BERAMAL LEWAT TULISAN

Thursday 29 August 2019

JELAJAHI 6 PROPINSI DALAM SEBULAN (3)

ISTANA PAGARUYUNG
Sebelum check out, aku jelajahi Kebun Binatang dan Benteng Fort De Kock yang tidak jauh dari hotelku. Sayangnya aku datang kepagian, sedangkan loket baru buka pukul delapan. Terpakasa cari kopi dan sarapan dulu, lantas pada waktunya aku masuk dengan bayar tiket 15 ribu.




Kebun Binatang Mini cukup bersih yang dihuni beberapa jenis hewan mamalia dan unggas. Di dalamnya terdapat rumah gadang yang besar menghiasi suasana Zoo Park ini. Dekat situ ada jembatan apik yang menghubungkan dengan Benteng Fort De Kock.



BATUSANGKAR

Treking pagi ini cukup berkeringat. Selanjutnya buru² check out dan meluncur ke Terminal pake Gojek. Bus 3/4 mengantarku ke Kota Batursangkar (12 ribu). Ga sampai 2 jam aku sudah masuk Batursangkar dan sempat makan sebelum Jumatan.

Bag aku titip di Rumah Makan Ampera. Pemilik kedai tau kalau aku mau ke masjid, Si Uda malah mengantarkanku dengan motornya ke Masjid Raya Lima Kaum yang dibangun tahun 1710.

Masjid Raya Lima Kaum punya arsitektur tua. Kubah berseginya bertingkat, lantainya dari papan tebal dan bangunan atapnya disokong oleh beberapa puluh tiang kayu. Masjid ini pertama kali dibangun pada tahun 1710.

Masjid ini termasuk salah satu masjid tertua di Indonesia yang terletak di Nagari Limo Kaum, Kec. Limo Kaum, Kab. Tanah Datar, Sumbar. Persisnya di tengah-tengah Nagari Lima Kaum, yakni di Balai Sariak, Jorong Tigo Tumpuak, sekitar 20 meter dari jalan arah BATUSANGKAR menuju Padang.


Setelah pakai ojek menuju penginapan Rachella Guest House, aku lanjut ke Istana Pagarurung (di kota ini ga ada ojek online 'ojol'). Istana ini pernah terbakar terakhir pada tahun 2007. Kemudian dibangun kembali yang mirip dengan aslinya.

Sudah puas meski singkat dan padat di situ, Uda Efi mengantarkanku ke tempat ngetemnya L300 menuju Nagari Pariangan. Minibus itu jurusan Padang Panjang lalu turun di pertigaan Pariangan (5 ribu).

Menuju Nagari Pariangan harus sambung ojek lagi dengan ongkos persahabatan tapi bisa menyenangkan hatinya. Pakai cara seperti itu mereka dengan senang hati mau menemani eksplor ke beberapa spot menarik Nagari Pariangan. Itu adalah cara terbaik, karena inklud dengan urusan jepret menjepret pake hape biasa yang aku miliki.

Nagari Pariangan ditetapkan sebagai desa terbaik menurut versi Majalah Travel Budget yang berkedudukan di New York. Semenjak itu, kontan desa ini menjadi buruan para penikmat keindahan alam.

Rumah² adat minang berumur tua masih terpelihara baik. Begitu juga masjid tuanya yang bernama Masjid Ishlah masih kokoh berdiri di desa ini. Bangunan sebagai tempat masyarakat dilengkapi lanskap hamparan persawahan dengan ketinggian yang berbeda. 


SAWAHLUNTO

Meski badan masih lelah, tapi tidak aku rasakan karena saking semangatnya meng-eksplor Bumi Sumatera Barat yang menantang ini. Kembali dengan ojek aku nego harga dari hati ke hati menuju Sawahlunto. Dia senang aku senang. Deal... maka jadilah kami berangkat.


Tujuan ke Sawahlunto adalah melihat dari dekat eks pertambangan batubara pertama di Indonesia. Sekitar satu jam an lebih kami baru bisa mencapai Sawahlunto melewati Kec. Talawi dimana Pahlawan Nasional Prof. Mr. Moh. Yamin dimakamkan. Aku mampir berziarah ke makam beliau.

Luar biasa bekas peninggalan kolonial Belanda membangun pertambangan ini dengan memanfaatkan tenaga pribumi anak² bangsa. Sifatnya adalah kerja paksa untuk mengeksplorasi sebanyak-banyaknya batubara kekayaan alam Indonesia.


Seperti petugas Museum Goedang Ranzoem dan petugas lobang penggalian batubara Mas Wahyu mengatakan, "Dalam sehari dibutuhkan 3,9 ton dan sayuran sebagai lauknya untuk memberi makan 7000 an pekerja tambang.



Mengunjungi Goedang Ranzoem dan Lubang Mbah Suro tiketnya masing-masing 4 ribu dan 15 ribu. Di kedua lokasi ini disediakan pemandu dan pakaian pengaman seperti boot dan helm. Selanjutnya menuju Stasiun KA, Kantor Bukit Asam dan Masjid Tua Sawahlunto. Semuanya masih terjaga hanya perlu pemolesan agar rapi, bersih dan terawat. Sebab pada Bulan Juli 2019 Pertambangan Batubara di Sawahlunto ditetapkan sebagai warisan dunia world heritage oleh Unesco.


PAYAKUMBUH


Aku ke Payakumbuh dari Batursangkar seperti transit aja. Sebab cuma menginap semalam lalu esoknya melihat Harau Village dan Jembatan Kelok 9. Sekilas aku bisa simpulkan bahwa Payakumbuh kotanya cukup besar hampir menyamai Bukittinggi. Suasana ramai karena kota ini adalah jalur utama ke Pekanbaru Riau. Lalu lintasnya dan pengendaranya cukup heboh. Apalagi banyak sepeda motor yang dilarikan kencang bahkan pakai knalpot brong. Rame deh suasananya.

Di Kota ini aku menginap di Hotel Flamboyan di Jalan Ade Irma Suryani. Menginap di sini sedikit terhindar dari hiruk pikuk keramaian kota. Harganya sesuai dengan fasilitas dan servicenya. Kalau soal kulineran di kota ini tinggal pilih mana yang disukai. Untuk urusan ini tersedia di sepanjang jalan depan Ramayana (Sudirman hingga Jalan Soekarno Hatta) dan di sekitar Pasar Payakumbuh.

Tujuan singgah ke kota yang cukup ramai ini adalah ke Harau Village dan fly over Kelok 9 yang sangat viral itu. Untuk menuju ke dua obyek wisata tersebut aku pakai ojek online.


Pagi itu masih berkabut namun bisa sampai juga di Harau setelah 30 menit dengan ojek. Soal harganya bisa nego fleksibel satu paket pp ke Jembatan Kelok 9.



Harau Village, perkampungan yang berada sekitar 15 km dari Kota Payakumbuh Sumatera Barat terus dikembangkan sebagai daerah wisata.

Alamnya yang original berupa bukit² batu vertikal menjulang tinggi, jalan berkelok, air² terjun dan persawahan sangat disukai oleh para pelancong.


Para wisatawan mengeksplornya dengan motor trail, sepeda gunung atau sekedar jogging dan duduk² santai di sekitar homestay yang mereka tempati. Di Harau  udaranya bersih dan segar yang bisa dijangkau pp dari Payakumbuh. Lembah ini termasuk salah satu yang terindah di Indonesia.


Melalui jalan pintas dari Harau bisa tembus ke Jembatan Kelok 9. Di situ aku sengaja mengabadikan Jembatan itu dari beberapa sudut. Sayang kalau dilewatkan begitu saja. Karena udaranya masih terasa dingin, minum seduhan kopi panas jawabannya. Puluh kedai tidak permanen menghiasi pinggiran jalan ini.



PEKANBARU


Agar tidak terlalu malam masuk Kota Pekanbaru, aku langsung cari travel menuju ke kota itu. Dari Payakumbuh perlu 6 jam untuk menembus Ibukota Riau ini. Travel melewati jembatan Kelok 9 dan Kota Bangkinang, Ibukota Kab. Kampar. Tempat menginap pun sudah aku booking lewat aplikasi online.

Dengan ojek online aku jelajahi beberapa ikon Kota Pekanbaru seperti Masjid Agung An Nur, Masjid Raya Pekanbaru, Kantor Gubernur yang mirip sand, Gedung MTQ dan Kampung Wisata Bandar Senapelan.


Sebelum check out hotel, aku telepon agen travel menuju Siak Sri Indrapura. Maksudnya ingin mengunjungi Istana Siak yang apik itu. Namun seiring jalannya waktu, rencana berubah karena diprovokasi oleh penumpang travel asal Bengkalis dan sopir dari Pakning. 

Aku tau beliau² ini pasti orang baik. Mereka bilang, jangan ke Siak dulu sebab mobil ini masuk Siak menjelang maghrib dan Istana sudah tutup. "Ke Pulau Bengkalis aja dulu dan menginap semalam di situ. Besok pagi baru ke Siak", begitulah kata mereka. Lalu sopir travel 'Abang Ruslan' menimpali, "Nanti urusan travel kembali ke Pekanbaru, cukup telepon saya. Akan saya urus semua"

Akhirnya kuputuskan untuk ke Pulau Bengkalis yang ongkosnya cuma 110 ribu sampai Dermaga Pakning. Kalau Pekanbaru - Siak, 100 ribu. Lantas tiket Ferry roro Pakning - Bengkalis cuma 8 ribu dengan waktu tempuh sekitar 30 menitan.


BENGKALIS

Kabupaten Bengkalis masuk dalam Provinsi Riau dengan ibukotanya Bengkalis. Pusat pemerintahan daerahnya ada di Pulau Bengkalis. Pakning masih masuk dalam wilayah Bengkalis juga. Dulunya Bengkalis menjadi satu dengan Kabupaten Siak. Tapi sekarang berdiri masing².

Melalui jalur laut dari Bengkalis bisa ke-mana² seperti ke pulau sekitar, Batam yang berangkat dari Pelabuhan Bandar Sri Laksamana Jaya. Sedangkan tujuan internasionalnya yakni ke Malaka Malaysia.



Yang membuat aku kepincut ke Bengkalis karena sekarang lagi banjir durian yang harganya sangat murah. Daerah ini adalah tempat kelahiran dan asal penyanyi Melayu, Iyet Bustami dengan lagunya Laksamana Raja di Laut. Dan ini kuanggap sambil menyelam minum air, dapat eksplor Bengkalis sekaligus Siak. Mengunjungi Pulau Bengkalis juga akan menambah jumlah koleksi pulau yang pernah kukunjungi.


Menyebrang dari Pakning ke Bengkalis sekitar 30 menitan. Bengkalis memiliki beberapa pelabuhan untuk lokal dan internasional. Dari Pelabuhan Sri Setia Raja atau pelabuhan Selat Baru ada kapal cepat tujuan Malaka Malaysia menggunakan Kapal Mulia Kencana.


Yang ke-2 adalah tujuan Muar dan Batu Pahat wilayah Johor Malaysia dengan kapal yang sama Mulia Kencana. Dan pelabuhan lainnya melayani pelayaran antar pulau termasuk tujuan Batam.



Aku merasa berhutang budi pada keluarga ibu dari Bengkalis yang mengantar keliling singkat dan mengantarkanku ke Hotel Panorama. Katanya, "Di sini biasa Pak membantu orang lain. Karena itu sifat Orang Melayu yang saling tolong menolong"

Asyik juga traveling kali ini yang menjumpai hal² tak terduga penuh kejutan dan punya tantangan. Aku stay di Hotel Panorama Jl. A Yani yang berada di tengah kota. Kebetulan waktu itu lagi musim durian yang harganya bener² murah. Jualannya juga pas disamping hotel ini.



Pagi itu waktunya eksplor Bengkalis sedapatnya. Gedung² pemerintah daerah, pelabuhan Ferry dan antar pulau, tempat kuliner dan masjid raya menjadi tujuan yang aku kunjungi.


Transportasi dalam kotanya berupa ojek dan becak bermotor yang artistik. Tidak ada angkutan kota (angkot), kecuali bus khusus untuk mengantar calon penumpang ke pelabuhan kapal cepat internasional.


Kuliner lontong mie kuah pecal menjadi makanan favorit di Bengkalis. Lantas orang² lokal Bengkalis kerap ke luar negeri melalui transportasi jalur laut.



SIAK SRI INDRAPURA


Sebelum check out, aku bergegas dengan ojek (20 ribu) ke Pelabuhan Ferry Roro menuju Pakning. Untuk lanjut ke Siak aku sama sekali belum booking travel. Aku berdiri di dekat para sopir pada Dermaga Pakning Kec. Bukit Batu. Tanpa harus tanya aku ditanya duluan mau ke mana. Ke Siak Bang, kataku. "Naiklah...", jawabnya. Dengan Innova baru 2019 aku meluncur ke Siak Sri Indrapura (90 ribu). 




Tepat pukul 2 siang aku sudah tiba di Siak. Aku minta turun di dekat klenteng. Dari situ aku titip ranselku pada Abang becak motor yang lagi mangkal di sudut kedai kopi, lalu sedikit kuselipkan rupiah buatnya. Yang kueksplor pertama adalah Istana Siak. Dari klenteng jaraknya 150 meteran. Dengan bayar tiket 10 ribu aku bisa masuk ke dalam Istana Siak yang megah.


Kondisi istana masih utuh dan warna cat nya yang klasik membuat istana ini menjadi anggun dan sangat ketara kalau dibangun pada masa lalu. Barang inventaris yang berada di dalam cukup lengkap berikut penataan sesuai aslinya. Arsip, furnitur, hadiah pemberian negeri sahabat atau alat² perang menjadi konten istana ini.




Sayang kalau suasana ini tidak didokumentasikan dengan hape sederhanaku. Terpaksa dengan berat minta tolong dijepret oleh petugas istana. Setelah mengetahui isi dalam, saatnya melihat bagian luarnya. Berdiri gagah di halaman yang luas menghadap Sungai Siak, istana ini tampak kokoh bersahaja. Apalagi tamannya mengelilingi indah istana ini.


Lebih lanjut kembali ke dekat klenteng untuk ambil tas lalu menuju Rumah Makan Minang mengisi amunisi siang ini. Olahan jengkol olahannya sudah ludes sebelum tengah petang. Terpaksa pilih menu rendang dan ikan goreng yang maknyus rasanya.


Rumah² Pecinan sudah menunggu kedatanganku. Ini adalah hanya rumah² yang tersisa dari peristiwa kebakaran yang menghanguskan hampir seluruh bangunan Pecinan yang bernuansa kombinasi merah, kuning dan hijau. Lantas menyusuri pinggiran Sungai Siak yang memiliki trotoar luas di bantarannya. Taman di riveside ini terdapat tulisan besar 'Siak Sri Indrapura'.


Saatnya telepon Bang Ruslan untuk minta bantuan memesan travel menuju Pekanbaru. Atas bantuan jaringan travel Bang Ruslan, sekejab saja travel tiba menjemputku. Kebetulan travel ini sedang melintas masuk Kota Siak menuju Pekanbaru.



J A M B I


Cekatan sopir melintasi jalur ke Pekanbaru, aku tiba lebih cepat. Padahal jalur ini jalannya banyak bergelombang, padat dan kerap berjumpa dengan armada pengangkut sawit. Cukup aku bilang mau lanjut ke Jambi, Abang ini langsung kontak jaringan travelnya. Tanpa susah payah travel berhasil didapat dan aku ditunggu di halaman SPBU pinggiran Kota Pekanbaru. Turun dari travel lalu pindah ke travel lainnya. Begitulah perjalanan lewat lintas timur ini dimudahkan Allah SWT. Dan Alhamdulillah aku tiba di Kota Jambi di waktu Shubuh waktu Jambi.


Pilihan menginap jatuh pada Almira Homestay yang murah meriah, bersih, wifi-nya kenceng dan pelayanan yang sangat baik dari tuan rumah.


Seperti di daerah² sebelumnya, aku lakukan jelajah singkat ke beberapa spot populer di Kota Jambi. Berikut adalah hasil jelajahanku ke Masjid Agung Al Falah, Jembatan Gentala Arasy, Jambi Town Square, Tugu Keris Siginjay, Taman Jomblo dan yang terakhir adalah Candi Muaro Jambi.


Bersambung ke ...... JELAJAH 6 PROPINSI DALAM SEBULAN (4)

Klik di : https://www.seratusnegara.com/2019/08/jelajah-6-propinsi-dalam-sebulan-4.html


Copyright© by RUSDI ZULKARNAIN

email  : alsatopass@gmail.com

No comments: