SURABAYA - SORONG
Mumpung masih ada persediaan tiket Kapal Pelni dari Surabaya tujuan Sorong di Aplikasi Pelni Mobile, aku beli dua belas hari sebelum jadwal keberangkatan. Harga tiketnya @767 Ribu sekali jalan. Aku berangkat bersama istri. Lumayan nih perjalanannya bakal lama yaitu 3 hari 10 jam dan transitnya cuma sekali aja di Makassar.
Beberapa persiapan ke Papua kulakukan diantaranya browsing rumah penginapan di Sorong yang ulasannya punya bintang yang baik. Penginapan itu bernama "Rumah Marianne". Aku booking untuk semalam dulu dan bayarnya di TKP. Kalau cocok aku bakal eksten untuk beberapa hari berikutnya.
Ke Sorong kupilih KM Gunung Dempo karena kapal ini waktu tempuhnya lebih cepat dan usia kapalnya masih tergolong muda (16 tahun) dibanding dengan kapal² Pelni lainnya. Selain KM Gunung Dempo ada juga kapal sejenis seperti KM Sinabung, KM Labobar, KM Ciremai dan KM Dobonsolo. Semua kapal Pelni pada lambungnya tertera nama² gunung yang ada di Indonesia. Nama KM Gunung Dempo diambil dari nama gunung di perbatasan Provinsi Sumatra Selatan dan Bengkulu di pantai barat Sumatra. Tepatnya di Pagar Alam, Sumatera Selatan.
Keseruan naik kapal Pelni dengan lintasan jauh memang luar biasa penuh sensasi. Pengalaman bertemu orang banyak di dalam kapal sangat berbekas di hati. Saling kenal, saling bercerita dan makan bersama setelah mengantri panjang untuk mendapatkannya. Dengan naik kapal semacam ini sangat mengasyikan sambil menjelajahi daerah² di nusantara. Moment² di atas kapal sulit untuk diceritakan karena banyak sensasinya. Oleh karena itu kusarankan untuk segera mencoba sendiri agar tau semuanya. Aku lebih suka naik kapal walaupun waktunya lebih lama. Pilihan ini sangat berbeda dibandingkan jika naik pesawat yang terbang sekejab trus nyampe.
Inilah lintasan KM Gunung Dempo : Tg Priok - Surabaya - Makassar - Sorong - Manokwari - Nabire - Serui - Jayapura - Serui - Nabire - Manokwari - Sorong - Makassar - Surabaya - Tg Priok (PP)
Aku sengaja membawa beberapa potong kemeja dan celana baru untuk kusedekahkan pada yang membutuhkan. Alhamdulillah sudah aku serahkan di Sorong sehingga backpack ku sedikit longgar. Disamping keseruan berlayar dengan KM Gunung Dempo, kegiatan lainnya adalah bisa rutin shalat berjamaah di masjid kapal yang berkapasitas seratusan orang. Berlayar dari Surabaya ke Sorong dapat makan free sebanyak 10X pagi, siang dan malam setiap hari. Menyenangkan bukan ?
Setelah berlayar beberapa hari dari Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya kami pun tiba di Pelabuhan Sorong 20 menit sebelum waktu Shubuh. Setelah keluar pelabuhan aku mencari masjid terdekat untuk shalat Shubuh. Aku disambut oleh jamaah Masjid Nurul Bahar yang baik hati, berada sekitar 500 m dari pelabuhan. Padahal kami baru kenal. Sarapan nasi kuning bersama Marbot, lantas bergegas ke Penginapan "Rumah Marianne" (250K) yang telah kubooking sebelumnya. Ke sananya pakai mobil onlen 'Maxim'.
Ga pa pa stay di situ karena baru pertama kali datang ke Sorong. Meski lokasinya jauh di Kilo 9 dan terpencil tidak ada angkutan umum kecuali yang onlen. Tapi lumayan jauh sekitar 5 km ke Pasar Remu dan Bandara Domine Eduard Osok 'DEO'. Cukup naik taxi sebutan angkutan kota di Sorong yang ongkosnya 7 ribu Rupiah setelah berjalan kaki ke jalan raya sekitar 1 km dari Marianne. Tidak seperti kota² lain di Indonesia, angkot sudah banyak yang mati suri bahkan punah sama sekali karena kemajuan jaman bersaing dengan kendaraan onlen. Tapi tidak dengan Kota Sorong, angkot tetap eksis hadir melayani kebutuhan warganya.
Hari pertama selesai, untuk esok dan seterusnya kami stay di Edotel yakni hotel yang dikelola SMKN 2 Sorong. Hotel itu dipakai sebagai ajang praktek mengelola hotel bagi siswa SMKN 2 jurusan Pariwisata. Lokasinya strategis berada di tepi jalan raya Yos Sudarso, dekat kulineran, masjid dan Pelabuhan Sorong. Meski rate nya cuma 250K tapi kondisinya sangat worth it. Untuk laundry bisa dikerjakan oleh Edotel.
Sorong menjadi salah satu surganya kuliner ikan. Untuk mendapatkannya tidaklah sulit karena dimana² ada ikan. Semua tinggal pilih mau ikan apa yang disuka ato pilih tempatnya mulai di tenda kaki lima ato restoran. Pokoknya lezatos banget. Sorong panas bener karena daerah minyak dan letaknya tidak jauh di bawah garis khatulistiwa. Jemur baju sebentar udah kering. Tapi kalau hujan banyak daerah yang terendam banjir. Begitulah Sorong. Oh iya, kebiasaan masyarakat Sorong masih banyak yang makan pinang. Sehingga banyak jalanan yang berwarna merah darah bekas ludahan orang makan pinang. Di mana² mudah sekali untuk mendapatkan orang jual pinang.
Setelah move dari penginapan pertama, saatnya geser stay ke Edotel SMKN 2 pakai mobil onlen Maxim yang merajai Kota Sorong karena harganya yang murah. Tampak mobil² berplat polisi bersliweran di Sorong yang diawali 'PB' berarti Papua Barat. Nanti setelah Pilkada pemilihan gubernur akhir November 2024, akan ada gubernur di provinsi baru yakni Provinsi Papua Barat Daya dengan plat kendaraan yang sudah lebih dulu ada yakni PY. Selama ini Sorong dan sekitarnya berada di Provinsi Papua Barat dengan ibukota Manokwari.
Di waktu petang kami ke Pulau Doom yang penyebrangannya tidak jauh dari Edotel SMKN 2. Menyebrangnya cuma 10 menit pakai perahu motor kecil dengan ongkos 5 ribu sekali nyebrang. Pulau Doom cukup bersih dan tertata baik. Ada beberapa peninggalan sejarah penjajahan, diantaranya Bunker/Goa Jepang. Baliknya menjelang Maghrib melewati tenda² kulineran sepanjang pinggir pantai (Tembok Berlin) ato persis di seberang Edotel. Lantas dengan angkot kami ke tempat kulineran dekat Kantor Walikota Sorong. Di situ ada kulineran khas aneka sayur, lauk dan nasinya berupa singkong rebus (kasbi), talas rebus dan ubi rebus (petatas).
WAISAI RAJA AMPAT
Esok paginya dengan angkot kami ke Pelabuhan Rakyat Klademak dan turun di jalan baru. Dari situ jalan kaki ke pelabuhan. Antrian beli tiket kapal cepat sudah mengular sampai teras gedung. Pembelinya didominasi warga asing. Akhirnya giliranku tiba, aku beli 2 tiket ekonomi @125 ribu plus restribusi pelayanan pelabuhan @12 ribu. Langsung jalan kaki ke kapal yang sudah menunggu siap berangkat ke Waisai. Kapal berangkat beberapa menit molor dari pukul 9. Sehingga kapal pun tiba di Port Waisai pada pukul 11.25 WIT. Karena sebentar lagi masuk waktu jumat, aku berhenti di masjid dekat pelabuhan untuk shalat. Dari situ ambil dua ojek @20 ribu ke Penginapan Mahesa yang cocok untuk backpacker.
Aku sewa motor 24 jam sampai besok 125 ribu. Hari ini kami menjelajah ke beberapa tempat diantaranya pasar beli buah, Pantai WTC 'Waisai Torang Cinta', monumen² ikon Raja Ampat/Waisai, shalat di Masjid Raya dan malamnya makan menu ikan bakar. Jalan utama Waisai dari pelabuhan ke dalam kota jalannya lebar. Sedangkan sisi² lainnya masih banyak yang sedang dikembangkan. Setiap perempatan pasti ada monumennya yang cakep².
Kami tidak bisa hoping island seperti ke Piaynemo, pasir timbul dan lainnya sebab cuaca yang kurang baik yakni hujan lebat. Alhasil hanya eksplor Waisai dan sekitarnya. Ke Afu Resort, Korpak Resort, Pantai Saleo dan Bandara Marinda, hanya spot² itu aja yang bisa ku-eksplor selama di Raja Ampat.
Sewa motor sudah selesai, waktunya dikembalikan sekalian minta jasa antar ke pelabuhan untuk kembali ke Sorong. Kapal cepat 'Belibis' berangkat tepat pukul 14.00 dan tibanya juga ontime sekitar pukul 16.00. Saat itu ntah kenapa beli tiket harganya 125 ribu aja tanpa restribusi 12 ribu seperti beli di Sorong. Biar sekalian olah raga aku jalan kaki keluar pelabuhan sampai di pinggir jalan baru jalur angkot. Trus meluncur ke jurusan tembok berlin @7K. Malamnya seperti biasa makan ikan bakar yang maknyus di pinggiran tembok berlin.
Situasi di dalam KM Labobar tidak berbeda dengan kapal² Pelni lainnya. Keseruan di dalam kapal pasti ada karena penumpangnya beragam dari berbagai suku. Yang terpenting harus tetap waspada agar barang bawaan aman sampai di tujuan. Kapal ini akan singgah di Manokwari setelah berlayar selama 12 jam dari Sorong. Kali ini penumpangnya tidak terlalu banyak sehingga kapal terasa longgar. Masjid di dalam kapal cuma sekali mengadakan shalat berjamaah, biasanya dilakukan dua kali karena jamaahnya membludak. Kapal kadang² terasa goyang karena bebannya tidak maksimal. Dari Sorong Labobar menyusuri laut pinggiran kepala burung Papua sampai ke Manokwari. Sehingga internet masih dapat jaringan tidak 100% blank spot. Sebetulnya di atas kapal Pelni tersedia Wifi berbayar namanya @SEAWIFI, per 2 jam 30 ribu dan ada paket lebih lama lagi tentu dengan tarip yang lebih mahal.
Transit di Pelabuhan Manokwari hanya 1 jam saja. Pada saat transit baik di dalam ato di luar kapal harus hati² karena rawan banyak kejadian pencopetan/penjambretan/pencurian. Aku cuma bisa turun di pelataran dermaga pelabuhan untuk foto² dan membeli makanan. Sayang memang transitnya cuma sebentar aja, malam lagi sehingga kurang bebas mengeksplor Manokwari.
KM Labobar berangkat lagi menuju Nabire di Papua Tengah. Banyak penumpang yang bakal turun di pelabuhan ini. Setelah berlayar 10 jam Labobar tiba di Nabire. Sama seperti ketika transit di Manokwari, di Nabire pun cuma singgah 1 jam saja. Kami turun ke depan pelabuhan, disitu banyak lapak penjual makanan/minuman/buah²an. Beruntung, aku bisa membeli beberapa kebutuhan karena bekal yang aku miliki di kapal menuju Jayapura sudah menipis hampir habis.
Labobar meninggalkan Nabire, sekarang menuju Serui. Kapal pun merapat di Serui setelah berlayar selama 7 jam. Bed kapal selalu kosong dan terisi lagi begitu seterusnya ada penumpang turun ada yang naik. Alhamdulillah Labobar singgah di Serui Pulau Yapen selama 2 jam sehingga kami agak longgar menikmati Serui. Di luar pelabuhan aku beli es teler yang maknyus ukuran jumbo cuma 10K dan lemang ketan (nasi bambu) yang bikin perut kenyang.
Di seberang hotel terdapat pangkalan ojek laut (perahu) menuju dua pulau kecil. Yuk berangkat ada apa disana. Karena dermaganya sangat dekat dengan hotel, aku jalan kaki kesana menyusuri jalan kampung menuju pangkalan ojek perahu. Disitu sudah ada beberapa orang yang menunggu menyebrang ke Kayo Pulau dan Pulau Kosong. Ojek perahu kapasitas 20 orang mengantar kami ke Kayo Pulau, bayarnya 5K per orang. Tidak semua penumpang turun di sini, yang lain lanjut ke Pulau Kosong.
Penduduk di kedua pulau kecil ini sejak dulu hidup turun temurun dan tinggal di rumah² terapung yang awalnya adalah nelayan dari luar daerah. Rumah² terapung satu sama lain tersambung oleh jembatan kayu menyerupai dermaga. Setelah Kayo Pulau aku lanjut ke Pulau Kosong dengan ojek perahu, bayarnya sama 5K, angkot juga 5K. Waktu tempuh ke masing² pulau ga sampai 10 menitan. Pulau Kosong sama padatnya seperti Kayo Pulau. Dari pinggiran Kota Jayapura terlihat rumah² kayu di kedua pulau, kali ini kebalikannya dari sini aku bisa lihat indahnya Kota Jayapura, perbukitan, pelabuhan, rumah dan gedung² tinggi yang menghiasi kota.
PAPUA NUGINI (PNG)
Setelah satu persatu negara tetangga yang berbatasan langsung dengan Indonesia pernah kujelajahi. Kini giliran Papua New Guinea (Papua Nugini atau PNG) yang kupilih. Sisanya tinggal Australia dan Kepulauan Palau yang belum kudatangi. Sebelumnya aku pernah 2X gagal ke Australia karena visaku ditolak.
Ternyata kalau ke Papua Nugini PNG harus pakai visa, kecuali cuma sampai border RI-PNG aja tanpa visa. Informasi yang kudapat masuk kesana free visa alias gratis. Warga lokal pembawa kartu merah yang berijin bisa keluar masuk tapi tidak jauh dari perbatasan untuk berbelanja pada hari pasar (Sabtu). Fee visa online 50US$ yang bisa terbit kurang dari 48 jam. E-visa ini berlaku 60 hari single entry sejak tanggal dikeluarkan.
Meski kami bawa paspor tapi kalau ke Kota Vanimo harus pakai visa. Akhirnya aku pakai jasa teman² yang biasa open trip masuk ke Vanimo. Karena informasi tentang visa yang kurang valid dan waktu di Jayapura yang sempit, aku harus gerak cepat supaya bisa ke PNG. Akhirnya apply e-visa oke. Kami ber-lima ke Perbatasan RI-PNG.
Aku masuk ke PNG lewat perbatasan Jayapura yakni Skouw Distrik Muara Tami - Wotung. Dari situ kami akan ke Vanimo (1.5 jam), Provinsi Sandaun, Papua Nugini. Vanimo adalah kota yang cantik dan mempesona dengan suasana yang masih natural. Secara geografis, sebenarnya letaknya tidak jauh dari Kota Jayapura, sekitar satu setengah jam saja dengan mobil. Meski begitu aku harus mempersiapkan segala sesuatunya untuk masuk negara tetangga ini secara legal. Kami kesana pada hari sabtu atau hari pasar yang pasti bakal ramai banyak didatangi oleh masyarakat kedua negara. Tidak ada kendaraan umum dari Jayapura ke Skouw. Yang ada adalah mobil pribadi, onlen (250K) atau saat ini mulai ada minibus dari Entrop ke batas. Ongkosnya 20K sekali jalan.
Vanimo memiliki beberapa hotel di antara Sandaun Beach Hotel (depan Konsulat RI) atau Vanimo Beach Hotel. Rate hotel disini rata² 500 Kina per malam yang berarti sekitar 1.8 Jt. Begitu juga dengan paket internet mahal banget, bisa 200K per hari. Setiap masuk wilayah PNG kita akan dapat SMS dari operator yang memberi informasi tentang biaya selular. Waktu PNG adalah WIB +3 sehingga imigrasi perbatasan tutup pukul 17:00 berarti imigrasi Indonesia di sebelahnya tutup pukul 16:00.
JAYAPURA - AMBON
Gunung Dobonsolo dipakai juga sebagai nama salah satu kapal milik PELNI ini. Dobonsolo dikenal sebagai nama Dafonsoro atau Gunung Cyclops yakni sebuah gunung yang terletak di Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua. Letaknya sekitar 30 kilometeran dari Kota Jayapura ke arah barat. KM Dobonsolo berlayar selama 3 hari 3 malam singgah di Serui & Sorong, akhirnya kapal merapat di Pelabuhan Ambon. Pelayaran yang cukup lama tidak begitu terasa karena ada teman ngobrol teman² sekamar.
KAILOLO PULAU HARUKU
Pagi² aku ke Tulehu pake angkot yang naiknya dari Pasar Mardika (15K). Sampai di tujuan ada beberapa penumpang yang turun di terminal kecil dekat pangkalan speed ke Kailolo. Cuma nunggu sebentar, setelah itu aku dipersilahkan naik ke speed berjalan kaki celana diangkat kuatir basah. Gelombang ombak di pagi itu kecil sekali sehingga speed melaju lancar sampai Kailolo. Speed hanya perlu 25 menit menyebrangi selat untuk sampai ke seberang. Waktu itu aku bayar ongkos 30K karena penumpangnya cuma 7 orang. Besarnya ongkos tergantung jumlah maksimum sebuah speed. Kalau jumlahnya 10 orang termasuk pengemudi bayarnya bisa 25K dan kalau kurang dari 5 orang bisa² bayarnya 50K. Ongkos penumpang dipakai untuk operasional sana sini seperti BBM, makan, bayar asisten dan biaya merapat di pelabuhan yang ada paguyubannya.
Ba'da Dhuhur aku balik badan ke Pelabuhan Waeriang menuju Tulehu trus ke Ambon. Di Waeriang aku ga nunggu lama karena penumpang speed sudah cukup. Tepat pukul 13.30 speed didorong ke tengah melewati speed² lain untuk meluncur ke Tulehu. Speed bermesin tunggal tempel Yamaha kapasitas 40 PK membawa 10 orang termasuk pengemudi. Siang itu gelombang laut lumayan ada sehingga speed sering terhentak jedak jeduk. Gangguan mesin juga sempat kami alami karena kipas kapal tersangkut sampah. Terpaksa speed berhenti di tengah laut dan mesin dimatikan untuk membersihkan sampah yang tersangkut. Alhamdulillah speed tiba di Tulehu tepat pukul 13.55. Berarti menyebrangnya cuma 25 menitan. Kali ini bayarnya cuma 25K karena penumpangnya full.
PANTAI WAINITU
Esoknya bersama istri kami ke Pantai Wainitu dengan angkot, dari jalan raya harus traking lagi sampai ke pantai. Suasananya sepi tenang karena hari itu masih pagi dan bukan weekend. Di Wainitu aku gerak²an badan sambil menikmati pantainya yang tenang. Tidak lupa mengabadikan sudut² keindahan Wainitu. Pulangnya jalan kaki motong jalan melewati lorong² kampung sampai dapat jalan raya ke arah Masjid Al Fatah.
PANTAI HUNIMUA & TANJUNG NUSANIWE
Hari berikutnya, di awal pagi di Ambon aku sewa sepeda motor pada anak hotel. Alhamdulillah dia oke dan kebetulan motornya keluaran baru. Kau tau yang kumau, yakni motor manual bukan matic. Maklum kalau pakai matic aku belum lihai banget dibanding kalau pakai manual. Ok yuk meluncur ke Liang 30 km arah Timur Laut Pulau Ambon. Di sana ada pantai yang bersih dan indah, namanya Pantai Hunimua. Disitu bisa mendayung perahu, berenang atau snorkeling. Pengunjungnya cuma segelintir karena hari kerja bukan weekend. Selain kami berdua, ada bule² yang sudah duluan berendam di laut sambil main polo air. Kami pelan² menikmati detail pantai ini. Mula² beli kelapa muda (15K). Setelah itu mengantar & mengajak istri mendayung perahu mondar mandir di sepanjang bibir pantai. Pantai ini berdekatan dengan Pelabuhan Penyebrangan Ferry Hunimua dengan destinasi Kairatu Pulau Seram. Tampak di kejauhan ada ferry yang datang & ada yang pergi melintas di hadapan kami. Snorkeling di sini sangat asyik karena airnya tenang dan bening. Meski jarak dari Kota Ambon lumayan jauh hampir 30 km, dengan sepeda motor kami berjalan santai ga buru² baik pergi maupun pulangnya.
Selama perjalanan ke Papua dan Maluku banyak sekali pelajaran yang kudapat yang ga bisa kudapat dari bangku sekolahan. Aku banyak belajar di jalanan dan belajar dari alam. Bertemu saudara² dari berbagai daerah dan saudara² dari tanah Jawa yang sudah merantau lama beranak pinak puluhan tahun di Indonesia Timur. Mereka semua hidup mandiri dan merasa bersyukur bisa hidup membaur di tempat yang jauh dari sanak saudara.
BALIK KE SURABAYA
Beberapa hari yang lalu aku beli tiket kapal Pelni onlen. Kali ini pilih KM Doro Londa dari Ambon menuju Surabaya. Transitnya di Namlea, Bau Bau dan Makassar. Nama kapal ini juga diambil dari nama gunung yang punya legenda. Ceritanya Doro Londa adalah sebuah gugusan pegunungan yang membentang dari barat Kelurahan Sambi Nae sampai hingga Batas Kota/Kabupaten Bima. Nama Doro Londa sangat melekat dalam tradisi masyarakat dengan Ncuhi Londa dan permaisuri yang menjelma menjadi kerbau untuk mengabdi kepada warga desa. Begitulah asal usulnya yang menjadi simbol kuat kesetiaan dan pengabdian terhadap nilai-nilai budaya turun-temurun masyarakat Bima.
I ❤️ Beautiful Indonesia
Copyright@by RUSDI ZULKARNAIN
email : alsatopass@gmail.com
No comments:
Post a Comment