk Subi - Penagi (90K). Semua tiket dibebaskan dari Ppn. Akhirnya kami tiba juga di Pelabuhan Penagi Pulau Natuna setelah berlayar 5 jam dari Pulau Subi atau 9 jam dari Serasan. Dari Penagi ke pusat Kota Ranai Ibukota Natuna, aku pakai taksi sejenis avanza kapasitas 7 orang. Per penumpang bayarnya 30K.
Sambil ngobrol dengan driver taksi asal Blitar, ga terasa aku sampai di depan Hotel De Best dapat dari browsing Google Maps. Alhamdulillah hotelnya rekomendit sesuai harganya. Strategis, dekat kemana² seperti ke masjid, ATM, minimarket, laundry, pasar, pantai ato kulineran. Aku sewa motor milik staf hotel, seharinya 75K. Lumayan buat keliling² melihat spot wisata di sekitaran Natuna.
Inilah perbedaan kontras kehidupan yang kurasakan antara Jawa dan Natuna. Misalnya aja fasilitas berbelanja di Jawa didominasi oleh Alf*mart atau Ind*mart sedangkan di sini sama sekali ga ada. Begitu juga ojek online baik motor ato mobil ga ada, yang ada cuma ojek tradisional. Angkot juga ga ada, kecuali antar daerah. Bank BC* ga ada, yang ada BRI, BNI, Mandiri dan Bank Riau. Plat kendaraan di sini adalah "BP".
SPOT WISATA NATUNA
Bersujud di beberapa masjid di Pulau Natuna menjadi prioritas kami, setelah itu ke spot wisata yang tersebar di pulau ini. Karena ada motor sewaan kemana² jadi dekat seperti ke Masjid Agung Baitul Izzah cuma sebentar saja. Sehari² aku sering ke Masjid Ath Thoriq karena ada di seberang hotel.
Hari² berikutnya aku datangi spot wisata satu persatu meskipun belum semuanya habis. Misalnya saja pagi² sudah ke Pantai Piwang dan Geosite Natuna yang ada di sebelahnya. Lanjut ke Batu Sindu yakni destinasi wisata alam yang terletak di Tanjung Senubing sedikit keluar dari Ranai. Daya tarik utama tempat ini adalah formasi bebatuan granit raksasa yang tersusun secara alami dari atas bukit sampai ke tepi pantai menghadap laut lepas.
Di Batu Sindu kalau pagi bisa menikmati view matahari terbit atau sorenya matahari terbenam. Mendapatkan spot foto terbaik di antara bebatuan raksasa dan menikmati keindahan laut dari pelataran parkir sambil menyeruput air kelapa muda, sangat pas setelah bersusah payah berjuang menuruni dan menaiki lorong bebatuan. Dari Ranai ke Batu Sindu cuma butuh waktu 10-15 menit saja pakai motor ato mobil. Oh ya, spot wisata ini bukanya mulai pukul 11 sampai malam.
Akhirnya kami sampai juga di Pelabuhan Binjai. Tapi apa mau dikata, feri hari ini ternyata ga ada ke Pulau Sedanau. Padahal yang kutau informasinya ada feri setiap hari, baik hari genap maupun ganjil. Badanku jadi lemes tapi masih bisa tersenyum. Sedangkan istriku tampak kecewa karena capek menempuh perjalanan jauh. Warga setempat bilang kalau besok dipastikan ada feri pergi pulang ke Sedanau. Semula aku ingin pp, berangkat pagi pulang sore. Tapi aku mikir lagi dan me-skip ke Sedanau karena hampir setiap hari hujan. Sebagai gantinya aku memutar arah ke Batu Kasah lewat jalur yang mulus lewat Sungai Hulu.
Batu Kasah adalah salah satu spot wisata pantai di Natuna yang terkenal pantainya dengan pemandangan bebatuan granit raksasa di sepanjang pesisir. Pemandangan ini memberikan lanskap yang unik dan indah. Suasananya tenang dan masih alami, cocok untuk bersantai dan menikmati keindahan alam. Tapi sayang, hanya aku berdua yang ada di pantai ini. Jadi bebaslah berdua menikmati sekeliling Batu Kasah. Selanjutnya ke Pulau Akar, dari Batu Kasah menyusuri jalan pinggir pantai sampai ke situ.
Pulau Akar adalah spot wisata unik yang terkenal karena formasi batuan granitnya menyerupai akar pohon raksasa. Lokasinya berdekatan dengan Batu Kasah di perairan Teluk Selahang. Daya Tarik dan keunikannya adalah batu granit raksasa yang seolah² ditopang oleh "akar" kokoh di bawahnya. Perairan di sekitarnya sangat jernih, menjadikannya tempat yang sempurna untuk berenang atau snorkeling. Di kejauhan tampak berjejer pohon kelapa sepanjang bibir pantai dan keindahan laut lepas yang masih sangat alami. Pulau akar dari daratan dihubungkan oleh jembatan kayu menyerupai dermaga.
Dua spot sudah kujelajahi, saatnya balik lewat jalan yang sama dengan pas berangkat. Di Ranai, habis Maghrib kami makan ikan bakar di rumah local people lalu di tempat lain minum kopi dan ngobrol asik hingga malam. Dan besok siap eksekusi rencana sesuai dengan obrolan malam itu.
Pagi² hujan sudah turun membasahi Natuna. Otomatis aku ga bisa kemana². Pas sedikit reda aku cus sarapan ke pasar beli pecel dan sate ayam asal Madura. Habis itu ngemas barang move ke penginapan lain dekat Alif Stone. Harapannya di situ bisa berenang karena homestay berada di pinggir pantai. Di situ kami menginap cuma sehari aja. Esoknya pindah lagi ke hotel semula. Karena besok itu hari Jumat kami harus balik sebelum Jumatan. Esok itu sebagai hari terakhir kami di Ranai Natuna. Dan berharap lusa pagi ga telat berangkat dari penginapan naik Damri dari Pasar Baru Ranai.
Di awal pagi bada shubuh kami berenang di pantai dengan background Pulau Senoa yang mirip Sang Putri sedang Mengandung. Setelah itu ke air terjun Gunung Hiu di kampung penghasil durian. Urusan menginap selesai, Cooking Class selesai, berenang dan ke air terjun juga selesai, menjelang waktu jumatan kami balik ke Ranai dan stay lagi di hotel semula.
PULAU TIGA
Tiba di Balai Pulau Tiga terbilang masih pagi sehingga aku berdua bisa agak lama eksplor pulau ini. Setelah turun dari pompong aku menuju RM Pecel Lele yang lumayan gede dan menunya lengkap. Rumah makan ini terapung di tepi laut yang terbuat dari kayu memanjang menjorok ke laut. Aku pesan semangkuk soto dan menyeruput kopi panas sambil memandang view laut Selat Lampa yang sangat indah.
Setelah itu kami mampir ke salah satu rumah warga yang mengajakku mampir ke rumahnya. Mampirlah sebentar, dia bercerita kalau punya dua anak di Jawa Timur. Kami disuguhi camilan khas Pulau Tiga diantaranya keripik sukun dan pisang. Pertemuan ini tidak lupa kuabadikan tepat di belakang pintu rumahnya dengan view Selat Lampa.
Kami dipersilahkan istirahat, karena kecapean mata pun terlelap sampai sore. Hujan terus turun belum berhenti. Pas bangun, di atas meja sudah ada pisang goreng plus segelas kopi panas dan secangkir teh. Pisang goreng belum habis, datang lagi pempek kapal selam. Semua Bang Wan yang bikin. Waktu terus berjalan hingga Maghrib. Alhamdulillah hujan mulai reda cuma rintik². Kapal pompong sudah standby di dermaga siap mengantar kami ke Selat Lampa bersama buruh kapal dan para pedagang asal Balai Pulau Tiga berjualan menjelang kapal Bukit Raya tiba.
KEMBALI KE SURABAYA
Setelah menunggu beberapa jam di warung, di kejauhan tampak kapal Bukit Raya muncul. Bersama calon penumpang lain kami berjalan ke arah dermaga dalam kegelapan malam dan jalanan yang basah. Alhamdulillah kami sudah print tiket lantas menuju dermaga menunggu kapal di ruang terbuka tanpa atap. Lapak kulineran dari UMKM Pulau Tiga sudah digelar di pinggiran jalan menuju dermaga yang becek, gelap dan berlubang. Kami beli pilus ikan, ikan bakar, otak² dan melihat kulineran tradisional yang unik lainnya. Memang, untuk masalah kulineran di Natuna harganya lebih terjangkau dibandingkan dengan wilayah timur Indonesia. Sebut saja seporsi pecel cuma 15K, sate ayam 15K, makan di warung normal 20K. Begitu juga segelas kopi apalagi segelas kopi sachet harganya hampir sama dengan di Jawa. Yang bikin mencengangkan adalah jengkol, di Natuna sekilo jengkol termurah cuma 5 ribuan dan harga rata-rata hanya 8K - 10K.
Alhamdulillah kami sudah berada di kapal yang berangkatnya on time. Saatnya merebahkan badan yang capek karena sedari shubuh sudah bersiap dari Ranai menuju Selat Lampa, eksplor Pulau Tiga dan menunggu KM Bukit Raya sampai berangkat.
Bangun dari tidur, tanpa terasa Bukit Raya sudah tiba di Pulau Midai. Karena cuaca hujan, anginnya kuat dan gelombang besar, kapal ga bisa merapat ke dermaga seperti biasa. Bukit Raya berlabuh jangkar jauh dari dermaga. Penumpang naik dan turun pakai pompong yang mondar mandir membawa penumpang. Pompong menempel dan diikat di tangga kapal. Dari situ para penumpang dipegangi satu persatu turun dan naik ke kapal. Barang bawaan, bayi, anak², tua muda mau ga mau harus melewati tangga miring menyeberang ke/dari pompong padahal goyangannya lumayan kuat. Aku miris melihat kondisi ini. Setiap kali warga di kawasan ini harus berjuang keras menerima situasi ini. Sangat kontras perbedaannya dengan tanah Jawa yang fasiltasnya cukup bagus.
I ❤️ Beautiful Indonesia
email : alsatopass@gmail.com
No comments:
Post a Comment