BERAMAL LEWAT TULISAN

Friday 21 June 2019

PACITAN, KAMPUNG IBUKU


WAY to PACITAN

Aku sudah ada di Madiun, nanggung kalau nggak ke PACITAN. Sebab dari Madiun hanya perlu 3 atau 4 jam saja bakal sampai di Pacitan.

Alasan lain ke Pacitan, karena ini kampung Ibuku yang belum pernah aku kunjungi lagi sejak aku Balita. Ibu, kakek dan nenekku hijrah ke Jakarta ketika aku masih kecil. Hal itulah yang menyebabkan aku tidak pernah lagi menginjakkan kaki di Bumi 1001 Goa ini.
Sebenarnya ada bus langsung dari Surabaya ke Pacitan. Bus Aneka Jaya namanya. Rutenya, Surabaya - Jombang - Madiun - Ponorogo - Pacitan. Waktu tempuhnya sekitar 7 jam dan ongkosnya 60 ribuan saja.
Kalau naik dari Madiun harus menunggu datangnya bus tersebut dari Surabaya untuk lanjut ke Pacitan.
Ini loh posisinya, Kabupaten Pacitan terletak di ujung barat daya Provinsi Jawa Timur. Tetangga di utara adalah Ponorogo, di selatan : Samudera Indonesia, di timur :  Trenggalek dan di barat : Wonogiri (Jawa Tengah). Dari Surabaya jaraknya sekitar 275 km. Sedangkan dari Yogyakarta 125 km.

Aku pilih bus kecil saja yang setiap saat ada selama matahari masih bersinar terang. Sebab kalau kesorean apalagi malam bus nggak ada lagi ke Ponorogo dan Pacitan.

Bus kecil bernama 'Cendana' meluncur dari Madiun ke Ponorogo memakan jarak 30 km dalam waktu 1 jam an. Ongkosnya 10 ribu. Lalu di Ponorogo over lagi ke bus kecil yang lain 'Sari Mulyo' menuju Pacitan selama 3 jam dan ongkosnya 30 ribu.

Ke Pacitan jalannya berkelok-kelok, naik turun menyusuri celah² bukit dan tebing batu yang rawan longsor. Beberapa jurang yang menganga lebar siap memangsa siapa saja yang lengah mengemudikan kendaraannya.
Meski jalannya cukup lebar dan mulus sebagai jalan yang menghubungkan antar kabupaten. Para pengendara harus hati² dan waspada melewati jalur ini, terutama di musim hujan. Jalur ini rawan longsor karena tebingnya terjal dan masih labil ketika ada air berlebihan yang masuk ke dalamnya. Oleh sebab itu, di sepanjang jalur ini banyak dipasang rambu² 'HATI² RAWAN LONGSOR'.


STAY dan KULINER

Aku stay di salah satu hotel sekitar Jalan Gatot Soebroto. Di situ banyak penginapan, hotel atau homestay, diantaranya Hotel Permata. Rate nya mulai 100 hingga 400 ribuan.
Pasar Minulyo Baleharjo ada di Jalan Gatot Soebroto. Selain sebagai pasar, di depannya berjejer depot aneka kulineran yang menyajikan makanan lokal seperti nasi goreng, sate, soto, atau bubur kacang ijo. Di sudut depan pasar terdapat ATM Bank Jatim dan kantor kecil Bank BNI.

PASAR MINULYO
Di sepanjang jalan ini memang ramai dipenuhi kulineran. Terminal bus dan Rumah Kediaman Presiden RI ke-6 SBY juga ada di jalan ini. Boleh dibilang Jalan Gatot Soebroto ini sangat strategis dan lengkap.

Tapi sayang, Terminal Bus Pacitan menjelang maghrib sudah sepi. Tidak ada lagi aktivitas keluar masuk bus ke terminal ini setelah maghrib. Yang tersisa cuma penjual makanan dan minuman yang sedang mengemas bedaknya bersiap² tutup.


Kulineran pagi hari tersedia di sekitar Pasar Minulyo, pecel, bubur ayam, soto atau jajanan pasar yang dinamakan cenil lupis. Untuk makanan yang satu ini bungkusnya pakai daun (godong) jati. Minumnya beras kencur yang bikin badan jadi semangat.
Kuliner rumahan juga ada di belakang rumah kediaman mantan Presiden SBY. Tepatnya ada di sebelah Homestay Putra Mandiri. Di situ jual lotek dan rujak cingur yang murah meriah. Seporsi lotek plus segelas cendol (dawet) dipatok 11 ribu. Rujak cingurnya  plus segelas teh 13 ribu. Begitu juga untuk Warung Nasi Padang banyak di sekitar Jalan Gatot Soebroto.
Malamnya bisa nongkrong di muka Pasar Minulyo untuk memilih kuliner yang kita suka. Aku pilih nasi goreng dan minumnya es kacang ijo. Kalau mau makan minum di cafe juga ada di dekat situ.

Tidak lupa aku mampir ke rumah kediaman Presiden RI ke-6 SBY. Di pinggir jalan ada papan petunjuknya. Masuknya free dan pendoponya selalu terbuka.
Pada halaman yang cukup luas terdapat beberapa rumah dan pohon yang rindang. Masuknya bisa dari beberapa arah jalan. Yang berpagar hanya bagian timurnya saja. Rumah² sederhana itu menjadi saksi kehidupan masa kecil SBY bersama orangtua beliau.
Sekarang, rumah joglonya dilengkapi foto² keluarga SBY dari masa lalu hingga ketika menjabat sebagai Presiden. Seperangkat gamelan dan satu set kursi tamu melengkapi rumah joglo ini.

Biar nggak bosan, setiap hari aku pindah² menginapnya. Di Hotel Permata, Hotel Minang atau Hotel Restu di seberang Terminal Bus Pacitan. Biasalah... cari yang murah meriah asalkan bersih.
Kota yang memiliki kode area telepon '0357' dan plat nomor kendaraan berkode 'AE' ini cukup ramai namun hawanya panas. Goa² dan pantai² yang luar biasa indah menjadi sumber pendapatan utama daerah yang terus menerus digenjot potensinya.

Pada kesempatan lain aku menuju ke Masjid Agung Darul Fallah. Masjid yang tergolong mewah ini sangat bersih, tertata rapi, berhalaman luas, himbauan²nya dan susunan kepengurusannya sangat informatif. Masjid ini berdekatan dengan Kantor Bupati dan Alun² Pacitan.
Dari sini aku pesan ojek online/ojol  'Grab' yang merupakan satu²nya ojol di kota ini. Cukup bayar 6 ribu rupiah, Pantai Teleng yang jaraknya 5 km sudah berhasil kujangkau.


SPOT WISATA

Aku ke Pantai Teleng sengaja sebelum Maghrib, maksudnya biar tidak terlalu panas. Masuknya free, kecuali pakai sepeda motor atau mobil harus bayar karcis dulu. Tampak keramaian pelancong di pantai ini masih banyak meski hampir Maghrib. Aku dan mereka hanya ingin menikmati pemandangan, indahnya pantai dan menyaksikan gulungan ombak yang besar.

Memang tidak ada yang berani berenang di pantai ini. Mereka hanya basah²an saja menunggu air laut menerpa ke bibir pantai. Sedangkan di sisi lain tampak ada yang bermain papan selancar memanfaatkan gulungan ombak.

PANTAI TELENG RIA
Hari hampir gelap. Aku pesan ojol berkali², tapi tidak satu pun ada yang nyantol. Terpaksa keluar jalan kaki. Karena balik ke hotel jaraknya 4 kiloan, aku terpaksa memberhentikan sepeda motor minta tolong diantar sampai jalan raya depan Polsek Pacitan. Dari situ kuulangi lagi pesan ojol. Tetap tanpa hasil. Terpaksa jalan kaki sampai ke sebuah mini market. Di situ ada Pak Parkir yang bertanya padaku, "Mau kemana Pak ?" Pulang ke hotel depan Terminal. Sebab susah bener nih pesan ojol, kataku.


Alhamdulillah, Pak Parkir menawarkan diri mengantarku. Siap Pak ... setuju bayar 20 ribu tanpa aku tawar lagi. Beruntung, aku tidak memilih stay di dekat Pantai Teleng, kuatir terjadi seperti pengalaman di atas. Lebih baik stay di pusat kota agar ke-mana² lebih gampang. Kecuali bawa kendaraan sendiri, mau tinggal di mana saja tidak jadi masalah.

Hari berikutnya, aku bersilaturahmi pada keluarga besar Ibuku yang hampir saja terputus karena tempat tinggal yang berjauhan beda propinsi. Alhamdulillah ... bisa bersambung kembali. Khususnya anak² sudah saling kenal satu sama lain (di-skip karena alasan privasi. Hhe..)

Hari berikutnya, aku ke Goa Gong dari Pacitan jaraknya sekitar 30 Km. Arahnya menuju Solo. Lantas di pertigaan Punung belok kiri. Melaju terus mengikuti petunjuk arah.
Masuknya bayar 15 ribu, sewa senter 5 ribu, pemandu 30 ribu plus cetak selembar foto 20 ribu. Goa Gong sangat indah dan menakjubkan. Di dalam sudah dilengkapi lampu warna warni yang memperindah bebatuan goa baik stalagtit dan stalagmit.

Bebatuan marmer, batu kapur dan kristal ada di dalam goa ini. Pembentukan puluhan tahun dalam goa menciptakan sebuah keindahan yang luar biasa. Ciptaan Allah ini perlu disyukuri, dinikmati dan harus dijaga kelestariannya.

Mengapa disebut Goa Gong ? Awalnya masyarakat setempat sering mendengar bunyi gong pada bukit tersebut. Ternyata di dalamnya terdapat goa yang sangat luas. Diantaranya, bebatuan stalagtit dan stalagmitnya bila dipukul suaranya menyerupai suara gong. Sejalan dengan lokasi Goa Gong terdapat Goa Tabuhan dan Goa Kalak. Namun lokasinya berbeda arah.

Selanjutnya aku menuju Pantai Klayar. Lokasinya 10 Km dari Goa Gong. Jalannya searah dengan Goa Gong, Goa Kalak kemudian Pantai Klayar. Pantai ini sangat populer dikalangan traveler. Lokasinya pantainya bisa disaksikan dari atas atau bagian yang lebih tinggi. Jika ingin ke Pantai harus menuruni jalan bertangga. Atau sewa ojek sampai ke bawah.
Ombaknya besar. Di tengahnya terdapat pulau kecil yang menahan hempasan ombak besar yang mirip seperti Tanah Lot di Bali. Pantai berpasir yang berpadu dengan batu karang berlumut menjadi ciri pantai ini.
Sewa kendaraan ATV tersedia disini untuk menjelajahi pantai berpasir biar nggak capek. Ombaknya cukup besar. Tergantung dari musimnya. Top lah Pantai Klayar ini.

Selanjutnya menuju ke Sentono Gentong. Lokasinya pada perbukitan Pacitan di Desa Dadapan, Kecamatan Pringkuku. Jarak dari pusat Kota Pacitan hanya 12 Km. kilometeran. Menuju kemari perlu waktu sekitar 30 menitan.

Terdapat petunjuk arah pada jalan utama Pacitan - Solo. Lantas belok ke kanan menyusuri jalan desa yang sudah berbeton. Masuknya dikenakan restribusi wisata Rp 10.000 per orang. Kendaraan pun bisa diparkir di sana.
DI KETINGGIAN SENTONO GENTONG
Pesona keindahan Pacitan dari ketinggian sangat luar biasa. Tampak dari atas Tempat Pelelangan Ikan bersama perahu² nelayan yang berjajar di pelabuhan. Pantai Teleng Ria dan Pantai Pancer Door juga tampak jelas dengan garis ombak yang berlapis-lapis. Teluk Pacitan yang melengkung pun semakin mempesona dipandang mata.

Kalau momennya pas, maka panorama Teluk Pacitan tampak sangat jelas. Namun kalau pas berkabut tentu semuanya menjadi terhalang. Disamping menikmati keindahan dari atas, Sentono Gentong juga pernah digunakan untuk paralayang.

Gemerlap lampu² Kota Pacitan dilihat dari Sentono Gentong pada malam hari tidak kalah mempesonanya dibanding siang hari. Bukan saja lampu² yang bergemerlap di bawah sana. Kalau langit lagi cerah, gemerlap cahaya juga bisa disaksikan di atas. Ya, bintang² bergemerlapan.

Sebagai catatan, menuju ke obyek² wisata di atas tadi aku menggunakan mobil. Sebab kalau mengandalkan angkutan umum terasa lebih sulit mungkin jatuhnya lebih mahal. Minimal pakai sepeda motor bakal lebih mudah asal ga hujan.

Bila sudah puas ke ikon² wisata Pacitan, aku nggak lupa menikmati kulinerannya. Kali ini aku pilih menyantap masakan di Restoran Gandos. Menu ikan laut seperti udang goreng, sate tuna dan sayurannya seperti lodeh dan urap menjadi pelengkap selera makanku.

Disamping nasi putih, aku pesan gaplek (nasi tiwul) yaitu semacam nasi yang dibuat dari olahan singkong. Pada zamannya, makanan ini menjadi makanan utama karena tidak ada beras. Sehingga makan tiwul sering menjadi hinaan bahwa yang mengkonsumsinya adalah warga kelas rendah. Tapi sekarang... harganya lebih mahal daripada nasi. Karena dielu-elukan sebagai makanan tradisional. Hhm... maknyus. Bukan itu saja tapi harganya murah.

Akhirnya selesai juga penjelajahanku di Pacitan. Travel Bintang Terang membawaku kembali ke Malang dalam waktu 8 jam dengan ongkos 140 ribu rupiah.
Bye...bye... sampai jumpa lagi di trip berikutnya.



     Copyright© by RUSDI ZULKARNAIN 

1 comment:

Essen Ikan Nilem said...

thanks for sharing,.