BERAMAL LEWAT TULISAN

Thursday 7 February 2013

MENENGOK KEPOLOSAN ALAM ‘SABAH’ BORNEO



Setelah beberapa hari menjelajahi negeri kaya Brunei, selepas waktu Shubuh aku meninggalkan Hostel Pusat Belia menuju Pasar Tamu Kianggeh. Dengan ransel di punggung berjalan ke sana untuk sarapan dan pamitan pada pemilik kedai makanan langgananku. Tepat pukul 06.20 pagi dari Kianggeh jalan kaki ke Terminal Bus Bandar, kemudian cari bus jurusan ke Muara. Aku naik Bus no 39, sebetulnya ada bus lain ke Muara no. 37 dan 38 masing-masing mempunyai rute yang berbeda.



Menuju Kota Kinabalu ‘KK bisa saja naik bus langsung dari Bandar, tiketnya 100 RM (Kurs 1 Ringgit Malaysia 'RM' setara 3100 Rupiah). Waktu tempuhnya sampai 8 jam lebih dan paspor banyak distempel imigrasi karena harus keluar masuk kedua negara yang disebabkan faktor geografis. Atau dari Bandar mau ke Pontianak lewat Serawak juga bisa, dengan Bus Damri, CJS, ADBS ongkosnya hanya 80 $ BND. Kalau dari Pontianak ke Bandar ongkosnya Rp. 550,000 saja.

Perjalanan ke Muara ditempuh dalam 40 menitan, dan ongkosnya 1 $ BND. Dari Muara dilanjutkan dengan bus lain no. 33 ke Pelabuhan Ferry Serasa. Untuk bisa connect dengan Bus no 33 ke Serasa nggak usah bayar lagi, syaratnya karcis bus dari Bandar ke Muara harus distempel petugas di Muara. Petugas yang men-stempel adalah seorang ibu asal Jakarta.

Pemberhentian bus di Muara sangat sederhana, di situ hanya ada pelataran yang tidak begitu luas. Yang ada hanya beberapa ruko saja, jadi suasananya sangat sepi. Menuju ke  Pelabuhan Ferry Serasa ada kalanya harus menunggu bus 33 tiba, walaupun waktu tempuhnya hanya 7 menitan.

Tiket ferry cepat ‘Suria’ dari Serasa ke Labuan kubeli di loket seharga 17 $ BND. Tepat pukul 08.30 pagi para calon penumpang memasuki imigrasi untuk keluar negara Brunei. Ferry semacam jet foil melaju selama 1 jam menuju Pulau Labuan milik Malaysia, oleh karena itu ketika keluar dari ferry aku harus menuju imigrasi negara Malaysia.

Sudah aku putuskan kalau aku tidak akan beli tiket di Labuan untuk naik ferry cepat menuju Pelabuhan Jesselton,  KK. Karena biasanya harus menunggu lama di Labuan sampai ferry berangkat. Untuk mempersingkat waktu dan menikmati variasi beberapa moda transportasi, aku pilih naik boat dari Labuan ke Menumbok. Waktu tempuhnya sekitar 20 menit dan harga tiketnya 15 RM. Boat kecil (LM) kapasitas 15 penumpang meninggalkan Pelabuhan Duty Free Labuan membelah lautan menuju Menumbok. Kami semua terpental-pental di dalam boat karena boat melesat cepat menerjang gelombang. Selain boat (LM), ada juga Ferry namun waktu tempuhnya lebih lama yakni 1 jam.

Akhirnya aku tiba di desa kecil Menumbok. Di dekat pelabuhan ada parkiran untuk kendaraan umum, pasar tradisional Menumbok dan rupanya bus ke KK sudah stand by di situ yang akan berangkat pukul satu siang. Sebelum melanjutkan perjalanan ke KK, aku mampir dulu ke kedai menikmati sop tulang, nasi kosong (nasi putih) dan segelas teh o ice, semuanya 8,5 RM.

Sehabis makan sup tulang, aku naik bus menuju KK dengan waktu tempuh 3 jam dan ongkosnya sudah naik jadi 18 RM sejak tanggal 16 Oktober 2012. Bus mulai meninggalkan Menumbok melewati Kuala Penyu, Beaufort, Putatan, Tanjung Aru dan akhirnya KK. Itulah jalur bus dari Menumbok ke KK yang terbilang lancar, menembus jalan yang lebar dan mulus. Bus melewati perkebunan, persawahan dan lahan kosong. Memperhatikan fasilitas publik di daerah yang jauh dari pusat pemerintahan Malaysia ini, semuanya cukup memadai. Ada sekolah, pasar, supplay bahan bakar dan bahan pokok yang cukup membuat warga Malaysia di Sabah bisa hidup normal seperti saudaranya yang ada di Semenanjung. Hanya saja menurut salah satu warga mengatakan bahwa saat ini harga kebutuhan sehari-hari lebih mahal. Sebut saja misalnya 1 liter petrol (bensin) harganya 1,8 RM atau hampir 6 ribu rupiah, belum lagi harga kebutuhan yang lain. Kirain hanya di tanah air saja ada bendera negara yang sobek, di sinipun cukup banyak bendera negara yang sobek atau koyak.

Tiba di KK agak terlambat karena bus masuk kota bersamaan dengan bubarnya  pegawai kantor, lalu lintas tersendat dalam kemacetan. Bus terakhir berhenti bukan di terminal melainkan di City Park yang tidak begitu jauh dari Lodge yang akan aku tinggali. Dari City park aku bertanya kepada awak bus ke arah mana aku harus berjalan mendapatkan Kinabalu Lodge. Dengan senang hati dan amat detail dia memberi informasi kepadaku.

Aku ambil kamar mix dorm 6 bed (20 RM), ketika masuk kamar waduh di situ sudah ada 2 cewek asal Brasil dan Germany. Di dalam kamar juga banyak barang-barang bawaan para penghuni sehingga space kosong sangat terbatas. Bagaimana untuk shalat ? kalau tetap aku stay di kamar tersebut tentu kurang nyaman dan akan mengganggu privasi penghuni lainnya. Akhirnya aku putuskan upgrade menjadi private room (40 RM) dan minta diskon karena aku akan stay 3 hari di situ. Aku bayar semuanya dengan perincian 2 hari pertama dan disambung 1 hari lagi ketika aku kembali dari Sandakan. Alhamdulillah semua berjalan lancar …

Hari pertama di KK langsung jelajahi pinggir pantai, dari lodge melewati JALAN ENAM BELAS dimana banyak bar, café dan restoran konsumsi turis, letaknya tepat di depan Hotel Hyat. Di dekat pinggir pantai ada ikon KK yaitu Sword Fish atau ikan cucut. Ini adalah goodtime karena pada malam hari denyut Waterfront sangat bergairah. Tenda-tenda seafood berjejer melayani tamunya, lokasinya sederetan dengan Waterfront, Pasar Filipino dan Craft Market. Di dekat situ ada lagi yang lebih mewah yakni restoran-restoran seafood kelas atas. Itulah KK kota pinggir pantai yang cukup modern, di bilang besar tapi kecil, dibilang kecil tapi besar. Pendek kata kota ini terbilang maju walaupun jauh dari pusat pemerintahan di semenanjung sana. Bagaimana kalau dibandingkan dengan kota-kota ibukota provinsi di pulau yang sama, Kalimantan milik Indonesia ? Dibandingkan Sandakan dan Tawau saja KK lebih maju karena KK adalah Ibukota Sabah, apalagi kalau dibandingkan dengan kota-kota di Kalimantan Wilayah Indonesia. Hhee …

Kembali ke Lodge Kinabalu untuk istirahat. Lodge ini sangat bersih, petugasnya kindly bernama Kery dan Siti, mereka berdua selalu siap membantu kebutuhan tamunya. Di pagi hari ada simple breakfast berupa roti sandwich, jam, butter, kopi dan teh. Semuanya self service. Mau mencuci pakaian bisa pakai laundry service atau cuci sendiri dan menjemurnya di teras atas lodge. Brosur dan tawaran tour tersedia cukup di lobby, wifi dan 2 unit PC siap dipakai untuk internet gratis, locker, Aircond, shower dengan air panas atau dingin. Yang paling penting adalah letaknya yang strategis, berada di kawasan yang disebut Australian Place.

Keesokan harinya setelah sarapan, aku jalan kaki menuju Jesselton Point yaitu pelabuhan laut di KK. Kali ini aku akan eksplor ke beberapa pulau di sekitar KK, yakni Pulau Sapi, Pulau Manukan dan Pulau Mamutik. Aku pergi ke loket ambil paket ke Pulau Manukan saja, karena pulau lainnya juga relatif sama dan saling berdekatan letaknya. Dengan boat ke Pulau Manukan (pp) taripnya 23 RM plus Tax 7,20 RM total jadi 30,20 RM. Tapi aku punya voucher potongan harga dari lodge sebesar 10 RM, jadi aku cuma bayar 20,20 RM. Lumayanlah dapat harga lebih murah. 

Para pelancong sudah memadati dermaga untuk bersiap menikmati paketnya masing-masing. Untuk memudahkan perjalanan ini, aku harus ingat-ingat nama company-nya apa. Company inilah nanti yang akan membawaku ke pulau sana, aku juga harus memperhatikan seragam kru-nya yang ada tulisan company-nya. Jadi aku nggak perlu bingung karena mereka akan memandu keberangkatan kami. Masing-masing pelancong mengambil rompi pelampung, boatpun meluncur dengan kecepatan tinggi, mengguncang-guncang seisi boat, terkadang air laut sedikit muncrat membasahi kami. Pertama, boat menyinggahi Pulau Sapi untuk menurunkan beberapa pelancong, kemudian ke Pulau Mamutik dan terakhir aku sendirian diantar ke Pulau Manukan.

Pulau-pulau kecil yang indah di tengah lautan yang bersih dan alami ini membuat aku betah berlama-lama di pulau ini. Selanjutnya lakukan trecking 1,5 km di dalam Pulau Manukan, sungguh menyenangkan walaupun hanya sendirian. Karena jalan mendaki dan berliku apalagi sinar matahari begitu terik dan menyengat, otomatis tubuhku  basah akibat keringat yang bercucuran. Mampir ke rumah pondokan petugas pulau yang sedang istirahat di situ bersama 2 orang temannya. Pondokannya di atas bukit kecil dengan fasilitas yang lengkap. Dia memberiku air dingin dalam botol besar, “Silakan minum Pak”, katanya. Akupun menikmatinya dan meminta ijin untuk mengisi botolku yang sudah kosong. Setelah itu ingin tau juga menikmati makanan yang dijual di kedai Pulau Manukan. Aku pilih nasi putih plus ayam goreng dan sayur, minumnya air mineral 600 ml, harganya semua 7 RM.

Pengelolaan pulau-pulau kecil di sekitar KK amat profesional dan plesir ke sini harganya terjangkau. Tidak heran pulau-pulau tersebut selalu dipadati para pelancong dari warga Malaysia dan mancanegara. Di situ tersedia fasilitas untuk snoorkling, trecking, berenang, diving, parasailing dan souvenir shop, toilet, kedai makanan serta homestay juga ada. Ingin rasanya mengelola potensi di daerah tempat tinggalku, Malang. Khan Malang punya Pulau Sempu yang pengelolaannya hanya sekedarnya aja dan masih jauh dari kesan profesional.

Menikmati beberapa pulau di sekitar KK aku akhiri pada pukul 3 sore dan boat siap membawa kami kembali ke dermaga Jesselton Point. Trus disambung lagi dengan jalan kaki menuju Lodge Kinabalu.

Mengakhiri malam ini di KK, menjelang Maghrib aku naiki ratusan anak tangga menuju Bukit Bendera. Suasana hutan yang mulai gelap dan lampu-lampu di situ belum lagi menyala membuat badan merinding. Apalagi tidak ada satupun orang yang melintas di dalam hutan ini. Dengan segala nafas yang ada, akhirnya sampai juga di puncak Bukit Bendera, di situ ada Observatory Hill yang dapat melihat KK dari atas. Gemerlap lampu-lampu kota mulai menyala semakin menambah indahnya KK di malam hari.

Aku harus melewati jalan yang sama untuk kembali ke lodge, walaupun jalur anak tangga sudah diterangi lampu-lampu dalam hutan.

SANDAKAN,  KOTA SERIBU HOTEL

Alarm HP-ku berbunyi berarti saat ini sudah pukul 5 pagi (pukul 4 di Jawa). Setelah shalat shubuh dan menyeruput segelas kopi yang aku bawa dari tanah air, aku siap menjelajahi KK kembali. Pertama yang aku datangi adalah Atkinson Clock Tower letaknya hanya satu jalan dengan lodge, tepatnya di sebelah Balai Polis KK. Menaiki puluhan anak tangga, hanya dalam 3 menitan aku tiba di Clock Tower yang berada di atas ketinggian. Kemudian ke Ikon KK yaitu ‘Sword Fish’ atau ‘Ikan Cucut’ di pinggir pantai KK dan short trip ini aku akhiri dengan hunting foto ke beberapa obyek menarik di sekitaran pantai.

Perut di pagi hari harus segera diisi, setelah melihat-lihat Sunday Market yang digelar setiap hari Minggu di Gaya Street, aku makan di Resto Nuriyana milik Pak Yanto asal Malang. Sebelumnya aku kenal beliau ketika bertemu di Observatory Hill @Bukit Bendera. Nikmati soto daging plus es teh ditaripi Pak Yanto 6,8 RM tapi aku hanya disuruh bayar 6 RM saja.

Dari informasi yang aku dapat, kalau Pak Yanto sudah jadi warga Malaysia sejak tahun 90an ketika ada Pemilu di Malaysia. Sedangkan isterinya masih sebagai warga Indonesia. Pak Yanto adalah salah satu orang yang sukses membuka restoran masakan Indonesia tapi cita rasa disesuaikan dengan lidah Melayu. Dia menyewa tempat hingga 6,000 RM sebulan atau hampir 20 jutaan rupiah. Itupun awalnya dia harus membayar sewa 3 bulan (60 Juta) dimuka sebagai deposit plus harus bayar sewa 20 Juta bulan berjalan. Mulai pagi resto sudah ramai dikunjungi warga sebelum kantor buka dan tutupnya sekitar pukul 4 sore. Ketekunan seorang Pak Yanto yang dulu sebagai pelayan, saat ini sudah berubah manis menjadi bos restoran yang sukses. Kalau kebiasaan seorang manager atau bos resto selalu duduk di belakang meja kasir, tapi lain dengan Pak Yanto dia selalu keliling menghampiri dan menanyakan apa kebutuhan customer-nya, Dengan tas cangklongnya yang selalu nempel di tubuhnya siap melayani apabila ada customernya yang bayar, karena tas cangklongnya sebagai tempat taruh uang termasuk mengambil kembaliannya dari situ juga. Tatkala pelanggannya membludak, maka Pak Yanto tidak segan-segan turun melayani menyuguhkan atau mengambil piring-piring bekas para tamunya untuk dibawa ke belakang.

Bukan saja Pak Yanto, ada pengusaha lain asal Indonesia yang sukses di KK. Nama restonya adalah Restoran Taufik. Di sekitar KK, ada 4 resto yang dia punya. Operasional sehari-hari dibantu oleh para asistennya  dari Jawa dan mempunyai armada khusus berlabel ‘Restoran Taufik’.

Perut sudah cukup terisi, aku pamitan sama Pak Yanto. Sebetulnya Pak Yanto ingin sekali mengantarku ke Terminal Inanam, anak lelakinya siap melakukan itu. Tapi buru-buru aku bilang, tidak usahlah repot-repot. Kalau diantar terus nanti aku tidak pintar-pintar.  Ke Sandakan aku hanya bawa backpack kecil sedangkan backpack utama aku titipkan di lodge. Ambil city bus berwarna kuning hijau menuju terminal dalam kota Wawasan, bayarnya hanya 0,5 RM. Terus dari Wawasan melanjutkan dengan mini bas menuju Terminal Antar Kota Inanam (North Terminal), ongkosnya 1,5 RM. Bas mini tidak masuk Terminal Inanam, jadi aku minta turun di depan pintu masuk terminal.

Langsung menuju loket beli tiket jurusan Sandakan 43 RM, sebelumnya cuma 37 RM. Bus yang aku pakai adalah SIDA, busnya baru dengan komposisi kursi yang luas, LCD TV, Toilet, AC. full music dan berinterior bagus. Bus akan menempuh perjalanan 335 km selama 6 jam. Karena aku berangkat pukul 9 pagi, sehingga bus akan tiba pukul 3 sore. Bus menembus celah pegunungan yang tinggi di sisi Gunung Kinabalu, yaitu gunung tertinggi di Asia Tenggara. Pemandangannya sangat indah dengan rangkaian bukit dan gunung yang hijau mempesona. Aku sangat menikmati indahnya hamparan perkebunan sawit, teh dan berbagai plantation lain yang ada di situ. Bukan pemandangan indah saja yang bisa aku nikmati dalam perjalanan ini, yang bikin betah adalah diputarnya lagu-lagu band-band muda dari tanah air, seperti Ungu, Wali dan ST12. Kalau naik kendaraan umum baik di Brunei maupun di Sabah selalu diputar lagu-lagu Indonesia. Bravo Indonesia ....

Bus berhenti untuk istirahat di setengah perjalanan, daerah Ranau namanya. Banyak penumpang yang turun untuk melemaskan anggota tubuhnya setelah duduk lama di dalam bus. Ada juga yang ke toilet dan ada yang makan atau minum di kedai itu. Setelah perjalanan dilanjutkan aku dikejutkan oleh adanya pemeriksaan di check point oleh kepolisian Malaysia, sekitar 50 km sebelum masuk Sandakan. Mulai dari belakang, polisi berseragam biru dongker lengkap dengan senjata laras panjangnya memeriksa identitas penumpang satu persatu. Aku serahkan paspor kepada petugas, dia hanya melihat keabsahan keluar masuk Malaysia dan masa laku pasporku, hanya dalam satu menitan saja dia  kembalikan pasporku sambil tersenyum ke arahku.

Ingin mendaki Gunung Kinabalu yang tingginya 4,095 m, gunung tertinggi di Asia Tenggara ? bisa saja ini dilakukan dengan segala persiapannya. Bagi pendaki profesional dan pendaki pemula, lama dan jalur yang ditempuh sangat berbeda termasuk segala peralatan yang dipakai.

Menuju Mount Kinabalu bisa dimulai lewat Kinabalu Park Headquarter (1,564 m) atau dari Mesilau Nature Resort (2,000), selanjutnya bertemu di satu titik yaitu Layang-layang Hut (2,702 m) trus menuju beberapa Shelter dan Hut. Pada akhirnya harus menentukan Peak mana yang akan dicapai. Keadaan semua Peak Mount Kinabalu adalah bebatuan yang kering dengan suhu yang sangat dingin.

Oh … aku tidak mengira kalau ini adalah Terminal Bus Sandakan. Tidak seperti terminal pada umumnya, ini sangat sederhana hanya sebuah pelataran saja. Di sekitar situ hanya ada beberapa gardu penjual tiket serta kios-kios kecil orang berjualan makanan dan minuman. Turun dari bus aku langsung menuju warung di pinggir terminal, dan bertanya kepada si empunya dimana alamat Guest House ‘GH’ yang aku cari. Dia bilang pakai taksi aja kesana cuma 2 RM tapi ambil di luar terminal, karena kalau pakai taksi yang mangkal di terminal taripnya 10 RM. Aku ikuti sarannya, aku ambil jalan di samping terminal untuk keluar agar tidak terlihat mencolok sebagai orang baru. Tunggu 10 menitan tidak ada taksi yang lewat, aku putuskan ambil bas mini ke Bandar sampai ke terminalnya, ongkosnya hanya 1 RM. Di dalam bas aku tanya kondekturnya letak Guest House yang aku cari. Dia memberi patokan kepadaku letak Guest House Rose. Hanya berjalan 400 meteran akhirnya GH yang aku cari ketemu juga.

Alhamdulillah kamar dorm masih ada, katanya baru saja wanita Germany meninggalkan kamar bapak. Wah sayang ya kataku bergurau, kalau masih ada aku kan bisa berduaan. Owner GH tertawa merespon pembicaraanku. Memang kamar dorm dengan 3 bed hanya ditempati oleh aku sendiri. Harganya 20 RM atau sekitar 65 ribu rupiah. GH yang sangat bersih, owner yang ramah membuatku jatuh cinta dengan tempat ini. Owner bernama Mama Nor orang asal Filipina memberi petunjuk kemana saja aku harus kunjungi di Sandakan. Aku bilang sangat senang dengan GH-nya, nanti akan aku promosikan GH mama ke teman-temanku di Indonesia. “Ok ok terima kasih”, katanya.  GH ini memberi fasilitas free wifi, simple breakfast, mesin cuci, air panas untuk minum dan ruang makan yang bersih.

Setelah bayar dan taruh tas di kamar, aku mulai jelajahi Sandakan yang bernuansa kota lama. Perpaduan antara masyarakat Melayu dan Cina ditambah lagi dengan banyaknya pendatang dari Filipina dan Indonesia, semakin heterogen denyut kota kecil ini. Di Sandakan memang banyak pendatang asal Filipina, karena secara geografis kedua negara ini hanya dibatasi Laut Sulu di bagian utaranya. Kalau naik ferry dari Sandakan atau dari Semporna ke Zamboanga di Filipina Selatan katanya hanya satu hari satu malam saja. Sedangkan pendatang dari Indonesia banyak berasal dari Sulawesi Selatan seperti Pare-Pare, Pinrang atau Enrekang.

Mempelajari sekilas Kota Sandakan, gambaran sudah jelas dibenakku tinggal besok pagi aku eksplor lagi. Sebelum mengakhiri penjelajahan hari ini aku makan malam di salah satu resto dekat GH. Aku pilih Kwitiau basah dan minumnya air putih gratis yang bisa diambil setiap saat. Kwitiau itu harganya 4,5 RM dengan porsi yang lumayan besar. Selepas dari resto mampir sebentar ke pasar tradisional, mal dan pantai. Ketika aku di depan Sandakan Harbour Square, tampak banyak anak belia bergaya ‘Punk’ dengan rambut dan pakaian yang khas. Mereka bergerombol dengan komunitasnya, aku sempat berfikir dari mana pengaruh yang cepat bisa masuk Sandakan. Hanya itu saja kok pikiranku tidak yang lain. Badan sudah terasa lelah, selanjutnya harus dimanjakan dengan istirahat dan tidur di GH Rose.

Hari berikutnya siap ke Sepilok, tempat rehabilitasi dan konservasi orang utan. Menuju kesana lumayan jauh. Ada bus yang langsung menuju ke Sepilok yaitu bus Batu 14 Sepilok. Aku meninggalkan GH pukul 8 pagi sambil mampir di kedai kecil untuk sarapan mie bihun plus air mineral. Setelah itu menunggu lama di terminal bas mini sampai waktu yang lama, bus tidak muncul-muncul. Memang katanya orang di terminal, kalau bus ke Sepilok tidak pasti ada. Karena bus tidak kunjung tiba, aku putuskan untuk naik Bus 32 Jurusan Lahat Datu dari terminal yang lain. Aku naik Bus 32 dan minta berhenti di simpang kurang lebih 2 km dari Sepilok, aku bayar 2,5 RM. Masuk ke kawasan Sepilok rupanya sudah ada mobil omprengan yang sedang mangkal di situ. Mobilnya bagus karena mobil pribadi, dia memberi tanda kepadaku apa mau ke Sepilok ? Aku menganggukkan kepala dan sambil membuka pintu mobilnya aku bilang ke Sepilok 2 RM ya. Iya pun mengangguk tanda setuju. Dia mengantarkanku ke Sepilok bersama anaknya yang masih kecil. Mungkin ini hanya pekerjaan iseng sambil beramal, atau bisnis beneran ?  hanya dia yang tau.

Tiket masuk lokasi rehabilitasi orang utan untuk orang Malaysia hanya 5 RM, sedangkan untuk non Malaysia 30 RM. Wajahku kan wajah Melayu dan sedikit aku pakai Bahasa Melayu Malaysia, berhasilah hanya bayar 5 RM saja. Setelah puas bersama para saudaraku di dalam ‘orang utan’, aku berjalan menuju Rainforest ‘RF’ yang jaraknya 1 km dari Sepilok. Baru saja jalan seratus meteran, di belakangku ada mobil tadi yang mengantarku ke Sepilok. Dia bilang, “Mau kemana ?”  mau ke RF, kataku. “Naiklah, silakan …”, katanya. Aku naik mobilnya aku dan aku kasih dia 1 RM, dia pun tidak mempermasalahkannya. Terima kaseh ya, kataku.


Beli loket sebagai warga Malaysia hanya 5 RM saja, kalau non Malaysia 15 RM. Setelah itu segera menjelajahi hutan yang cukup luas dengan berbagai kelengkapannya. Pertama melewati ‘suspention bridge’ yang bergoyang-goyang sepanjang 100 meteran melintas di atas danau yang sangat indah. Selanjutnya melihat berbagai jenis pepohonan dari Canopy walkway dari atas ketinggian, canopy-nya seolah menjadi jembatan dari pohon ke pohon. Naik ke beberapa tower yang tinggi, ini lebih menantang untuk melihat hamparan pohon-pohon besar. Dan menjelajahi hutan melewati jalur main trail RF. Sebelum menjelajahi bagian dalam RF, aku menunggu sesaat barangkali ada yang mau jalan bareng. Kebetulan ada seorang pemuda Australia dari Melbourne, dia sepakat denganku untuk menjelajahi berbagai track dalam RF. Karena area RF ini sangat luas, tubuh kami berdua jadi kelelahan dan beberapa kali harus istirahat. Memang sebaiknya untuk menjelajahi RF jangan sendirian karena kuatir menjadi sasaran hewan berbisa atau hewan buas seperti ular dan babi hutan.

Kami berdua menyudahi penjelajahan di RF dan sepakat kembali ke Sepilok jalan kaki bersama. Sampai di Sepilok kami berpisah dengan rekanku karena dia tinggal di homestay di dalam kawasan Sepilok. Aku menunggu bus untuk kembali ke Bandar Sandakan hampir 2 jam tapi bus tidak kunjung datang. Akhirnya aku bersama rekan 2 dari Holland dan 1 dari Swedia sewa taksi dari Sepilok ke Bandar dengan harga 40 RM, berarti kami ber-4 share masing-masing 10 RM. Karena matahari hampir terbenam, aku cepat-cepat kembali ke GH untuk istirahat.

Hari berikutnya tepat pukul 07.30 pagi, aku check out dari GH. Mama telah menyiapkan kopi dan roti sandwich. Selesai menyantap hidangan dari mama, aku berpamitan padanya dan menyampaikan terima kasih atas pelayanan yang baik kepadaku. Dengan backpack kecil seberat 5 Kg aku kembali melanjutkan penjelajahan Kota Sandakan dengan berbekal Sandakan Map. Karena waktu sangat terbatas, aku hanya menyusuri Sandakan Heritage Trail sesuai map mini pemberian GH Rose. Mulai dari Masjid Jamek, MPS Square, tangga seribu, Kuburan Jepang,  Agnes Keith’s House, Kuil China Kun Yam dan Wisma Warisan. Penjelajahan yang paling mengerikan adalah waktu menapaki tangga seribu, karena ini merupakan hutan kota yang lebat, suasananya sangat sepi. Tidak ada satu pun orang yang lewat sini kecuali aku. Aku kuatir kalau ada ular berbisa yang tiba-tiba menyergapku. Lokasi yang aku lewati memang sesuai untuk hewan jenis tersebut sesuai dengan yang aku lihat di televisi. Menuju ke kuburan Jepang juga demikian, cukup menyeramkan. Doaku hanya minta kemudahan dan keselamatan kepada Yang Maha Kuasa. Kelelahanku agak terobati ketika berada di Observatori Hill, dari situ Kota Sandakan terlihat jelas dari atas bukit termasuk pinggir laut dengan beberapa kapal yang sedang berlayar.

Hampir 2 ½ jam aku menyusuri Sandakan Heritage Trail dan berakhir di Terminal Bas Mini. Mampir ke kedai dalam terminal untuk menikmati sepiring nasi kuning plus ayam goreng dan es teh manis, harganya 5 RM. Saatnya siap kembali ke KK melalui Terminal Bus Sandakan dengan bas mini 1,5 RM. Bus Sida hari ini tidak beroperasi, yang ada adalah Bus Tung Ma ke KK. Aku beli tiketnya 43 RM dan berangkat pada pukul 11.00 siang. Sebenarnya ingin juga ke Tawau 300 km dari Sandakan dengan bus, tiketnya 40 RM tapi waktuku terbatas.

Sebelum meninggalkan Sandakan, inilah pendapatku tentang kota ini. Kota kecil di bagian utara Pulau Borneo ini sangat unik. Kotanya sarat dengan bangunan lama seperti flat dengan berbagai benda yang digantung setiap lantai seperti jemuran dll. Sedangkan bangunan baru ada di sekitar pinggir pantai seperti Sandakan Harbour Square dan kafe-kafe pinggir pantai. Tujuan transportasi, destinasinya berdasarkan ‘BATU’ misalnya Batu 2, Batu 32 yang berarti menunjukan posisi mile daerah tersebut. Dimana-mana terdapat hotel, hostel, GH dan jenis penginapan lainnya, aku bisa katakan Sandakan adalah kota ‘seribu hotel’.

Tepat pukul 11.00 siang bus meninggalkan Sandakan, sama seperti ketika berangkat, kali ini di Batu 32 ada pemeriksaan identitas diri oleh aparat keamanan. Tidak masalah, aku lengkap tapi bus agak lama berhenti disini karena ada salah satu penumpang yang bermasalah dengan identitas dirinya.

Bus masuk Terminal Inanam sekitar pukul 5 sore hari, aku lanjutkan menuju Terminal Wawasan untuk ambil city bus ke pusat kota. Aku turun di Waterfront yang suasananya mulai ramai seiring datangnya malam. Makan ikan plus nasi dan minumnya tea o ice (teh only) di Pasar Filipino, harganya 11 RM.  Blusuifkan ke dalam pasar untuk melihat aktifitas di dalamnya. Dan sebelum kembali ke GH mampir ke Craft market, barang yang dijual hampir sama dengan di tanah air. Kamar sudah disiapkan Kery tinggal masuk saja. Sebagai wujud rasa terima kasih kepadanya, aku beri dia sebotol air tebu dingin yang aku beli di Pasar Filipino dan mie cup dari tanah air.  Inilah malam terakhirku di KK berarti hanya tersisa seharian sampai sore dan kemudian harus menuju Bandara KK menuju KL.

Pagi yang baru telah hadir hari ini, aku sarapan di resto Pak Yanto kemudian ke supermarket membeli teh Sabah dan Milo produksi Malaysia, budget hanya aku alokasikan 100 RM saja. Kemudian survey ke Terminal Wawasan untuk melihat kejelasan bus menuju Bandara KK, bolak balik ke Wawasan hanya 1 RM saja. Memasuki waktu Dhuhur aku shalat berjamaah di Masjid Bandar Kota Kinabalu yang letaknya di atas bukit dekat terminal kecil sekitar situ. Dan akhirnya makan lagi di Resto Nuriyana sekalian pamitan dengan Pak Yanto dan keluarganya. Aku tadi sudah check out berarti nggak bisa lagi masuk kamar, hanya duduk-duduk saja beberapa jam sambil membuka internet di PC milik lodge.

Sebelum kantor-kantor pemerintahan dan swasta tutup, aku segera menuju halte city bus menuju Wawasan. Membawa backpack seberat 12 Kg dan 1 tas lain seberat 6 Kg. Ketika bus datang, aku bilang sama kondektur tolong buka bagasinya, dia bilang, “Naikkan saja barang bapak ke dalam bus” tidak apa-apa. Aku menuruti sarannya, memang betul kalau tas dimasukkan dalam bagasi tentu semua barangku akan sedikit basah dan bau ikan. Karena kebiasan di KK para penumpangnya sering belanja ikan basah dan kalau naik bus selalu dimasukkan dalam bagasi.

Hanya membayar 0,5 RM aku sudah sampai di Wawasan, selanjutnya sambung dengan Bus 16A jurusan Airport Terminal 2 khusus AirAsia. Pada kaca bus bagian depan ada tulisan ‘AIRPORT TERM 2 TG. ARU’,  atau Bus LTT. Ongkos ke Bandara hanya 1,5 RM, sehingga dari lodge ke Bandara hanya menghabiskan 2 RM. Bandingkan kalau pake taksi, di siang hari taripnya 30 RM dan malam lebih dari itu. Biar capek sedikit tapi jauh lebih hemat. Bus terakhir ke airport dari Wawasan sebelum pukul 6 sore.

Terminal 2 Bandara KK (Kode BKI) tidak begitu besar, terutama area bagian check in-nya tidak begitu luas. Namun seperti biasa Bandara-Bandara di Malaysia di dalamnya tersedia kedai-kedai atau supermarket untuk memenuhi kebutuhan customer-nya. Flight AA terakhir ke KL pukul 22.40 dan aku tiba di KL pukul 01.20.

Pada tengah malam bagian dalam Bandara LCCT tidak bisa dimasuki para calon penumpang, semua pintu masuk ditutup. Otomatis semua calon penumpang bertebaran di bagian luar Bandara dan di lorong-lorong sekitar situ. Bagian dalam Bandara akan dibuka kembali menjelang waktu check in penerbangan pertama. Aku pergi makan dan menunggu lama di Food Garden sampai waktu check ini tiba.

Akhirnya tepat pukul 07.20 pagi aku terbang dari KL menuju Surabaya yang berarti mengakhiri semua petualanganku selama 10 hari di Brunei dan Sabah.



Copyright© by RUSDI ZULKARNAIN 
email  : alsatopass@gmail.com     

No comments: