BERAMAL LEWAT TULISAN

Tuesday 11 December 2018

PESONA PHUKET

Waktu itu aku sudah berada di Airport Penang setelah terbang dari Medan. Selanjutnya akan terbang lagi ke Phuket Thailand.

Tapi terbangnya masih 12 jam lagi. Daripada nunggu lama di airport,kuputuskan untuk istirahat di George Town.

Dari airport ke George Town setidaknya perlu waktu 1 jam an. Bus Rapid No 401 membawaku meluncur ke George Town, untuk stay 6 jam di hotel kenalanku, 'numpang' tidur dan mandi. Untuk itu aku cuma merogoh kocek 20 ringgit. Murah, lumayan bisa istirahat di situ. Badan jadi bugar untuk terbang ke Phuket malam nanti.

Tiga jam sebelum terbang, aku segera tinggalkan hotel menuju Bandara International Penang. Akhirnya dalam 1 jam 5 menit pesawatku sudah menapakkan rodanya di International Airport Phuket Thailand.

Penumpang di pesawat bule semua, kecuali aku satu-satunya penumpang yang berambut  hitam keputihan karena faktor usia dan sudah mulai renta. Urusan di Bandara semuanya lancar. Petugas Imigrasi dan yang lainnya welcome semua.


KEINDAHAN PANTAI PA TONG

Saatnya menuju Pa tong, kota yang kesohor karena keindahan pantainya. Meski sudah malam, masih ada dua konter di Bandara Phuket penyedia transportasi ke berbagai arah. Aku pilih van minibus yang muat 12 orang. Keluar dari pintu 5 sudah banyak van yang siap berangkat. Per orang ongkosnya 180 Bath atau sekitar 80 ribu. Sebelum keluar bandara, aku sempatkan top up paket internet kartu dtac yang diberi sobatku ketika bertemu di Penang. Aku top up paket untuk 10 hari harganya 300 Bath.

Kalau sama sekali belum punya kartu dtac, bisa beli di konter bandara. Beli kartu khusus untuk turis (Happy Tourist Sim). Unlimited internet dan paket bicara yang ditawarkan bermacam-macam ada 7, 10, 15 atau 30 hari. Yang termurah 299 Bath untuk 7 hari.


Semua urusan beres. Cuma nunggu sebentar, yang punya tiket segera naik ke minibus. Lantas van berhenti sejenak di agen untuk mendata tujuan dan nama hotelnya. Dalam satu jam van sudah masuk Kota Pa tong, lalu masing-masing diantar ke hotelnya.

Kehidupan malam di Pa tong mirip Kuta, Pattaya atau Khao san road. Ramai dan gemerlap. Bar, restoran, panti pijat, pejalan kaki dan penyedia jasa lainnya menyatu dalam denyut Pa tong. Begitulah kehidupan Pa tong merupakan paduan dunia hiburan dan keindahan alam yang dikemas untuk dijual.

Selama di Pa tong aku tinggal di Bearpacker Hostel dekat kantor imigrasi. Kalau naik angkutan umum para sopir sudah tau semua. Hostelnya rekomendit, super bersih, ekonomis, modern, smart door, ada lift dan fasilitasnya lengkap termasuk menjual paket tour. Ke pantai sangat dekat.

Kalau mau leha-leha bisa singgah di lantai paling atas. Di situ ada kolam renang, cafe atau sekedar untuk merokok juga bisa. Tutup mata rapat-rapat ya kalau ke pool site di siang hari. Wkwkwk

Sebagai indikasi kalau sebuah kota itu banyak digandrungi turis mancanegara, tandanya adalah ramai, banyak sekali ATM, Money Exchange, bar, banyak biro travel dan turis dimanjakan dengan berbagai fasilitas.

Di Thailand rata-rata jalannya lebar mulus, terang di malam hari, banyak van sebagai angkutan yang  nyaman untuk turis. Tamu selalu dimudahkan. Masyarakatnya total menggarap parawisata di seantero negeri. Pantas saja jumlah kunjungan turis selalu di urutan teratas.

Untuk makan yang halal aku harus jalan kaki lebih dari dua kilometer setiap hari. Resto halal banyak di sekitar Masjid Nurul Islam. Ada manfaat yang aku dapat setiap hari di Pa tong, bisa makan yang halal, bisa berolah raga jalan kaki dan bisa shalat berjamaah di masjid itu. Ada sih yang jual makanan kecil bertanda halal di dekat hostel, tapi aku kurang mantap membelinya.


Transportasi di Phuket itu susah-susah gampang. Kalau nggak tau caranya, pasti kena yang mahal. Ojek dibilang taxi motor, angkot dibilang taxi mobil. Ongkosnya tawar menawar.

Jasa pijat (massage) sudah ditawarkan sejak petang. Puluhan tempat pijat tersebar di mana-mana. Para wanita dengan genitnya menawarkan jasanya pada pejalan kaki yang lewat. Semuanya wanita, ada yang biasa dan ada yang berpakaian seksi. Itulah denyut Pa tong yang nggak pernah mati. Termasuk pantainya yang selalu ramai dipadati turis mancanegara.

Ternyata bukan menjelang malam saja massage ditawarkan. Di awal pagi pun mereka sudah rapi dan bersolek seronoh menawarkan jasanya. Ya, seperti orang masuk kerja saja. Kalau mata tidak kuat melihat, nunduk aja lebih aman. Sebab di sini mau lihat wanita yang berbusana lengkap atau yang berbusana 'kehabisan bahan' ada di mana-mana.

Umumnya kita, kalau pagi biasa nya minum kopi atau teh. Tapi di Pa tong pagi-pagi sudah banyak yang nongkrong bareng minum bir. Mau perempuan atau lelaki sama saja minum bareng.

Paling pas kalau bisa bangun pagi ketika jalanan di Pa tong masih sepi. Aku sempatkan jogging di sepanjang pantai yang pasirnya berwarna putih. Lantas cari tukang kopi dorong di sekitar situ, menyeruputnya sambil lihat suasana di sekitar Pantai.


PHUKET CITY

Hari ini bakal ke Phuket Town. Cukup naik bus yang menyerupai truk dan dilengkapi tempat duduk panjang di kanan kirinya. Nyetopnya di depan kantor polisi Pa tong Beach. Ongkosnya 30 Bath. Turun terakhir di downtown dekat pasar buah dan sayur.

Hanya sedikit berjalan kaki aku dapat hotel Downtown Inn. Dan stay di situ selama dua malam. Untuk dua hari aku minta diskon. Alhamdulillah per malamnya diberi diskon 50 Bath. Kamarnya besar, ada TV, kamar mandi, wifi dan dekat dengan pasar. Lantas aku segera ngucek-ngucek pakaian yang kotor agar bisa dipakai lagi.

Pas lihat perutku di beberapa foto kok kelihatan buncit. Wah berarti harus dibenerin nih pola travelingnya. Alhamdulillah selama di Phuket aku paksakan berjalan kaki setiap kali makan di resto halal yang jaraknya empat kilometer pp. Habis makan langsung shalat di sekitar situ. Alhamdulillah sekarang difoto sudah slim lagi. Berhasil ....

Hari ini istimewa banget, semua urusan dimudahkan Allah SWT. Yang pertama dapat bus ke Phuket city dengan bus biasa bukan taxi. Lalu begitu turun bus langsung dapat hotel murah plus diskon, yang ketiga pas nanya dimana masjid terdekat malah diantar ibu-ibu pake sepeda motor dan yang terakhir dapat makan dengan harga yang termurah selama di Phuket. Ya bagiku itu sesuatu. Terima kasih Ya Allah.

Hanya jalan kaki 50 meteran disebelah Downtown Inn sudah ketemu Old Town of Phuket. Bangunan masa lalu dan Museum ada di sini. Malamnya digelar pasar malam yang kontennya entertainment, aneka macam kuliner dan souvenir khas Phuket. Pasar malam ini digelar pada Phuket Walking Street. Biasanya ada pada malam minggu dan senin. Sungguh menarik, ramai, heboh dan mendidik.

Menurutku, Downtown Inn adalah pilihan yang tepat. Di depan pintu hotel adalah pasar pusat buah dan sayuran (Downtown Fresh Market). Bayangkan saja ketika keluar hotel sudah disajikan puluhan durian yang segede gaban. Nanas, semangka, mangga atau pepaya ada semuanya di pasar ini. Menurut si penjual durian, per kilo dia jual 130 Bath atau sekitar 50 ribu.

Maksud hati ingin kembali lagi ke resto Muslim di depan Masjid Jamek Phuket. Aku hanya mengandalkan GPS. Ternyata malah kesasar jauh selama 1 jam. Bukannya tidak sanggup berusaha ke sana, tapi aku nggak mau memaksakan diri. Akhirnya aku nyerah dan memanggil ojek, dia minta 50 Bath. Aku oke kan tanpa kutawar sedikit pun. Tarik Mang....

Pulangnya aku diantar Si Abang pemilik resto tanpa bayar. Aku minta turun di Ibu penjahit yang kemarin mengantarkanku ke masjid jamek dengan sepeda motornya. Dia kuberi hadiah jilbab titipan istriku melalui tangan suaminya. Jazakallah Abang dan Ibu.

Dari Downtown ke Old Bus Terminal (Terminal 1), jaraknya cukup jauh satu kiloan. Namanya juga terminal lama, tempatnya sepi. Ada beberapa hotel di sekitar situ. Namun demikian terminal itu masih difungsikan. Ke Surathani, Hadyai atau Krabi naiknya dari sini. Termasuk Bus Airport yang berwarna orange berangkatnya juga dari sini. Bus Airport terjadwal tapi tidak 24 jam. Taripnya 100 Bath. Van atau minibus dan taxi tersedia juga di terminal ini, masing-masing taripnya 180 dan 500 Bath. Monggo dipilih...

Menyantap makanan sehari-hari bisa berganti-ganti menunya tergantung selera. Tapi nasi yang utama, bisa ditambah ikan, daging atau sayur. Hampir sama dengan di tanah air, cuma nama dan taste nya yang berbeda. Sekali makan plus minum olahan, es teh ataubes kopi ditarip antara 50-100 Bath. 

Makan menu apa pun akan dikasih lalapan ketimun, irisan kacang panjang plus sambal. Dan otomatis diberi segelas es batu. Nanti tinggal kita tuangkan air putih dari ceret yang diberikan secara gratis.
OJEK DRIVER
Jika belum makan nasi, sebagai gantinya semisal ketan plus mangga (mango sticky rice), buah pisang atau kue sagu. Roti tawar pun bisa. Sebagai hiburan di pagi hari aku biasa blusukan ke dalam pasar tradisional yang bersih. Sambil cari sarapan dan minum es kopi yang aman. Para gadis dan ibu-ibu muda pun tersenyum padaku menyangka ada orang tua Thailand sepagi ini rajin ke pasar. Wkwkwk tertipu kau.

Hari ini adalah hari terakhirku di Phuket. Sebelum pukul 12 siang aku sudah siap-siap menuju Phuket Old Terminal (Bus Terminal 1).
Namanya Bang Karim, Tukang Ojek di Phuket. Dia mengantarkanku ke sana.
Aku minta Saam sip Bath (30 Bath) tapi dia minta 40 Bath dan aku oke kan.

Setelah dia tanya dari mana asalnya ? Kujawab dari Indonesia. "Oke 30 Bath aja... Kita bersaudara," katanya.

Sampai di terminal kami sama-sama ucapkan terima kasih dan dia mendoakanku. Lantas kuberikan dia 3 buah pisang yang manis sebagai shadaqah hari ini. Dia pun tersenyum bahagia.


TERBANG KE BANGKOK

Hanya bayar 100 Bath Bus Airport meluncur mengantar kami menuju Phuket Airport. Aku berhenti Terminal Domestik sebab mau terbang ke Don Mueang Bangkok pada petang hari.

Pas scan tas ku di airport, aku curiga kok petugasnya pada senyum-senyum dan sambil bicara dengan temannya. Mungkin dia lihat ada pisang di dalam tas ku.

KETEMU SAHABAT
Ada kebahagian tersendiri ketika ketemu teman lama pemuda asal Thailand Selatan beberapa tahun yang lalu di Bangkok. Sekarang Faozi tugas di Phuket International Airport dan alhamdulillah aku berjumpa dengannya.

Dia bilang,  "Kalau pas di Thailand Selatan ada kesulitan apa-apa silakan hubungi saya." Terima kasih son.

Tiba di Don Mueang Airport sedikit telat. Langsung aku menuju Stasiun Kereta Api di seberang bandara lewat jembatan penghubung. Pas sampe loket untuk beli tiket, keretanya datang. Iya betul, itu kereta yang ke Stasiun Hua Lamphong Bangkok. Nggak pake ba bi bu, aku setengah lari menuju kereta. Seketika itu pun kereta meluncur. Enaknya gitu di Thailand, beli tiket bisa langsung naik. Kalau lagi kepepet banget, naik aja lalu bayar resmi di atas. Sebab kondekturnya pegang tiket juga khusus untuk emergency seperti itu.
Ke Bangkok tiketnya cuma 20 Bath atau 9 ribu rupiah. Ditempuh dalam satu jam saja. Untuk hotelnya, tinggal nyebrang lewat underground tunnel. Di situ banyak hotel tinggal pilih. Istirahat dulu akh di hari ke-20. Zzzzz ....


LOP BURI

Ga ada target tertentu di Bangkok ini. Sebab aku sudah berkali-kali ke sini. Cuma santai-santai aja duduk di stasiun, cari makan atau nongkrong di lobby hotel. Tapi besoknya iseng-iseng main ke Lop buri pakai kereta dari Hua Lamphong. Jarak tempuh tiga jam dan tiketnya 50 Bath.

Di Lopburi tujuannya hanya ke Monkey Temple dan beberapa temple yang ada di dalam kota. Aku ke 'candi monyet', keluar stasiun cukup jalan kaki ke kanan. Tepat di depan stasiun pun ada sebuah candi, lalu ke kanan sedikit ada candi lagi dan akhirnya aku bertemu Monkey Temple.

TUK2 di HUA LAMPHONG
Sebelum sampai menyebrang jalan menuju candi. Sudah banyak monyet berkeliaran bebas di jalanan kota. Jumlahnya seratusan, banyak sekali. Mereka naik turun ke atap toko-toko, bahkan masuk mengganggu penghuni di sekitarnya. Kasihan juga para pemilik usaha di sekitar sini, setiap saat harus rajin menghalau agar tidak mendekat mengganggu jualannya.

Mereka bergerombol hingga naik ke lampu lalu lintas, palang pintu kereta api atau mengejar para pengunjung yang kelihatan bawa makanan. Tempat tinggal mereka ada di dalam monkey temple. Para pengendara di jalan raya juga harus waspada, sebab monyet-monyet berkeliaran sanpai ke tengah jalan. Ya begitulah.... namanya juga binatang.


Di Lop buri aku cuma mengelilingi kota, masuk ke dalam pasar tradisional sambil membeli makanan dan minuman yang aman menurut aku. Ketika hampir waktunya kembali ke Bangkok, aku berusaha tiada hari untuk mencari makanan yg halal.

Akhirnya kutemukan kedai kecil berwarna jingga berada di seberang rel Stasiun Lop buri. Arahnya melintasi rel - ke kiri 50 m - per3 an pertama ke kanan 30 m - per3an pertama ke kiri 35 m, di situlah kedainya yang tersembunyi di dalam kampung.

Alhamdulillah masjidnya juga dekat situ. Namanya Masjid Nurul Muslimin Lop buri Thailand. Selepas aku shalat jama Dhuhur dan Ashar, aku bertemu dan berangkulan erat dengan Muh. Rifiq, Imam Masjid asal Myanmar yang bermadzab Hanafi. Bercerita singkat dan mengabarkan tentang kebaikan.

Kereta menurut skedul sebentar lagi berangkat menuju Bangkok. Aku harus bergegas ke stasiun yang tidak begitu jauh dari masjid. Sebab tiket pulang belum kubeli. Hampir sama lamanya dengan waktu berangkat, aku merapat di Hua Lamphong sekitar pukul 6 petang.

Seperti di hari sebelumnya, pagi-pagi aku berjalan kaki menuju tempat sarapan yang jaraknya 200 meteran dari hotel. Kemudian menambah kekuatan Bath-ku dengan menukarkan uang Rupiah di Currency Exchange Hua Lamphong Station. Rate

Kurs-nya mahal, 1.000 Bath aku tukar dengan 550 Ribu Rupiah. Kalau kemarin waktu di Medan, 1.000 Bath kutukar 480 Ribu Rupiah. Ga pa pa itu sudah biasa dan ga masalah hanya untuk jumlah yang sedikit.

Hari ini juga iseng, habis beli tiket kereta api ke Surat Thani, aku naik bus no 29 ke MBK 'Mak Bong Krang'. Karena bus nya jadul ongkosnya juga murah, 6.5 Bath. MBK itu mall tempat orang shoping, tempat ini juga dianggap salah satu syurga belanja bagi orang Indonesia.

Aku tergoda juga, berhubung budget sudah menipis tapi inget cucu. Mau ga mau tarik tunai kartu kredit di ATM. Mesinnya bahasa Thai, coba-coba aja dan berhasil kutarik. Lumayan bisa ngoleh-olehi cucu tercinta.

Saatnya bernostalgia di tempat nongkrong Kota Bangkok, yang biasa orang selfie, yaitu di interchange MBK, Siam Paragon dan Gedung Art Center. Di situ cuma sekedar melepas kangen dan belanja tipis-tipis untuk cucu dan istri tercinta. Lantas cari  surganya makanan halal di Phechaburi Soi 7. Aneka makanan ada di situ dan bisa sekalian shalat di Masjid Darul Aman. Aku pilih tom yam daging ayam, minum jus strobery dan pentol baso bakar. Semuanya itu nggak sampai 50 ribu tapi perut 'hampir meledak'

Pulangnya, aku naik bus nomor 113 yang karcisnya 9 Bath lalu turun di Hua Lamphong. Dan Zzzz istirahat tidur lagi.


12 JAM KE SURAT THANI

Awal pagi aku siapkan diri untuk ke Surat Thani dengan kereta api.  Sarapan sudah, check out hotel sudah, titip barang di loker stasiun sudah, makan siang, makan buah dan minum es green sudah. Itu semua kulakukan pada langgananku setiap hari sekalian pamit meninggalkan Bangkok. Saatnya hanya menanti keberangkatan kereta pada pukul 15.45 WB 'Waktu Bangkok'.

Surat Thani diguyur hujan ketika kereta merapat di stasiun. Hari pun masih shubuh. Kendaraan umum belum ada yang beroperasi untuk menuju ke berbagai jurusan. Yang paling pas harus menunggu sejenak di Stasiun Surat Thani yang tidak begitu besar. 


Ngaku-ngaku sebagai traveler sejati ga usah malu. Harus gigih, murah, sehat, banyak teman baru dan ilmu bertambah. Di sebelah kiri Stasiun Kereta Surat Thani sudah nongkrong Bus Orange jurusan Terminal Bus lama di Talad Kaset 1. Ongkosnya 15 Bath untuk mencapai jarak 12 kilometer.

Surat Thani memiliki 3 terminal bus/angkutan umum. Talad Kaset 1 untuk dalam kota, Talad Kaset 2 untuk luar kota dan terminal baru untuk bus jarak jauh seperti Bangkok dll. Jarak antara Talad Kaset 1 dan 2 tidak jauh, hanya kurang dari 200 meteran.

Kemarin browsing ringan-ringan dan dapat Hotel My Place. Di bawah hujan gerimis, kubuka GPS, maka ketemulah My Place@ Surat Hotel yang rekomendit buat para traveler (semua syarat-syaratnya masuk). Aku stay sebagai titik awal menuju Koh Samui dan Krabi.

Menurut informasi yang kudapat dari internet. Di Surat Thani banyak scam 'aksi tipu-tipu' khususnya mark up harga/ongkos menuju Koh Samui. Sehingga kalau kita tidak tahu bakal kena harga yang berlipat. Waspada waspadalah....

Hari ini aku bangun agak siang setelah keretaku tiba di waktu shubuh. Untuk memulihkan tubuh yang kecapean dan melek di kereta agar tidak kelewatan. Lumayan bisa tidur sejenak sehabis mandi.

Mata agak sembab sedikit karena habis bangun tidur. Aku mencari masjid terdekat pakai GPS. Maksud hati bisa shalat dan sekalian cari makan di situ. Ternyata karena hari ahad, kedai makanan tutup. Tapi alhamdulillah aku dibantu oleh jamaah setempat yang bernama Ilyas untuk mengantarkan ke kedai halal yang lain.

Ilyas kebetulan barusan istirahat kerja dan shalat di Masjid Central Surat Thani, lalu bertemu denganku. Maunya sih dia ngantar ke mana-mana, namun kutolak dengan halus karena sebentar lagi dia harus masuk kerja lagi. Terima kasih Nak... engkau telah mengantar bapak, semua kebaikanmu dibalas Allah SWT. Aamiin.

Sehabis istirahat siang, sorenya aku ke night market yang mulai buka pukul 4. Suasananya ramai sekali. Berbagai kuliner ada di sini, yang biasa atau yang ekstrim. Sushi, seafood, tart hias yang cantik, kebab... pokoknya nggak bisa kusebut satu persatu.

Aku malah beli jagung rebus, green tea milk shake dan buah nanas. Lantas penjelajahan aku lanjutkan ke pinggir Sungai Ta pee (Ta pi). Nongkrong atau jjs di situ sangat cocok. Sebab sarana olah raganya tersedia, pemandangan sungainya apik dan penjual jajanan juga ada di situ. Di pinggiran sungai ini tampak beberapa kapal penumpang bersandar siap mengantar penumpang pada malam hari. Jurusannya Surat Thani ke Koh Tao atau ke Koh Samui.


PENASARAN LIHAT KOH SAMUI

Setelah stay dua malam di Surat Thani, aku meninggalkan kota ini menuju Donsak (55 km) lalu pakai ferry menyebrang ke Koh Samui. Tiket gabungan (angkutan+ferry) ini kubeli di hotel seharga 270 Bath. Keberangkatan tiap satu jam.

Sebenarnya bisa saja ambil yang lebih murah, dari Talad Kasei 1 pakai Songthew (50 Bath ga tau berangkatnya kapan). Lalu beli tiket ferry di penyebrangan sekitar 75 Bath. Tapi cara yang satu ini melelahkan dan membingungkan. Apalagi di ruas jalan menuju Donsak ada beberapa pemeriksaan oleh aparat keamanan Thailand.


Pukul 8 pagi, aku dijemput tuk-tuk menuju agen Seatran Ferry. Di situ adalah tempat berkumpulnya calon penumpang yang akan diantar dengan minivan ke Dermaga Seatran Ferry di Donsak pier. Tepat pada waktunya, minivan akan mengantarkan kita sampai ke penyebrangan ferry khusus Seatran. Minivan berbahan bakar gas meluncur dengan kecepatan 130 km/jam di atas jalan raya biasa yang lebar (bukan tol).

Lebih baik beli tiket di hotel minivan + ferry, sebab kita akan bingung kalau beli secara partial. Pelabuhannya beda-beda antara Donsak, Seatran ferry atau Raja. Kalau beli paket dari hotel, kita akan terima 2 tiket. Yang pertama untuk minivan dan yang kedua berupa kartu magnetik untuk masuk ke kapal ferry. Gampangnya kalau pakai cara yang ini, kita cuma duduk manis tapi semuanya aman. Sebab untuk tidak bingung itu ada harganya.

Tepat pada waktunya Seatran mulai meninggalkan pelabuhan dan mengarungi lautan di Teluk Siam selama 90 menit. Aku memilih duduk di dek atas agar bisa lebih leluasa melihat pemandangan lautnya. Di setiap dek bisa memilih duduk terbuka atau duduk di ruangan ber-AC.

Tiba di Nathon pier, aku berjalan lurus ke luar sampai ketemu pertigaan. Kota Nathon (Downtown) ada di kanan pertigaan. Di situ ada hotel budget, pasar malam, biro travel dan persewaan sepeda motor. Sebagai transit untuk penyesuaian lebih baik stay di sini dulu. Sebab semuanya lengkap ada di kota kecil ini. Selanjutnya untuk mengeksplor Koh Samui, bisa besoknya atau sengaja ingin menginap di sekitar Chaweng Beach, Bhoput atau Lamai Beach.


Kalau masih di Nathon, jjs di sekitar pier banyak pemandangannya. Di situ ada 3 dermaga, Seatran, Lomprayah dan satu lagi yang paling selatan. Monggo silakan dipilih. Hilir mudik kapal ferry, warga yang berolah raga, pasar malam atau melihat turis yang kongkow-kongkow, itu semua menjadi hiburan tersendiri.

Esok paginya aku ke Lamai pakai songthew (angkot). Naiknya dari ujung dermaga ke-3 atau yang paling selatan. Ongkosnya 100 Bath. Ga perlu repot-reput, cukup kasih tau alamatnya yang akan dituju. Maka sopir songthew akan mengantar kita sampai ditujuan.

Aku menginap di New Hut Bungalaw yang rumahnya berwarna warni. Bungalaw tersebut tepat di depan Pantai Lamai. Artinya, buka pintu langsung injak pasir putih yang menghampar. Harga per kamar untuk dua orang bervariasi antara 300 - 500 Bath. Itu tergantung pada toilet, AC atau fan sebagai pembedanya.


Alhamdulillah di dekat penginapan ada kedai halal makanan khas Thailand. Rata-rata 1 porsinya 60 Bath plus nasi dan plus standar air es. Wifi nya juga kenceng banget.

Karena menginap hanya semalam, aku manfaatkan waktu sebaik-baiknya. Menjelang siang, sore dan esok paginya jelajahi Pantai Lamai sambil sesekali berendam di situ.

Esoknya selepas check out, mampir makan dulu di kedai halal. Koh Samui semalaman diguyur hujan sampai pagi. Rencana jogging di pantai terpaksa batal. Semalam itu deburan ombaknya keras sekali disertai angin. Hingga pintu kamarku terdengar glotak glotak kena angin.

Menjelang tengah hari, aku lanjutkan naik songthew menuju Nathon Pier. Dan menunggu di situ, sebab sore ini mau langsung balik ke Surat Thani dilanjutkan dengan bus menuju Hatyai.

Tiket kubeli satu paket dari Koh Samui hingga Hatyai. Yah... kemahalan sedikit sih harganya, tapi ga pa pa itu sudah rizki dia.

Waktu keberangkatan ke Hatyai masih beberapa jam lagi. Aku nunggu di agen kecil milik Ibu Kay di aula kantor ferry Lomorayah. Hujan pun tidak kunjung reda. Tapi tampak aktivitas keberangkatan/kedatangan ferry tetap berjalan sesuai jadwal.

Untuk lebih efesien, aku dibonceng sepeda motor oleh Ibu Kay menuju Terminal Koh Samui di tengah guyuran hujan. Di situ resi pada waktunya akan kutukar dengan tiket asli di loket agen bus.

Apresiasi pada Pemerintah Daerah Koh Samui, Surat Thani - Thailand. Di pulau wisata yang kecil ini dan penuh dengan hura-hura masih bisa menyediakan tempat shalat untuk Ummat Muslim.

Hal tersebut terdapat pada Terminal Bus Koh Samui yang cukup besar dan bersih, bus berbagai jurusan ada di sini.

Tampak terminal ini seperti kantor instansi dan sangat sepi pengunjung. Akan terlihat ramai nanti pada saat bus datang menunggu calon penumpang yang telah booking tiket. Semua bus berangkatnya on time.

Busku juga on time berangkatnya menuju dermaga Raja, Donsak. Di atas ferry yang tergolong versi lama ini mampu membawa bus, truk trailer dan mobil-mobil kecil.


HALO HATYAI

Bus masuk di Hatyai pukul dua pagi dan terpaksa aku mencari makan dan minum di dekat terminal sambil menunggu datangnya pagi.

Di hotel beruntung sekali aku bertemu dengan Wong Solo bernama Mas Aziz. Kebetulan dia sewa motor di Hatyai dan aku dibonceng dibawa ke beberapa spot seperti Masjid Central Songkla, Big Budha di puncak bukit dan Wat stainless steel.

Sekitaran pukul sembilan pagi aku menuju Terminal Bus Hatyai. Maksudnya mau ke Pattani. Pakai minivan tiketnya 100 Bath. Semula Bangdee (panggilan untuk Hamdi) akan menunggu saya di Masjid Pattani. Tapi karena beliau ada urusan kerja dan tempat tinggalnya jauh di Yala, maka beliau meminta tolong dan mengutus temannya bernama Husnee.

Aku dijemput dan diajak ke resepsi pernikahan saudaranya di dekat Masjid Raya Pattani. Alhamdulillah aku bisa banyak kenal warga Pattani, tau bagaimana acara pernikahan itu dan bisa mencicipi segala macam jenis makanan khas Pattani.

Aku pun dibawa ke Masjid Raja Pattani dan Masjid Raya Pattani. Di situ (Masjid Pattani), aku bertemu Imam Masjid Raya Pattani. Lantas karena sore ini aku harus berada di Narathiwat, Husnee mengantarkanku ke Terminal Bus Pattani. Ongkos minivan ke Narathiwat 110 Bath ditempuh dalam waktu 1 jam lebih sedikit.

Ketika menuju Pattani dan Narathiwat, aku harus melewati sepuluhan pos pemeriksaan militer. Karena pemerintah Thailand berpikir 'demi keamanan'. Itulah ZONA MERAH PATTANI.


NARATHIWAT

Kedatanganku di Narathiwat disambut dengan hujan tiada henti. Alhasil aku hanya bisa cari makan yang tidak jauh dari hotel. Aku coba tom yam, roti bakar srikaya dan kopi susu panas.

Esok harinya jelajahi pasar tradisional yang masih saja dijaga oleh tentara bersenjata lengkap. Lantas sarapan nasi air, pempek dan aneka sea food ringan. Sedangkan di pasar tradisional aku beli sekilo duku yang sedang musim di Narathiwat.

Aku mampir makan di PKL halaman masjid milik seorang ibu. Panggilannya Kak Natroh yang berusia sekitar 40 tahunan. Terlahir dari Bapak asal Narathiwat Thailand dan Ibu asal Kelantan Malaysia.

Beliau berjualan di halaman madrasah Kompleks Masjid tertua di Narathiwat, Yum Iyah Mosque. Jualannya hanya sabtu dan ahad saja. Sebab jum'at sekolahan libur.

Di hari lainnya beliau mengelola kedai makan dan 8 motor tandem sejenis tossa untuk disewakan. Di sini dinamakan chaleng (motor angkut multi fungsi).

Usahanya tampak biasa saja sebagai orang kalangan bawah di Narathiwat. Tapi beliau sudah berhaji berkat rajin menabung dari hasil usahanya tersebut. Dan beliau rajin bersedekah setiap hari. "Bapak makan saja tak usah bayar, ini sebagai sedekah saye pagi ini. Jangan begitulah Pak.... masak Bapak tak mau makan kalo tak bayar ?"

Begitulah dialog kami berdua yang ikut disaksikan oleh para pembantunya yang sejak lama ikut bersama Kak Natroh.
Hari ini tujuanku ke Sungai Kolok. Pas keluar hotel, tiba-tiba ada yang nawari ojek. Langsung aja aku minta diantar ke Terminal Bus Narathiwat. Kubayar dia 40 Bath.

Untuk perjalanan 1 sampai 3 jam, di Thailand dominan dilayani oleh minivan. Mobilnya baru-baru dan pelayanannya bagus. Meski naik dari terminal, waktu tiba di kota tujuan semua penumpang diantar sesuai yang diminta.


SUNGAI KOLOK PINTU MASUK KE KELANTAN

Ongkos ke Kolok sebutan orang selatan 70 Bath. Lebih kurang dalam 1 jam, minivan tiba dan berhenti di depan Kantor Imigrasi Kolok. Untuk keluar Thailand bisa langsung ke petugas imigrasi yang bertugas di dalam seperti pos. Mulai turun dari minivan, banyak ojek menawarkan jasanya untuk menuju sampai kantor imigrasi di seberang jembatan sana. Kebetulan saja kedua kantor imigrasi kedua negara hanya dibatasi oleh jembatan di atas Sungai Golok.

Karena jaraknya tidak terlalu jauh, aku cuma jalan kaki menuju Imigrasi Malaysia di Rantau Panjang. Urusan keluar masuk kedua negara ini lancar-lancar aja. Dan akhirnya aku harus berjalan lagi keluar sampai di sekitar terminal kecil Rantau Panjang.

Di situ aku hanya menunggu bus menuju Kota Bharu. Habis, kupikir di Rantau Panjang tidak ada yang bisa dilihat. Yang ada cuma masjid indah bergaya China seperti Masjid Cheng Ho.

Tak lama bus yang ditunggu datang. Bus Cityliner No 29 jurusan Rantau Panjang ke Kota Bharu. Ongkosnya 5,1 Ringgit. Ditempuh lebih kurang satu jam. Bus ini melewati Pasir Mas, sebuah kita kecil tapi lumayan mulai ramai sebagai kota kecamatan.

Untuk penginapannya aku pilih di dekat Terminal Bus Kota Bharu. Stay di dekat situ banyak keuntungannya, ke mana-mana jadi gampang. Apalagi lusanya aku mau ke Penang. Jadi ga perlu ongkos lagi, tinggal jalan beberapa langkah ke terminal.

Di Kota Bharu juga sedang dilanda hujan. Pas udara cerah aku menuju Masjid muhammadi dekat kediaman Raja Kelantan. Masjid ini sudah lama berdiri sehingga menjadi masjid warisan tempo dulu. Phisik bangunannya sungguh masih terawat dan dikelola dengan baik.

Ikon yang lain adalah menara di tepi Sungai Kelantan yang cukup lebar. Ada juga menara jam di tengah taman bundaran dekat Musium Kelantan yang menjadi ikon kota lainnya. Masjid cukup banyak di Kota Bharu dengan arsitektur yang berbeda-beda. Contohnya Masjid Al Baro'ah yang berhimpitan dengan Pasar Besar Siti Khadijah.

Bangunan perkantoran banyak yang didesign berkubah menyerupai masjid, padahal bukan masjid. Penamaan segala macam papan nama semua tertulis dengan bahasa latin dan Arab. Warganya memakai Bahasa Melayu Kelantan yang berbeda dengan negara bagian lainnya di Malaysia. Sedangkan warganya banyak yang memakai kupluk (kopiah) haji. Itu bagi yang lelaki. Wanitanya memakai kerudung plus busana Muslim.

Hari Jum'at sebagai hari libur. Sedangkan hari Ahad masuk seperti hari normal. Di mana-mana banyak papan peringatan tentang menutup aurat dan ada zonanya wajib menutup aurat.

Kelantan saat ini dipimpin oleh seorang Raja yang pada Bulan November 2018 ini berusia 49 tahun.

Untuk mobilisasi warganya tersedia bus umum yang bagus dinamakan Cityliner. Cara bayarnya langsung pada sopir. Tidak perlu membayar pakai uang pas. Sebab nominal besar pun ada kembaliannya. Berbeda dengan kota-kota besar lainnya di Malaysia, di Kota Bharu dimungkinkan penumpang naik turus sesuai permintaan kita disesuaikan dengan tempat berhenti yang aman.

Makan minum sehari-hari posisinya hanya di sebelah hotel. Sarapan dan makan siap selama dua hari selalu di situ. Pemilik kedai sering ngobrol denganku dan menunjukkan masjid terdekat untuk shalat. Setiap kali makan aku selalu diberi harga khusus yang murah.

Aku terkejut ketika mau bayar yang yang terakhir, dia nggak mau terima. Dia menolak. "Ini sedekah saya. Sampai ketemu lagi." katanya. Dia pun sempat menyeka air matanya. Walau sebagai lelaki, mataku ikut basah melihatnya.

Sebelum menuju ke Penang, aku blusukan ke Pasar Besar Siti Khadijah. Shalat Dhuha di masjid sebelahnya dan beli sekilo buah duku yang berlimpah karena lagi musimnya. Akhirnya aku menunggu di agen bus Transnasional hingga waktu berangkat tiba.

Bus yang cukup mewah 30 seat 2 x 1 mesinnya sangat halus nyaris tak bersuara. Tau-tau aku bangun berhenti istirahat makan, lalu dilanjutkan hingga tiba di Terminal Sungai Nibong Penang pukul 4 pagi.

Mau ke hotel pakai Bus Rapid, bus nya belum ada. Mau shalat Shubuh waktunya belum masuk. Jalan satu-satunya hanya menunggu sehingga keduanya bisa terlaksana sehingga tidak ada yang dikorbankan.

Bus Rapid di Terminal Antar Propinsi Sungai Nibong tersedia Lane-nya. Yang kutunggu adalah Bus No 401 tujuan Jetty via Lebuh Chulia Street. Sebab aku tetap akan stay di hotel yang sama ketika awal tiba di Penang.

Di situ hanya tinggal semalam saja. Dan harus pindah hotel lagi untuk tujuh tetanggaku yang akan kujemput esok sore di Airport Penang.




Copyright©  by RUSDI ZULKARNAIN
email :  alsatopass@gmail.com

2 comments:

sitivani said...

keren pak...
sy ngbayangin, saat sy seusia bapak ini nanti, sy masih dberi kesempatan utk jalan2 kaya bpk...
hehe..
sehat2 terus y pak,
biar bisa terus jalan2 dan sharing cerita perjalnnny.. (:

Unknown said...

Keren pak ...