BERAMAL LEWAT TULISAN

Saturday 25 March 2023

LOMBOK dan SUMBAWA MELENGKAPI KHAZANAH DESTINASI NUSANTARA

DLU FERRY SURABAYA - LOMBOK
DLU FERRY SURABAYA - LOMBOK


Sudah jadwalnya setiap awal atau akhir bulan anak dan cucu²ku pulang ke rumah Mbahnya di Batu selama sepuluh harian. Sedangkan aku kebagian lebih lama yakni dua puluh harian karena rumah anak cucuku jaraknya cuma 50 meteran dari rumahku.

Rumahku sendiri hanya dihuni aku & istriku. Suasana rumah terasa sepi kalau anak cucu pulang ke Batu. Karena hampir setiap hari cucu²ku datang ke rumahku, "Assalamu 'alaikum Kakek.... Assalamu ' alaikum Kakek..." Kehadirannya bikin suasananya jadi rame. Tapi pas mereka pulang ke Batu biasanya kami langsung traveling. Kali ini kami akan menjelajahi dua pulau yakni Lombok dan Sumbawa.


Ke Lombok kami pakai Ferry Dharma Lautan Utama (DLU) rute Tanjung Perak Surabaya - Lembar Lombok. Sedangkan di Lombok & Sumbawa kami pakai transportasi campur² dengan azas ekonomis. Kapal Ferry DLU tiketnya 170 K (ekonomi duduk) dengan waktu tempuh 22 jam. Bookingnya pake aplikasi DLU online dan bayar di ATM Virtual Account. Prosesnya simpel dan cepat. Meski harga segitu, kenyamanannya tidak perlu diragukan lagi. Ada mushalla, melihat view di deck terbuka, live musik dan ada kantin 24 jam non stop. Selama perjalanan dapat makan free 2X. Pada membeli tiket, kita bisa memilih kelas kapal sesuai kemampuan dompet kita sehingga siapa pun bisa berlayar.

Kami berangkat dari Malang ke Terminal Bus Arjosari pakai mobil online (30K), Bus Ekonomi AC Malang - Bungurasih Surabaya (20K), Bus Kota ke Tanjung Perak plus sambung ke Pelabuhan Gapura Surya (20K).

Sebelum check in kami cari makan dulu. Tujuannya cari menu Masakan Makassar. Kedainya ga jauh dari Terminal Gapura Surya selangkah dua langkah mengayunkan kaki sebentar aja udah sampe. Menu spesialnya adalah ikan bakar, coto, sop saudara dan konro bakar. Sedangkan minumannya ada es pisang ijo, es pallubutung atau es markisa, semuanya khas Makassar. Kami makan sop konro karena hanya itu yang masih ada di sore sore begini. Hikk...

KM KARINA VII Surabaya - Lembar (pp) berlayar setiap dua hari sekali. Fasilitas dan pelayanannya sangat berbeda dengan kapal² penumpang lainnya. Pokoknya keren banget. Bersama ferry ini kita bisa membawa motor ato mobil sampai ke tujuan. Di sepanjang perjalanan banyak orang yang bisa kita kenal menjadi teman baru. Sinyal internet pun hampir selalu ada di alur pelayaran Surabaya - Lembar ini.

Ferry dari Surabaya melintas di perairan utara Pulau Jawa bagian timur, Bali dan kemudian masuk ke Selat Lombok hingga sandar di Dermaga Pelabuhan Lembar. Perkenalan singkat kami di ferry dengan sepasang senior asal Yogja membawa keberuntungan sehingga bisa sharing sewa mobil tetangganya menuju Mataram (150 K berdua). Bonusnya, kami disuguhkan teh panas di rumahnya di Kawasan Rembige. Seneng banget ketemu orang² baru. Setelah selesai, kami diantar sampai hotel.

Kami menginap semalam di Kota Mataram dan buru² cari ayam bakar taliwang khas Lombok yang sudah menjadi target untuk disantap. Alhamdulillah kami bisa istirahat semalam di Hotel Mataram yang berada di pusat kota. Esoknya, habis sarapan kami bergegas ke Terminal Bus Mandalika Bertais menuju Bima, kota paling ujung timur Pulau Sumbawa. Bus Surya Kencana jurusan Mataram - Bima berangkat pukul 9 pagi dan tiba pukul 10 malam. Lebih dari 12 jam kami menempuh perjalanan ini karena bus banyak naik turunkan barang dan penumpang hingga Kota Bima.


Dari Terminal Mandalika Bertais sampai di Pelabuhan Penyebrangan Kayangan Pulau Lombok perlu waktu sekitar 2 jam. Selanjutnya bus menyebrangi Selat Alas dengan ferry hingga Dermaga Poto Tano di daratan Pulau Sumbawa juga perlu 2 jam. Di perjalanan kami berkenalan dengan salah seorang penumpang bernama Pak Rasyid (69 tahun). Beliau menjadi leader grup beranggota enam orang kerabatnya tujuan Bima. Kami saling bertanya dan bercerita dari mana dan kemana tujuannya. Aku bilang mau ke Bima melancong ingin tau Sumbawa. Selain itu mau cari rumahnya Eby yaitu finalis DA5 Indosiar yang akan tampil besok malam. Katanya ada acara nonton bareng di rumahnya Eby dan akan disiarkan langsung Indosiar. Mendengar pengakuanku, Pak Rasyid terkejut dan bilang, "Rumah kami dekat dengan rumahnya Eby, hanya beda gang aja. Tapi dari Bima bapak harus lanjut lagi ke Sape sekitar 40 an kilometer lagi." Ternyata Eby Bima rumahnya bukan di Kota Bima melainkan di Kecamatan Sape yang masih masuk dalam Kabupaten Bima. Oleh sebab itu dia dipanggil Eby Bima bukan Eby Sape. Tiba di Terminal Dara - Bima hampir pukul 11 malam, kami harus bermalam di kota ini dan esok siangnya berencana meluncur ke Sape. Akhirnya kami tiba di Sape setelah nge bus selama dua jam. Bus mini berhenti tepat di depan Hotel De Aussaf dekat Pelabuhan Sape.

Aku sudah punya no hp Pak Rasyid, begitu juga beliau punya nomorku. Sore harinya beliau datang menghampiriku ke hotel dan mengajak kami ke Pantai Lariti yang indah. View pantai ini disamping sangat indah, pada saat yang tepat air lautnya seolah bisa terbelah membentuk jalan berpasir dan bisa jalan kaki ke pulau kecil di depannya. Menjelang maghrib kami didrop kembali ke hotel untuk persiapan nobar Grand Final DA5.


Istirahat sesaat di hotel, lantas pake dua ojek bergegas ke rumah Pak Rasyid. Kami diajak ke lokasi nobar bersama Pak Rasyid dan anak perempuannya. Lokasinya persis di sebelah rumah Eby. Di situ ada tanah kosong yang disulap menjadi tempat acara nobar. Kami ga menyangka pembawa acara menyebut nama kami sebagai pendukung Eby yang datang langsung khusus dari Malang. Itu diumumkan di depan ratusan orang pada acara nobar yang diliput langsung Kru Indosiar. Sontak kehadiran kami bikin heboh warga. Memang benar sih kami pendukung Eby, tapi penyambutannya berlebihan apalagi kami belum kenal sama sekali dengan warga di kampungnya Eby. Kami kembali ke hotel sekitar pukul 2 dini hari (WITA). Waktu di Pulau Lombok dan Sumbawa lebih dulu satu jam dibanding Pulau Jawa. Begitulah cara Sape menyambut & menghargai tamunya meski belum kenal. Terima kasih Sape.



LEBIH DEKAT MENGENAL BAJO PULAU

Salah satu desa di Kecamatan Sape Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat adalah Desa Bajo Pulau. Untuk mencapai kesana biasanya lewat Pelabuhan Sape lalu menyebrang pakai angkutan perahu yang selalu stand bye di dermaga.

Waktu tempuh dengan perahu sekitar 10 menitan aja. Turunnya bisa di dermaga barat atau tengah. Ongkosnya sekitar 7 - 10 K per orang. Sedangkan kapasitas perahu maksimum bisa sampai 25 penumpang. Jika ada perahu sedang melaju di tengah bisa dipanggil lewat lambaian tangan dari kejauhan. Kalau pengemudinya melihat pasti dia bakal datang menghampiri kita.


Desa Bajo Pulau wilayahnya terdiri dari 3 dusun yakni bagian barat, tengah dan pasir putih yakni pulau tersendiri yang memiliki spot wisata mempesona. Di pulau tersebut terdapat rumah² penduduk, Sekolah Dasar, Puskesmas dan Masjid Jame yang masih terus disempurnakan. Mayoritas bangunan rumahnya terbuat dari kayu semi permanen yang berdiri di selah² jalan kecil bercabang banyak. Pekerjaan utama penduduknya sebagai nelayan. Hasil tangkapan laut mereka sebagian untuk konsumsi sehari² dan yang lainnya dijual ke luar daerah. Sedangkan istrinya di rumah aja, ada juga yang membuka warung sebagai usaha sambilan di depan rumahnya masing².

Air dan listrik disupply dari Sape. Khusus tentang air,  ada jaringan di bawah laut yang membentang dari Sape ke Bajo Pulau. Pipa berwarna hitam yang tidak terlalu besar tergeletak begitu saja di atas tanah, lalu di-tap dengan pipa kecil didistribusi ke masing² rumah. Penyalurannya digilir per dusun seminggu sekali.

Uniknya di pulau ini, sebagian besar warganya punya kambing. Hewan peliharaan ini berkeliaran di mana². Bahkan ada yang duduk² di balai rumah. Bahasa yang dipakai bukan bahasa daerah Dompu, Sape dan Bima yakni bahasa Mbojo tapi mereka punya bahasa sendiri.

Untuk berangkat ke sekolah menengah atau bekerja, warga Bajo menyebrang naik angkutan perahu setiap hari. Dari Pelabuhan Sape lanjut pakai Benhur (dokar), ojek atau pake sepeda motor mereka sendiri yang dia titipkan dekat pelabuhan. LAIN LUBUK LAIN IKANNYA, LAIN PADANG LAIN ILALANGNYA.


SEKITAR SAPE

Kota Kecamatan Sape menjadi lokasi penting di ujung timur Provinsi Nusa Tenggara Barat. Padahal kotanya kecil, tapi Sape memiliki pelabuhan penyebrangan menuju Labuan Bajo (NTT). Dari sini hanya butuh sekitar enam ke Labuan Bajo. Potensi wisatanya cukup banyak diantaranya Pantai Pink, Pantai Lariti, Pulau Ular, Pantai Tanjung Meriam dan Pulau Kelapa. Sedangkan di dalam kota terdapat Pasar tradisional, Masjid Raya Al Munawarah, Titik 0 Sape, hotel, resto, cafe, warung makan dan terminal bus yang lokasinya sedikit jauh di luar kota.

BENHUR

Pantai Pink, Pulau Komodo dan Pulau Rinca berada di tengah² antara Sape dan Labuan Bajo. Tapi tampaknya menuju ketiga spot wisata tersebut pintu masuknya harus dari Labuan Bajo. Semula aku mengira kalau Pantai Pink itu hanya ada di Pulau Komodo NTT. Ternyata di wilayah Kabupaten Bima juga ada Pantai Pink.

Ada terasa yang aneh dipikiranku, banyak sekali sepeda motor tanpa plat nomor. Rata² sepeda motornya keluaran baru. Populasinya mungkin ada sekitaran 50% dari jumlah yang ada di Sape (CMIIW).

Dan aku baru tau kalau Sape itu penghasil bawang merah jenis unggul selain dari Brebes Jawa Tengah. Harganya naik turun tergantung musim, kadang murah kadang mahal. Disamping bawang merah mentah bijian, yang sudah digoreng juga banyak dijual di daerah ini.


DARI SAPE ke BIMA, DOMPU dan SUMBAWA BESAR

Mengakhiri kunjungan di Sape kami kembali lagi ke Bima melewati pegunungan yang jalannya berliku naik turun. Di jalur ini banyak monyetnya yang nongkrong malas²an di pinggir jalan. Dia hanya menunggu pemberian makanan dari orang² yang lewat jalur ini. Dia sudah tidak mau berusaha cari makan sendiri di dalam hutan atau memang sudah tidak ada lagi makanan di sana ?

Setelah menempuh 2 jam perjalanan dari Sape ke Bima, lanjut cari penginapan sederhana di dekat Terminal Dara. Untuk makannya kami memilih Warung Makan Pondok Bambu asal Sulawesi Selatan dengan menu bakar²an seafood, lauk tradisional Bima dan pallumara ikan kakap. Warung ini berada di antara Terminal Dara dan Kantor Imigrasi Bima.

Sedang esok paginya kami jogging ke Taman Amahami di pinggiran Pantai Kota Bima. Kebetulan hari itu weekend jadi di TKP banyak yang jualan aneka kulineran tradisional asli dan yang kekinian. Kami duduk² di pinggiran pantai sambil membuka bungkusan makanan yang kubeli tadi. Pagi itu kututup dengan blusukan ke Pasar Tradisional Amahami, beli mangga dan pisang untuk menambah nutrisi tubuh selama perjalanan.

Selepas check out dari penginapan, kami jalan kaki beberapa puluh meter ke Terminal Dara melanjutkan perjalanan ke Dompu. Ongkos bus jadul dari Bima ke Dompu 30 K dengan waktu tempuh 3 jam. Sampai di Dompu kami dijemput oleh teman SMA setelah 41 tahun tidak bertemu. Beliau bersama keluarga sejak lama tinggal di Dompu. Ya, kami diminta menginap di rumahnya dan diajak muter² Kota Dompu termasuk diajak makan jagung khas Sumbawa di daerah Puncak Tekasire. Memang benar, belakangan ini bukit² di wilayah Sumbawa dipenuhi tanaman jagung. Disamping untuk kebutuhan masyarakat sekitar, produksi jagung juga untuk kebutuhan domestik dan diekspor ke luar negeri. Terima kasih sobat kita bisa berjumpa dan sudah menjamu kami selama di Dompu.

Hanya sehari kami di Dompu, berikutnya geser ke Sumbawa Besar dengan Travel Panca Sari. Pukul 4 sore travel menjemput kami lantas melaju ke Sumbawa Besar selama 4 jam. Ongkosnya 140 K. Panca Sari tidak ada pelayanan antar penumpang, cuma dijemput aja.

Tiba di hotel hasil browsing di Maps pada malam hari (Hotel Bravo). Tapi kami belum beruntung, semua kamar full booked. Staf hotel memberitahu ada hotel lain yang jaraknya sekitar 1 kilometer dari situ. Kami menuju ke sana berjalan kaki. Tiba² ada 2 motor menghampiri kami. Ternyata staf Hotel Bravo menawari kami untuk naik ke sepeda motornya. Katanya, "Pak Bu silakan naik saya antar. Jauh loh Pak kalau jalan kaki ke sana. Udah malam lagi." Aku hanya bisa bilang terima kasih atas kebaikan mereka.

Hotel itu bernama Sernu. Ratenya 250 K per malam dengan kondisi yang biasa aja tanpa breakfast. Di sebelahnya ada karaoke yang banyak didatangi anak² muda. Sedangkan di depannya ada minimarket A*mart dan terdapat swiming pool yang perlu dicek lagi kebersihan airnya.

Cukup semalam stay di sini. Esok siangnya geser ke Hotel Bravo yang sedikit longgar karena ada beberapa tamu yang check out. Aku ambil room yang  deluxe tanpa sarapan, rate nya 225 K. Ini lebih murah dari sebelumnya tapi sangat rekomendit, fasilitasnya cukup untuk kepuasan tamunya.


Aku hubungi sahabat anakku bernama Ruslan yang pernah kuliah di Malang. Kami kenal baik dengannya dan masih tetap berhubungan lewat sosmed. Dia segera datang menemui kami dan dia itu selalu memanggilku Om. Aku diantar kemana mana pakai sepeda motor. Begitu juga istriku diajak berbocengan istrinya belanja ke Pasar Seketeng karena kami mau masak² di sawahnya.

Kami dibawa ke sawahnya di daerah Raberas Seketeng. Tempatnya masih asri lewat pematang sawah dan kebun segala tanaman miliknya ada di sini, okra, srikaya, kelapa, cabe dan mangga juga ada.  Hari ini yang dimasak adalah menu ikan bakar, sepat yakni olahan sayur ikan kakap+kerupuk kulit+udang, sayur daun kelor dan sambal pete. Semuanya dimasak sebagai menu asli masakan Sumbawa.

Tidak menunggu terlalu lama, kami pun bersama keluarganya Ruslan memulai menikmati masakan ibunya. Hhm... bener² enak dan nikmat menu baru khas Sumbawa yang baru pertama kali aku makan. Apalagi menyantapnya sambil memandang hamparan sawah di sekelilingnya.

Malamnya kami dijamu tetangga di salah satu resto terbaik di Sumbawa Besar yakni ARL Cafe & Resto. Beliau adalah Pak Agus tetanggaku di Malang yang sudah berdinas di salah satu instansi pemerintah selama satu setengah tahun. Esok paginya kami diajak melihat Samawa Seaside Resort yang elok & asri. Kemudian ke Sirkit MXGP dan melewati Jembatan Ikonik Samota yang melintas di atas Sungai Brang Biji. Tidak sampai disitu, kami dibawa ke sebuah pusat pengepulan aneka madu, minyak Sumbawa, kopi luwak dan susu kuda liar di Madu Lestari Semongkat. Dari Sumbawa Besar ke TKP tidak sampai satu jam. Meski begitu jalannya menanjak dan berkelok kelok. Di jalur ini masih banyak monyetnya.

Sebenarnya kami ingin ke Pulau Moyo, namun aku ga memaksakan diri tetap harus jaga kondisi. Apalagi cuaca di Pulau Sumbawa panasnya luar biasa. Aku sangat jarang minum dingin seperti diberi es batu. Tapi kali ini sangat terpaksa minum yang dingin² karena ga tahan panasnya. Pada kesempatan lain aku ngopi² di pinggiran Pantai Jempol daerah Badas yang ga jauh dari kota. Dan kalau ke pusat kota mesti melewati Bandara Muhammad Sultan Kaharuddin karena lokasinya ada di tengah kota. Bandara ini melayani pesawat² propeler ke Lombok dan Bali. Dan eksplor penutupnya adalah ke Masjid Agung Nurul Huda dan bekas rumah Raja² Sumbawa Istana Dalam Loka yang berada di sebelahnya.

Aku keheranan sebab di seluruh Pulau Sumbawa ga ada Bank dan ATM BCA. Beruntung aku punya yang lain. Ini peringatan loh bagi yang ingin berkunjung ke Sumbawa harap diperhatikan Bank BCA ga ada ya. Begitu juga dengan kuda bukan ga ada di sini, malah hewan yang satu ini cukup banyak dilepas mencari makan seperti sapi atau kambing. Kuda Sumbawa sudah sejak lama dikenal istimewa, baik posturnya dan kekuatannya. Dan yang paling top adalah susu kuda liarnya.

Terima kasih atas kebaikan Pak Agus dan Keluarga Kak Ruslan yang telah berkenan bersilaturahmi dan menemani kami selama di Sumbawa besar. Hanya Allah SWT yang akan membalas segala kebaikan beliau. Aamiin.

Jemputan Travel Panca Sari sudah datang. Saatnya geser ke Mataram melewati Utan, Alas, menyebrang Selat Alas dan Kota Mataram. Ongkos travel 170 K tanpa makan tanpa antar. Sumbawa Besar ke Mataram ditempuh dalam 6 jam. Kami berhenti terakhir di Agen Panca Sari di belakang Mataram Mall. Dari situ langsung ke hotel terdekat cukup jalan kaki ke sana karena jaraknya kurang dari 100 meter. Hotel Palapa namanya. Rate nya semua kamar sama 250 K tanpa breakfast. Sayang kamarnya bau bekas asap rokok. Jadi kami stay disana cuma 2 hari, lantas pindah ke Puji Homestay yang lokasinya di belakang Travel Panca Sari. Rate nya cuma 150 K bersih, AC, TV, air mineral dan ada toiletary. Lumayanlah untuk stay 3 hari di situ. Homestay ini berada di pemukiman warga Bali daerah Cakra. Jadi suasananya seperti ada di Bali. Yang jelas lokasinya strategis. Perlu kebutuhan apa saja bisa didapat di dekat Homestay.


KOTA MATARAM dan GILI TRAWANGAN, PULAU TERPADAT DI DUNIA ?

Tidak selamanya kondisi badan sehat. Ada kalanya sakit. Itu tandanya peringatan harus istirahat. Benar, baru sehari stay di Mataram aku kena diare (murus²) dan perut terasa sakit melilit.  Penyebabnya kebanyakan minum es kelapa, masuk angin dan pups yang sedikit terhambat. Seharian aku ga kemana², cuma di kamar hotel aja. Makan minum tetap masih normal tapi nafsunya berkurang. Esoknya kami sama² pijat refleksi yang lokasinya tidak begitu jauh dari hotel. Badan berangsur mulai fit. Dan aku keluarkan semua kotoran & angin² yang tidak baik dari tubuhku. Alhamdulillah tanpa minum obat²an, badan sudah sehat kembali. Aku minum madu asli dan minyak Sumbawa, banyak minum air putih dan teh pahit plus terus makan teratur. Akhirnya bisa lanjut ngebolang lagi.

Aku sewa motor bebek manual selama 2 hari di Mataram. Kebetulan ada teman kuliah anakku asal Malang yang kini bekerja di Mataram. Aku minta tolong Mas Eka untuk mencari motor sewaan. Alhamdulillah dapat sehingga kami bisa keliling ke beberapa spot di Mataram dan sekitarnya. Disamping untuk keliling kota, motor ini kupakai untuk menjenguk rekanku yang sedang sakit dan baru ketemu Pak Dody kembali setelah 38 tahun yang lalu. Semoga Pak Dody dipulihkan kembali dan silaturahmi ini membawa manfaat buat kami. Aamiin.

Siapa yang ga tau Gili Trawangan sebuah pulau eksotis di Lombok Utara ? Menuju kesini kita harus menyebrang dari Desa Bangsal Pemenang dengan perahu motor kapasitas 40 penumpang. Ongkos sekali menyebrang 25.500 kalau sebaliknya cuma 23.000 aja. Sebentar aja kok menyebrangnya sekitar 15 menitan. Tapi ombaknya lumayan bikin perahu bergoyang hebat. Berani ?


Kalau kesulitan transportasi dari Kota Mataram ke Bangsal bisa pakai DAMRI yang berangkat dari poolnya. Ongkos per orang sekitar 20 ribuan. Armadanya jenis Van kapasitas 10 penumpang, AC dan dikemudikan driver yang ramah dan informatif. Dari Mataram bisa lewat Pantai Senggigi atau Puncak Pusuk yang pemandangan keduanya sangat indah. Untuk pergi/pulang bisa hubungi Pak Yudi +62 878-5175-1076 untuk janjian antar jemputnya dimana dan pukul berapa.

Gili Trawangan, Gili Meno dan Gili Air menjadi destinasi favorit wisatawan dalam & luar negeri. Ketiganya bisa dijangkau dari Pelabuhan Bangsal atau menyebrang antar pulau. Di Gili Trawangan fasilitasnya lengkap mulai dari hotel, cafe, night market, resto pinggir pantai, sewa sepeda atau snorkling & diving. Sebaiknya kalau kesini pakai kacamata kuda aja, sebab pakaian yang dipakai turis mancanegara hampir semuanya belum selesai dijahit jadi kelihatan bagian² sensitifnya. Kalau bawa pasangan bisa berabe nih, takut dijewer istri/pasangan.

Jika Gili Trawangan lagi banjir turis maka warga lokal bisa dihitung jari, semuanya bule. Di setiap sudut dipenuhi orang, pulau jadi penuh sesak. Perahu pun banyak sekali hilir mudik mengangkut turis.



PANTAI SENGGIGI YANG TETAP MEMPESONA
Menuju kemari bisa pake motor sewaan yang ga mahal harganya. Dari Kota Mataram juga ga terlalu jauh jaraknya. Keluar kota, yang pertama melewati Kota Tua Ampenan. Kalau pas musim durian patut dicoba di dekat bundaran taman kecil Ampenan.


Lanjut ke Senggigi yang jalannya berkelok naik turun. Di sepanjang perjalanan silakan pilih spot wisata yang kita mau, misalnya saja Pura Karang Bolong atau Pantai Krendangan. Kuliner pinggir pantai yang paling favorit adalah Sate Bulayak dan kelapa muda.

Sate bulayak adalah kuliner khas Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat olahan daging sapi berbentuk sate dilumuri bumbu khas Lombok dan bersama lontong. Lontongnya bukan dibungkus daun pisang melainkan dililit daun bambu. Bumbu sate terbuat dari kacang tanah yang disangrai ditumbuk lantas direbus bersama santan plus bumbu² dapur lainnya. Rasanya mirip bumbu kari atau ayam bakar bumbu rujak. Sedangkan harganya seporsi sate (12 tusuk) ditambah bulayak (4 buah) rata² berkisar 30 ribuan.


Setelah putar² Kota Mataram seperti kuliner Sate Rembige, Islamic Center dan Epicentrum Mall. Tidak sampai di situ lanjut lagi ke Sirkuit Moto GP lewat by pass yang indah membelah bukit² sampai ke Mandalika. Pulangnya bisa mampir ke Dusun Sade dan Sasak Ende yang kehidupan kesehariannya masih mempertahankan warisan adat istiadat sejak dulu hingga sekarang. Tidak jauh dari desa ini lanjut ke Pantai Kuta. Jika masih ada waktu sekalian mengunjungi kaki Gunung Rinjani yakni Sembalun.


Sebagai catatan aja, selama perjalanan 2 minggu di Lombok dan Sumbawa untuk mencuci pakaian sehari² aku pakai jasa laundry kiloan yang sehari sudah selesai. Harganya ekonomis, tinggal pakai harum lagi.


Karena sudah merasa cukup eksplor Pulau Lombok dan Sumbawa selama 15 hari, lantas browsing deh cari tiket murah tujuan Surabaya. Alhamdulillah kami dapat tiket yang 600 K nett dari Lombok International Airport ke Juanda Surabaya.

I ❤️ Beautiful Indonesia



Copyright@by RUSDI ZULKARNAIN
email : alsatopass@gmail.com

No comments: