BERAMAL LEWAT TULISAN

Saturday 20 May 2023

SUMBA ISLAND, SURGA DI TIMUR INDONESIA

 


KAPAL EGON MEMBAWAKU KE WAINGAPU

Naik kapal lagi.. naik kapal lagi. Ya itulah yang bisa kulakukan karena perjalanan dengan kapal laut terbilang ekonomis dan cara ini sangat sesuai dengan isi kantongku.

Tujuanku ke Pulau Sumba untuk melengkapi destinasi² yang sudah kujelajahi. Sehingga nantinya bakal lengkap, karena saat ini masih ada yang bolong². Belum ke sini belum ke sana. In Shaa Allah sebentar lagi explore Indonesia bakal selesai semuanya. Aamiin.


Pada kesempatan ini aku mengawali perjalanan bersama Kapal Egon milik Pelni dari Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya ke Waingapu di Pulau Sumba. Lama perjalanan di laut selama 3 hari 2 malam. Dari Surabaya ke Waingapu transit di Lembar Pulau Lombok.

Beli tiket semua Kapal Pelni sudah ga pake antri² lagi seperti dulu. Sekarang cukup dari HP pakai aplikasi "Pelni Mobile". Lantas bayarnya bisa pilih pakai apa aja, misalnya bayar di minimarket. Siapa sangka tiketnya cuma 317 ribu untuk sebuah perjalanan plus dapet makan minum sebanyak 7 kali. Yang begini ini jarang orang tau berpetualang dengan low budget.


Aku ga bisa bercerita bagaimana kisah perjalanan di dalam Kapal Egon. Yang jelas sensasinya luar biasa. Bertemu banyak orang² baru, makannya, tidurnya dan  kamar mandinya. Pendek kata biarlah aku saja yang merasakannya, anda ga bakal kuat. Santai aja ga perlu malu melakukan traveling seperti ini, yang penting ga malu²in. Wkwkwk.

Alhamdulillah sejak naik ke kapal, aku didampingi oleh anak muda asal Waingapu yang baru aja aku kenal, Arya namanya. Dia bilang, "Waingapu itu udaranya sangat panas dibanding daerah² lainnya." Wah, kalau orang asli Waingapu aja bilang begitu, apalagi aku yang datang dari Malang yang udaranya sejuk.


WAINGAPU DI SUMBA TIMUR YANG PANAS

Benar saja apa yang dibilang temanku, turun dari kapal langsung disambut hawa panas yang luar biasa. Ya sudahlah, harus diterima dengan senang hati. Tiba di pelabuhan, aku dijemput oleh adiknya Arya dengan 2 sepeda motor, lantas Arya mendrop ku di Hotel Elvin yang jaraknya sekitar 3 km dari pelabuhan. Hotelnya worth it lah buatku, bersih, besar dan harganya terjangkau plus sarapan.

Kali ini perlu istirahat yang cukup di hotel meski di kapal selama 3 hari 2 malam ya tidur melulu, tapi beda kualitas. Malamnya cari makan di Pusat Kuliner Kaki Lima di belakang Kantor PLN. Di situ ada Sego Tempong asal Banyuwangi. Seporsi harganya lumayan 40K, potongan ikan bakar kerapu plus pelengkap dan es teh tawar.




Esoknya aku ke Kampung Raja Prailiu dan Bukit Persaudaraan. Kedua spot wisata ini cukup bagus, apalagi kalau disentuh lebih baik akan banyak pengunjung yang datang kemari. Menuju 2 spot ini aku menggunakan ojek yang tidak begitu mahal. Di Kampung Raja banyak dijual berbagai kain tenun yang dibuat disitu oleh pengrajinnya.

Perlu diketahui di Waingapu tidak ada Indomaret, Alfamart dan Bank BCA. Jadi kalo mau bayar apa² yang sifatnya online agak kesulitan mau bayar dimana. Kalau kesulitan, paling2 aku minta bantuan anakku di Jawa untuk membayarnya dan buktinya dikirim via HP. Yang mengagetkanku malah di sini ada Outlet Eiger yang cukup besar.

Sedangkan plat asli kendaraan se Pulau Sumba adalah ED. Namun karena kapal² bisa mengangkut mobil, maka tidak mengherankan banyak bersliweran kendaraan berplat luar daerah seperti plat nomor L, W, B, DK atau N misalnya. Hampir di seluruh Pulau Sumba masyarakatnya masih membuat kerajinan tenun ikat untuk dijual atau dipakai sendiri. Harganya bervariasi mulai yang murah hingga yang mahal juga ada.


Harga makanan dan bahan²nya seperti sayur mayur, bumbu dapur dan buah²an harganya lumayan mahal. Sehingga mempengaruhi harga makanan di warung dan rumah makan. Makanan matang harganya bisa 2X lipat dibandingkan dengan di Pulau Jawa. Begitu juga bensin eceran, di Kota Waingapu sebotol penuh (1.5 L) harganya 20K dan setengah botol (0.75 L) harganya 10K.


KE PULAU SALURA, PULAU TERLUAR SELATAN INDONESIA

Eksotisnya Pulau Salura Amazingnya Pulau Sumba di Nusa Tenggara Timur memang tidak dapat disangkal lagi akan keindahan pantai²nya. Sebut saja misalnya terdapat sebuah pulau yang tersembunyi jauh di selatan Pulau Sumba yakni Pulau Salura atau disebut juga Pulau Halura. Yuk kita kesana.


Pulau ini merupakan yang terluar di bagian selatan Indonesia, sama seperti Pulau Dana di selatan Pulau Rote. Pulau Salura jaraknya sekitar 800 mil dari negara kanguru, Australia. Sehingga Pulau Salura perairannya berbatasan langsung dengan Australia.

Menuju ke pulau ini perlu perjuangan, apalagi aku datang dari tanah Jawa tentu banyak lika likunya. Aku dijemput oleh truk di depan Hotel Elvin sekitar 03.00 pagi. Iya, transportasinya truk yang diberi deretan papan panjang sebagai tempat duduknya atau mau pilih duduk di atap truk juga boleh. Perjalanan tahap pertama ke Salura sampai Pantai Katundu dengan truk sekitar 9 jam. Tahap berikutnya dari Pantai Katundu (Pasar Selasa) ke Pulau Salura menggunakan perahu kecil kapasitas 5 orang.



Jumlah penumpang truk bisa sampai 35 orang bercampur tumpukan barang, sepeda motor, drum² BBM bahkan hewan peliharaan semua naik menjadi satu. Penumpang satu persatu dijemput kru truk yang mencapai 5 orang ke jalan² kecil selagi truk bisa masuk. Daftar penumpang sudah ada di tangan sopir yang dia dapat dari bookingan lewat telepon sebelum keberangkatan. Data penumpangnya cuma ada nama, alamat penjemputan dan kapan berangkat.

Mengapa pakai truk ? karena medannya cukup berat, yang mulus hanya sampai Desa Katikaluku, sedangkan sisanya sampai Pasar Selasa Pantai Katundu rusak dan penuh resiko. Sudah banyak korban yang berjatuhan di jalur ini. Kalau pas dapat jalan yang parah, penumpang diminta turun demi keselamatan. Kru truk bersama penumpang bahu membahu menambal lubang² besar dengan batu dan kulit padi agar truk bisa melintas tidak slip. Hanya jenis truk yang mampu melintasi jalur ini sejauh 100 kilometeran, Waingapu - Katundu. Meski medannya berat dan berisiko tinggi, perjalanan ini bisa terhibur oleh panorama keindahan alam di sepanjang jalan berupa perbukitan yang bertumpuk² dari awal sampai akhir. Jalani aja dan nikmati sensasinya.

Ada beberapa kejadian unik ketika naik truk, semua penumpang berusia berapa pun harus melangkah naik meski ada yang membantu naik sampai di atas. Titipan² barang (paket), si penerima cukup menunggu di pinggir jalan depan rumahnya. Sesederhana itu prosesnya. Kalau ada penumpang yang mau berhenti mampir ke familinya ya ditunggu oleh driver. Apa saja barang diangkut selama masih bisa diangkut. Dua kali truk harus menyeberangi sungai berbatu karena tidak ada jembatan. Ini pengalamanku yang sangat berharga dan tidak akan pernah terlupakan sepanjang hidupku.

Aku sengaja berangkat hari selasa karena di Kantundu buka hari pasaran. Banyak warga Salura yang berdatangan dengan perahu datang menjual hasil lautnya. Setelah berjualan mereka langsung kembali lagi ke Salura. Itu semua bisa berjalan lancar kalau gelombang laut dibilang aman dan baik² saja, maklum ini laut lepas Samudera Indonesia. Kalau dikira tidak aman, mereka tidak berani menyeberang ke Salura.

Truk terlambat masuk ke Katundu sehingga tidak ada lagi perahu yang tersisa untuk menyeberang. Beruntung masih ada perahu milik keluarga Bu Rasyid, sehingga hanya keluarganya dan aku ber-5 akhirnya bisa menyeberang.

Bermodal perahubermotor berukuran kecil tanpa atap dan tanpa pelampung kami ke Salura. Di lautan lepas Samudera Indonesia hanya perahu kami satu²nya yang menyeberang pada pukul 15.00 WITA. Aku tidak menyangka perjalanannya seperti itu. Semua pakaian yang kupakai basah kuyup semua diterpa air laut. Bersama 5 orang di atas perahu, kami berayun² keras mengikuti gelombang laut yang dahsyat. Aku sama sekali tidak bisa mengabadikan momen ini karena situasinya tidak memungkinkan. Aku hanya bisa berpegangan dan berdoa terus sepanjang perjalanan mohon keselamatan dalam perjalanan ini. Salah seorang terus menerus membuang air yang masuk ke dalam perahu agar perahu tetap aman. Aku sarankan jangan ikut²an melakukan perjalanan yang memacu adrenalin ini, khususnya bagi yang ragu² atau takut gelombang laut ekstrim.


Alhamdulillah akhirnya kami sampai di Salura pukul 16:30 WITA, berarti satu setengah jam kami berada di atas samudera. Masyarakat Salura sangat welcome terbukti kami diperbolehkan menginap di rumahnya. Jalan menuju ke rumah Pak Syarif harus melewati sumur tua. Setiap tamu yang baru pertama kali ke Salura diminta membasuh mukanya di sini untuk menghormati tradisi turun menurun.

Karena posisinya yang jauh di selatan Pulau Sumba maka otomatis kehidupan masyarakatnya jauh dari berbagai fasilitas sehari² tidak seperti di daerah lain. Aku tidak setuju ada bilang mereka itu miskin. Karena mereka masih bisa berusaha menjual ikan secara kontinyu. Hasil tangkapan laut secara rutin, dijual dan hasilnya untuk operasional keluarga setiap hari.

Warga lokal berkolaborasi dengan nelayan² dari luar daerah untuk menangkap dan mengolah hasil tangkapan dari laut. Salura terkenal dengan cumi²nya yang segar dengan kwalitas super dijual ke mana². Peningkatan fasilitas umum yang memadai untuk masyarakat perlu dilakukan oleh pemerintah setempat bahkan pusat. Sektor telekomunikasi, listrik, air bersih apalagi pariwisata perlu ditingkatkan kualitasnya. Kerjasama bahu membahu antara pemerintah dan masyarakat bukan tidak mungkin akan menaikan kesejahteraan warga lokal.


Tidak perlu takut untuk datang ke Salura karena mereka sangat welcome menerima kedatangan kita. Warga pulau yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan ini siap memberikan sambutan pada tamunya. Yang penting lapor RT atau aparat setempat. Contohnya aku, mereka dengan mudah menerima kehadiranku dan bisa menginap di rumahnya selama beberapa hari. Yang penting sopan dan saling mengerti maka semuanya bisa berjalan baik² saja.

Habis makan malam ikan bakar racikan Keluarga Pak Syarif, aku beranjak tidur yang pulas sampai shubuh. Paginya bersama anak² kecil Pak Syarif, aku diajak menyusuri pantai berpasir putih dengan background bukit Salura. View nya luar biasa indah. Pantainya berpasir putih dan airnya bening kehijauan serta sederetan perahu² nelayan berbaris rapi. Di sebelah Pulau Salura adalah Pulau Kotak (disebut juga Pulau Kambing) dan Pulau Mengkudu. Suasana Pulau Salura sangat memanjakan mata dan tenang sangat cocok bersantai mengasingkan diri jauh dari kebisingan hiruk pikuk kehidupan di kota.


Hati² kalau membicarakan orang lain sesama warga lokal, sebab hampir semua dari mereka ada hubungan keluarga satu nenek. Jumlah penduduk pulau ini hampir seribu orang. Informasi lain yang kudapat dari warga lokal diantaranya sbb :

meski listrik tenaga diesel menyala selama 24 jam, namun ada kalanya padam sebentar; Sumber air sehari² berasal dari sumur; penginapan tidak ada; hanya ada beberapa warung yang kecil sekali; penduduknya 100% Muslim; terdapat tiga masjid; perangkat pemerintahan terdiri dari 1 camat 1 Kepala Desa 2 RW 2 Dusun 4 RT; karena gelap warga kalau malam bawa senter; cuma ada motor sedangkan mobil tidak ada; kualitas komunikasi selular cukupan untuk bicara tapi koneksi internet tidak baik, oleh sebab itu warga lokal masih banyak yang pakai hp jadul bukan android.



Kata warga Salura, "Bapak jauh² datang dari Malang mau tau tentang Salura padahal orang daratan (maksudnya yang di Pulau Sumba) belum tentu pernah ke Salura". Alhamdulillah.

Ada sederetan bukit di belakang Salura yang membentang dari barat ke timur. Kita bisa mencoba lakukan treking ke spot karena ada bagian yang tidak begitu tinggi. Melihat view dari atas pastinya tetap indah mempesona.

Spot berikutnya kita bisa menuju ke dua pulau kosong, maksudnya hanya dihuni oleh hewan saja misalnya kambing. Pulau dimaksud adalah Pulau Kotak (Pulau Kambing) dan Pulau Menggudu. Yang mudah dijangkau yakni Pulau Kambing, mungkin hanya perlu waktu sepuluh menitan saja. Di waktu² yang pas ada kalanya air laut surut sehingga kita bisa kesana cukup berjalan kaki saja. Kalau ke Pulau mengkudu walau tampak dari Salura namun lebih jauh dan gelombang lautnya lumayan besar. Bagus juga jika foto² disini. Ciamik pol pastinya.


Merasa cukup 2 hari 2 malam di Salura, esok shubuhnya siap² kembali ke Katundu menggunakan perahu milik saudaranya Pak Syarif. Rencana menyeberang esok sampai malam kami masih kesulitan mendapatkan bensin, padahal hanya perlu 10 liter saja untuk pp. Alhamdulillah menjelang tengah malam kami dapat pinjaman bensin dan setelah tiba di Katundu akan dikembalikan titip sama perahu yang balik ke Salura. Sebenarnya hari itu ga ada perahu sama sekali karena bukan hari pasar. Tapi karena Bu Syarif ada pesanan ikan dari Waingapu maka Bu Syarif harus ke Katundu. Alhasil perahu penumpangnya hanya dua orang, Bu Syarif dan aku yang meluncur ke daratan.

Perjalanan kembali memakan waktu lebih cepat dibanding berangkatNya, hanya satu jam aja. Menunggu sebentar di Katundu tidak lama truk pun datang menjemputku dan membawa 1 box ikan milik Bu Syarif memenuhi pesanan langganannya di Waingapu. Kru truk masih sempat ngopi² di warung Bu Syarif setelah itu langsung berangkat.

Kami melewati jalur yang sama dan menghabiskan waktu tempuh yang sama seperti berangkatnya, hanya saja truk mengalami tiga kejadian sepanjang perjalanan :

yang pertama ada wajah penumpang anak kecil yang ditendang penumpang lainnya yang bernama kuda. Penumpang spesial ini merasa tidak nyaman naik bersama kami sehingga menendang anak kecil. Di atas truk dia juga penumpangnya 2 kuda, 1 sapi, 1 kambing dan 2 bebek. Melihat dua gigi anak kecil rontok dan muka mengucurkan darah, membuat seorang pemuda tidak tahan melihat darah dan langsung kejang² setel. Yang kedua, kru truk berhenti pada jalur rusak di atas bukit untuk membantu memperbaiki mobil orang lain yang mogok. Lama juga membantu sampai satu jam an. Dan yang terakhir, ban truk tiba² pecah yang suaranya menggelegar seperti bom. Alhamdulillah bisa diganti dengan ban serepnya. Ini juga perlu waktu hampir se-jam.

Akhirnya, menjelang maghrib truk masuk Kota Waingapu dan mengantarkanku sampai di depan Hotel Alvin. Selanjutnya aku istirahat bersandar di tempat tidur karena esok siang bersiap ke Waikabubak Sumba Barat.


KE WAIKABUBAK SUMBA BARAT

Esoknya, tepat pukul 12 siang Travel Sinar Lombok menjemputku di Hotel Elvin lantas meluncur ke Waikabubak hampir 5 jam. Dari Kota Waingapu ke Waikabubak jalannya mulus, ini merupakan jalan provinsi. Ongkosnya per orang 80K. Waikabubak adalah kota lama di Sumba Barat masih banyak bangunan lama yang masih berdiri hingga kini. Begitu juga toko²nya masih memakai papan nama yang masih asli dan jadoel. Apalagi beberapa kampung² adatnya masih berdiri utuh berada di sekitar Kota Waikabubak.


Yuk kita eksplor mulai dari kotanya lalu lanjutkan sampai ke SBD 'Sumba Barat Daya' melihat Kampung Adat Ratenggaro. Dari Waikabubak ke lokasi ini perlu waktu 2 jam an (70 km). Untuk menuju kesana aku pakai jasa ojek (pp) yang ongkosnya sesuai kesepakatan berdua.

Kampung Adat Ratenggaro merupakan salah satu warisan budaya yang masih ada hingga kini. Batu² besar jaman megalitikum banyak tersebar disini sebagai kuburan para pejuang yang gugur ketika berperang.

Masyarakat adat Kampung Ratenggaro masih memegang tradisi dan adat warisan para leluhur mereka, termasuk masih memeluk agama asli Marapu, agama tradisi Ratenggaro.

Bukan sederetan batu kubur raksasa saja yang menjadi daya tarik, keunikan yang lain adalah arsitektur rumah adatnya (Uma Kelada) yang menjulang tinggi hingga lebih 15 m berbahan kayu & atap jerami. Sedangkan jauh di bawah sana tampak lautan lepas berwarna biru dan pantai berpasir putih. Kedua spot foto indah ini semuanya oke mau pakai sebagai background pantai yang indah atau sebagai background rumah adat yang eksotis.

Menuju destinasi ini dari Waikabubak ke arah Bandara Tambolaka di Wee Tabula belok ke kiri melaju terus hingga bertemu daerah yang namanya Kodi. Lanjut sampai ke Desa Umbu Ngedo, Kecamatan Kodi Bangedo, Kabupaten Sumba Barat Daya Nusa Tenggara Timur. Apabila perlu makan bisa mencoba di pasar pertigaan Kodi-Pero. Di situ ada rumah makan padang, bakso atau lalapan ayam/ikan goreng.

Meski Sumba banyak yang bilang orangnya serem², anggapan itu tidak perlu dikhawatirkan. Sesungguhnya saudara kita itu sangat ramah, cuma tampangnya saja yang agak serem kehitaman. Yang penting jaga sopan santun di daerah orang & jaga tata Krama budaya setempat saat memasuki Ratenggaro.


Ayo cepetan kemari nanti keburu keduluan mertuamu.

Di Waikabubak aku stay selama tiga malam di hotel lama yaitu Hotel Pelita. Aku menginap disini karena letaknya di tengah kota persis di depan Polres Sumba Barat dan dekat dengan Masjid Agung. Cari makanan juga mudah jika stay di hotel ini. Begitu juga suasananya ramai dekat pertokoan dan dilewati transportasi umum.

Di hari yang lain aku mampir ke beberapa kampung adat di sekitar kota. Dan petangnya ke Nihi Sumba, Rua dan Pantai Nipi Lima. Nihi Sumba dan Nihi Watu merupakan hotel dengan privasi tinggi yang taripnya termahal di dunia. Tamu yang tidak berkepentingan dilarang masuk kesini. Yang bisa masuk malah orang² biasa seperti pegawai hotel, perawat taman, cleaning service atau sekuriti.

Sepuluh hari aku berada di Pulau Sumba dan menjejahi sudut² pulau ini. Banyak pengalaman luar biasa yang kudapat keramahtamahannya, kebudayaannya, kulinerannya, keindahan alamnya dan bagaimana mereka menjalani kehidupan sehari². Puas sudah hati ini bisa bercengkerama sedekat itu dengan mereka.


Kalau dari Surabaya ke Sumba aku pakai Kapal Pelni ke Waingapu (Sumba Timur), tapi pulangnya aku pakai pesawat Wings + Lion Air transit di Bali melalui Bandara Tambolaka (Lede Kalumbang).


I ❤️ beautiful Indonesia


Copyright@by RUSDI ZULKARNAIN
email : alsatopass@gmail.com


No comments: